L

78 7 0
                                    

Kepulan asap yang berasal dari lintingan Nikotin itu dihembuskan perlahan oleh penghisapnya.

Mengabaikan wajahnya yang pucat, perempuan itu terus menghisap benda berbahaya itu sambil sesekali mengusap tetesan embun yang timbul diarea Mata nya.

Kenapa ia merasa kosong, padahal banyak sekali yang sayang padanya? Apa ia benar-benar waras?

Ia menginjak Puntung itu dengan alas khas Rumah Praktek itu. Lalu memandang sandal itu dengan tersenyum, sandalnya sangat lucu.

Walau ia rindu sekali bermain bersama teman-temannya, bersekolah dengan semangat seperti anak seumurannya, jalan jalan bersama Kai, dan menertawakan Nugi sambil ia memakan Onigiri nya. Ia rindu sekali momen itu.

"Terlalu sering gue bilang 'have a good day' atau 'good night' sama orang lain, tapi gue gak pernah ucapin itu ke diri gue sendiri," Irin berucap seorang diri di Taman sepi itu.

Ia menunduk lagi, "Good night, Airlyn. You did well.." Lanjutnya sambil tersenyum pedih.

Akhir-akhir ini, Irin jarang melihat Chila, apa ia sudah tidak ingin berteman dengannya lagi? Atau malah Cia disiksa oleh orangtuanya? Ralat, Papanya.

Irin agak merindukan kehadiran Chila yang kepribadian nya sama sekali dengan Irin. Irin sampai bingung, apa ia dan Chila sebenarnya kembar?

Memikirkan itu, Irin menjadi tertawa sendiri. Yang sebenarnya agak menakutkan tertawa sendiri pada pukul 23:00 malam itu.

Irin berdiri guna kembali pada ruang perawatannya, menyesap udara segar yang sekian dingin menusuk indra penciumannya.

"Eh? Doktar disini?" ucap Irin kala membuka pintu Ruang itu, dan Doktar sedang menyesap Kopi nya sambil berdiri menghadap jendela.

Doktar berjalan kearah Irin smbil tersenyum, lalu mendekatkan Hidungnya kearah tubuh Irin.

Benar sekali dugaannya, perempuan nakal ini pergi merokok di Taman.

"Anak nakal," kata Dokter itu dengan mencubit kecil hidung Irin yang dibalas cengiran kaku oleh perempuan itu.

"Maaf Doktar, abisnya Irin gak tau mau apa, jadi pelarian nya Rokok deh,"

Irin berjalan pelan mengarah pada Ranjang khas Rumah Sakit itu.

Bersiap mau tidur, "Chila kemana ya Doktar? Apa dia gak jengukin aku lagi?"

Doktar membalikkan badannya, lalu tersenyum kecil.

"Iya, Chila gak pernah jengukin kamu. Chila itu gak peduli sama kamu, Irin. Lupain dia ya?"

Teknik ini sangat diharapkan manjur, karena hanya dengan ini otak irin mampu di manipulasi dengan kata 'chila itu jahat' agar Irin tak selalu memikirkan itu, apalagi bertemu.

Irin cemberut, "Gimana sih dia, kan Irin kangen!"

"Tapi Doktar, Irin boleh peluk Doktar?" pinta nya dengan ragu sambil menatap sayu pada Doktar.

"Sangat boleh, kapan pun Irin mau peluk Doktar, Doktar akan bolehin banget."

Perlahan Doktar memeluk gadis cantik itu, dengan lembut juga ia mengelus surai panjang yang sangat lembut.

"Doktar, Irin benci Mama. Irin gak mau ketemu Mama lagi, Irin harus apa?"

"Its okay, itu hanya perasaan sementara kamu yang dominan sama rasa marah. Its okay to feel bad, Airlyn. Dan kamu juga gak harus lakuin apa apa, cukup lakuin apa yang kamu suka ya? Atau lakuin bareng saya juga gak papa."

Irin terdiam, hal apa yang disukai olehnya? Semacam berduaan dengan Kai? Atau sedang hangout bersama teman temannya? Terlalu banyak hal yang disukai Irin sampai ia benar benar tak tahu apa yang paling ia senangi.

Hai, Ganteng!Where stories live. Discover now