ANGKASA 04

53.2K 5K 76
                                    

Padahal Bunda Aci telah kukuh untuk meminta Amira dan Angkasa menginap dirumahnya. Namun Angkasa terus menolak, katanya mereka harus sekolah. Amira tentu hanya diam, dan mengikuti apapun keputusan Angkasa. Sekarang mereka sedang berada di ruang tengah untuk mengerjakan pr. Lebih tepatnya, Amira yang meminta Angkasa untuk mengajarinya. Jujur saja, ia paling tidak menyukai pelajaran matematika. Baginya itu sangat sulit dimengerti dan dipahami.

"Coba lo kerjain contohnya,"

Angkasa memberikan sebuah soal, dan membiarkan Amira untuk mengisinya. Dalam diam, Amira mulai mengisi soal itu. Walaupun masih agak bingung, namun ia tak ingin terlihat bodoh di depan Angkasa.

"Udah?"

"Belum. Dikit lagi,"

Amira masih berusaha menghitung untuk mendapat hasil. Namun entah kenapa, dia selalu bingung dengan urutan cara pengerjaanya. Amira menghela nafas pasrah, melirik Angkasa yang tengah fokus dengan buku paket matematika ditangannya.

"Angkasa,"

Angkasa berdehem. Dia masih fokus dengan buku ditangannya.

"Aku gak bisa," Amira berucap pelan. Dia agak malu mengakui ketidakmampuan yang ia miliki. Apakah Angkasa akan marah jika ia masih belum paham, dan minta diajarin lagi?

"Apanya?"

"Hah?" Amira menatap Angkasa bingung. Apanya yang apa? Kenapa Angkasa selalu bicara setengah-setengah hingga membuat Amira bingung seketika.

"Yang gak bisa, mana?"

Amira mengangguk, dia menunjuk rumus yang masih belum dipahami. Ternyata Angkasa sangat pandai dibidang matematika. Dengan sabar ia menjelaskan secara pelan hingga Amira mengerti.

"Paham?"

"Iya paham. Makasih ya."

Angkasa mengangguk. Dia berdiri dan berjalan menaiki tangga untuk masuk ke kamarnya. Angkasa ingin menghubungi seseorang untuk kegiatan malam nanti.

"Hallo,"

"Hallo, Ang! Gimana? Lo ikut gak?"

"Atur. Nanti gue nyusul."

"Oke! Jam sepuluh di tempat biasa ya! Jangan lupa izin sama bini! Canda bini,"

"Bacot!"

Angkasa menutup sepihak panggilan telfon itu. Soal pernikahan, ia memang sudah memberi tau para sahabatnya. Ya, Agharna dan Azhar. Dia sudah sangat percaya pada mereka, walaupun ia tak memberi tahu, rasanya percuma saja, karena kedua orang tua mereka, ikut hadir dalam acara resepsi pernikahannya.

Sekarang masih jam delapan. Mungkin sebentar lagi dia akan bersiap-siap untuk keluar. Angkasa mengambil kunci motor dan jaket, lalu berjalan keluar kamar.

Ketika ia sudah sampai diruang tamu, Angkasa melihat Amira yang tertidur dengan buku menutupi wajahnya. Entah angin dari mana, Angkasa berjalan mendekati Amira dan memandang wajah perempuan itu, intens.

Hanya seperkian detik, akhirnya Angkasa sadar apa yang sedang ia lakukan. Tanpa membuang waktu, Angkasa langsung berdiri dan berjalan keluar rumah. Meninggalkan Amira sendiri yang masih tertidur dengan posisi duduk dan menjadikan lengannya bantalan diatas meja. Ternyata, Angkasa masih tak peduli akan kehadirannya.



***



Musik berdentum keras dengan kerlipan lampu yang begitu bersinar, memang sangat membuat pusing orang yang melihatnya. Bagi orang yang belum terbiasa ditempat seperti ini, mungkin mereka tak betah dan ingin segera pergi. Namun bagi mereka yang telah mengenal dunia luar dan butuh hiburan, mungkin tempat ini sudah menjadi candu untuknya.

ANGKASA [END]Where stories live. Discover now