E

158 13 1
                                    

Irin mempercepat langkahnya didalam rumah kala melihat Papanya.

Cih, Papa?

Lelaki yang disebutnya Papa itu sudah melecehkannya, apa masih pantas ia disebut Papa?

Irin otomatis mual ketika melihat wajahnya, bahkan jika ia bicara 'Papa', ia seakan ingin muntah.

Irin dilecehkan, tapi hanya ia dan si Bajingan itu yang tahu masalah ini. Masalah kelam ini.

Dulu, ia baru menginjak kelas 3 Smp. Masa masa seharusnya Irin lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Tapi yang didapat Irin di masa itu hanyalah Trauma.

Trauma yang mendalam, dan sangat menakutkan. Trauma itu seakan sudah bersarang manis pada dirinya, jika diibaratkan mungkin tubuh Irin adalah zona nyamannya si Trauma tersebut.

Kenapa hanya Irin dan si Bajingan itu yang tahu masalah ini? Mustahil jika Mamanya tau jika Irin dilecehkan oleh suaminya. Karena dulu, Risa sedang menginap dirumah Ibunya aka Nenek Irin.

Sampai sekarang, Irin belum siap menceritakan tentang trauma yang bahkan belum mengering itu.

Irin takut menceritakan ini, ia ketakutan. Seakan dunia menjauhinya jika Irin berkata tentang apa yang ia dapat 1 tahun silam itu.

Luka disebagian tubuhnya, menjadi saksi bahwa Irin benar benar dilecehkan.

Brak!

Pintu kamar Irin ditutup sekuat tenaga oleh pemilik kamar itu.

Mamanya belum pulang kerja, otomatis ia hanya berduaan dengan Papanya itu.

Wajar jika ia setakut ini, dulu juga saat dilecehkan hanya ada mereka berdua kan?

Irin bahkan masih ketakutan jika mengingat ingatan itu.

Irin melempar Tas sekolahnya keatas kasur, membuka sepatunya dengan cepat.

Ia mondar mandir diruangan yang disebutnya 'kamar' itu.

Ia beranjak kaget ketika Nada dering di Handphone nya berdering. Ia lupa untuk membuat Hpnya mode getar itu.

Tertera nama 'Orl cantik' dilayar itu.

Dengan cepat, Irin langsung mengangkat telpon itu.

"Orl kenapa?"

"...."

"Ah.. Enggak kok. Ngos ngosan kenapa gue? Gak ko beb,"

"...."

"Sekarang nih?"

"...."

"Oke! Gue ganti baju dulu."

Dengan segera ia membuka seluruh seragam sekolahnya, menyisakan tengtop seksi bewarna hitam itu.

Segera ia mengganti baju dengan baju Casual sesuai dengan Khasnya, khas Airlyn.

Setelah siap, ia menengok kearah Balkon. Nada belum menjemputnya ternyata.

Orl bilang, mereka mau bermain dirumah Nada. Rumah Nada jarang sekali dikunjungi oleh mereka, berbeda dengan rumah Orl dan Ors, hampir setiap waktu luang mereka pasti berkunjung kesana.

Ada lagi rumah yang belum sama sekali mereka kunjungi, rumah Airlyn.

Suara klakson memenuhi Gendang telinga Irin. Pertanda Nada sudah datang dengan membawa sepeda motornya.

Dengan pelan pelan, Irin mengunci pintu kamarnya. Lalu turun tangga dengan cepat.

Matanya mengintip dibalik tembok, mengintip kearah Dapur.

Hai, Ganteng!Where stories live. Discover now