ANGKASA 07

53.1K 5.7K 529
                                    

"Gue sih yakin, Mir."

"Kenapa?"

"Sebenarnya, lo punya hubungan tertentu kan, sama Angkasa?"

Amira gelagapan, namun sebisa mungkin dia berusaha untuk terlihat biasa saja. Sebenarnya Amira ingin mengatakan yang sebenarnya pada Arani. Bukannya Amira tak percaya, hanya saja, ia masih takut. Padahal tanpa Amira ketahui, para sahabat Angkasa pun telah mengetahui fakta yang sebenarnya.

"Gak ada kok. Apaan coba!"

Arani menatap Amira ragu, "Bener?"

"Iya Anii! Udah deh, aku mau nyatet dulu ini!"

"Iya, iya, selo aja kali."

Amira kembali fokus pada catatannya. Jadi sekretaris emang harus terima nasib. Rela nulis dipapan tulis, dan mengabaikan catatan sendiri tertinggal. Namun walau begitu, Amira tetap menyukai tugasnya sebagai sekretaris.

"Kok banyak banget, Ni?"

"Iyalah! Kan lo yang nulis dipapan! Yakali lupa. Jujur nih ya, Mir. Gue enek kalo liat lo nulis di depan. Kenapa gak ada jeda berhentinya gitu loh. Setidaknya, lo sabar dikit kek. Kan satu kelas ini murid itu beraneka ragam, ada yang nulisnya cepet, ada yang lemot. Jangan asal hapus aja, bisa?"

Amira menyengir. Emang sih, Amira kalo lagi nulis di dipapan tulis, selalu ngebut. Tak jarang jika banyak yang protes karena Amira nulis terlalu cepat.

"Maaf deh, nanti kalem."

"Nah, gitu."

Arani menatap keluar jendela. Namun betapa terkejutnya saat ia melihat Angkasa tengah ditempeli oleh Mina, sicewek manja tukang cari perhatian. Dia memang cantik, bahkan terkesan imut. Namun kesan imutnya hilang, jika telah mengetahui sifat aslinya.

"Mir, Mir!"

"Apaan sih?"

"Liat-liat. Angkasa lagi ditempelin dedemit, Mir!"

"Hah?"

Refleks Amira menengok kearah tunjuk Arani. Memang, di sana Angkasa tengah berhadapan dengan Mina. Beberapa kali Amira melihat Mina berusaha menyentuh tangan Angkasa, namun beberapa kali juga, Angkasa terus menepis agar tangan itu tidak menyentuh lengannya. Entah kenapa setelah kejadian peluk-pelukan kemarin, Amira kadang salting sendiri kalo liat Angkasa. Namun sekuat tenaga ia menahan diri agar tidak jatuh hati pada sosok manusia es yang menjabat sebagai suaminya.

"Mir!"

"Eh, iya?"

"Kenapa bengong?"

"Gak papa kok." Amira tersenyum singkat. Ada rasa lega saat Angkasa tidak merespon cewek lain yang tertarik padanya. Amira pernah terpikir, kenapa Angkasa tidak memarahinya saat ia tertidur dikamar cowok itu? Atau memang Angkasa sengaja membiarkan Amira tertidur itung-itung ucapan terima kasih? Aish! Mana mungkin Angkasa jadi tiba-tiba care seperti itu.

"Mir!"

"Eh, iya?"

"Kan begong lagi. Kenapa sih? Sini cerita sama Bunda. Kenapa sayang?"

"Nggak papa, Ani. Udah ya, aku mau lanjut nulis."

Amira melirik sekilas keluar jendela. Ternyata mereka sudah tak ada. Amira tersadar, ia tak boleh terlalu kepo soal Angkasa. Tak boleh!

***



"Lo kenapa sih?"

Agharna menatap Angkasa heran. Pasalnya raut wajah Angkasa tampak beda. Walaupun ekspresi nya selalu datar, namun Agharna dapat membedakan itu.

ANGKASA [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora