ANGKASA 10

49.2K 5.3K 235
                                    

Amira berjalan cepat menuju kelasnya. Sesekali ia menyempatkan diri untuk menjawab sapaan dari orang yang mengenalnya. Setelah sampai di dalam kelas, Amira langsung menuju tempat duduknya, dan membuka botol minum yang ia bawa.

"Alhamdulillah."

Amira mengelap sisa air yang menempel dibibirnya. Bangku sebelah Amira masih kosong. Biasanya Arani sudah datang jam segini. Tiba-tiba saja Dimas menghampirinya, tersenyum sekilas, lalu duduk ditempat Arani.

"Mir,"

"Iya?"

"Ajarin gue matematika dong. Boleh gak?"

Amira berpikir sebentar. Bahkan dia selalu minta Angkasa untuk mengajarinya. Amira itu, tidak terlalu paham dengan mapel matematika. Tapi kalo Angkasa yang ajarin, itu beda cerita. Cara Angkasa menerangkan materi sangatlah mudah dipahami. Begitulah menurut Amira.

"Aku juga gak terlalu bisa sih, kalo soal matematika. Coba tanya yang lain, Dim. Maaf ya."

Dimas hanya mengangguk. Dia mengambil buku dalam tas nya, dan menunjukan bagian yang tidak ia pahami, "Kalo yang ini, lo tau?"

Amira melirik sekilas. Ah, ini pernah Amira tanyakan pada Angkasa. Jelas saja Amira masih mengingatnya, "Aku masih inget yang ini, caranya....."

Amira menjelaskan rumus-rumusnya dengan pelan. Dimas hanya diam menyimak, sesekali dia menatap Amira, yang sangat cantik menurutnya. Dimas akui, dia telah kagum pada perempuan di depannya lumayan lama. Namun ia tak berani untuk mengungkapkan rasa yang ia punya. Dimas paham, Amira selalu menjaga jarak dengan lawan jenis. Jika tidak ada kepentingan, Amira tak pernah merespon lawan jenis yang mendekatinya.

"Paham?"

Dimas gelagapan. Hampir saja dirinya terciduk tengah menatap Amira diam-diam. Dengan cepat ia mengangguk, "Paham, Mir. Paham. Thanks ya."

"Sama-sama."

Dimas pamit untuk kembali ke kursinya. Bertepatan dengan itu, Arani datang dengan suara cempreng saat memasuki kelas.

"SELAMAT PAGI DUNIA TIPU-TIPU YANG KERJAANYA NGE-PRANK MULU! Seumur hidup, mau aja lo dibohongin sama dunia. Akhirat pikirin, akhirat!"

Entah Arani ngomong dengan siapa, namun mulutnya tak pernah berhenti berbicara. Tak peduli dengan teman sekelasnya yang menatap Arani takjub. Gak ada yang ngajak ngomong, kok teriak-teriak. Mungkin Arani ada kelainan tersembunyi. Begitulah isi pikiran anak-anak kelas.

"Jangan malu-maluin, Ni!"

"Malu-maluin? Gue emang petakilan, Mir. Kalo lo malu temenan sama gue, yaudah! Kita---"

"Jangan! Bercanda doang, Ani. Jangan marah."

"Dih!"

Arani mencubit pelan pipi Amira, "Btw, gue ketemu Azhar tadi."

"Terus?"

"Dia minta id gue, masa! Omaygat! Mimpi apa gue semalam bisa tukeran id sama Azhar. Gak dapet Angkasa, sahabatnya juga tak apa." Arani tersenyum lebar. Dia tak sadar jika ucapannya membuat hati seseorang deg-degan tak karuan. Jika Amira memberi tahu hubungan yang sebenarnya dengan Angkasa, bagaimana nanti respon Arani? Amira menghela nafas pelan. Sepertinya dia harus cari waktu yang tepat untuk bicara empat mata dengan Arani.

"Napa lo?"

"Nggak, nggak kok."

"Banyak yang bilang katanya lo sama Angkasa pacaran. Emang bener? Dan katanya, lo berangkat bareng Angkasa lagi, ya? Bener Mir? Gue butuh klarifikasi, please!"

Amira berdecak kesal. Perkara berangkat bareng aja kenapa satu sekolah jadi heboh sih! Kadang Amira kesal dengan zaman sekarang. Liat yang cakep boncengin cewek, pada mendelik. Emang harus banget ya, ngurusin hidup orang?

ANGKASA [END]Where stories live. Discover now