LWTD | Enam belas

122K 14.5K 529
                                    

Boleh mampir ke ig untuk dapet spoiler ya!
@aloisiatherin

Follow wattpad dulu ya! AloisiaTherin


16. Bakso Beranak

Bastian melirik ke arah Monela yang sedari pulang dari kampus terus menerus terdiam. Tak ingin berbicara barang sepatah kata saja. Bastian mau memulai bicara, tapi takut malah membuat wanita di sebelahnya itu marah lagi.

"Ehm," Bastian berdehem, ketika pandangan Monela tak pernah lepas dari TV.

"Bapak kalo mau ngomong, ya ngomong aja. Gausah batuk-batuk segala." Sindir Monela dan mengganti channel TV-nya.

Okey. Bastian salah lagi.

"Kamu mau tahu lontong depan kompleks?" Bastian menawarkan makanan kesukaan Monela kecil. Dulu, Monela sangat suka segala makanan yang ada kecap-kecapnya.

"Gak mau,"

Bastian mengangguk. "Nasi goreng?"

"Bosen,"

Bastian mengangguk lagi, "bakso? Mie ayam? Ayam penyet?"

"Bapak aja yang Monela penyet gimana?" Monela menatap sinis Bastian yang sudah menipiskan bibirnya.

Aishhh, Bastian lupa, kalo cewek maha benar. Apalagi modelan Monela.

🌻🌻🌻

Pada akhirnya, Monela memutuskan untuk makan bakso beranak di area ruko depan kompleks perumahan mereka.

Warungnya tidak terlalu besar, pun tidak terlalu ramai, mengingat banyak pedagang yang juga berjualan di depan kompleks perumahan.

"Bapak nggak usah pakek sambel," Monela menyingkirkan botol-botol sambal abal-abal itu, agar Bastian tak berniat mengambil.

Bastian mengangguk patuh, kaki kanannya yang berada di bawah meja sesekali bergerak-gerak, tangannya sesekali menepuk lutut. Menghalau segala kecanggungan.

Monela menopang dagu, menatap pria dewasa dua puluh delapan tahun di depannya itu.

Kalian pernah gak sih? Gemes ama cowok sampek pen nyibit gituh! Nah, ini yang dirasakan Monela sekarang.

Gemes,

Pen nguyel-nguyel Bastian yang gayanya kek anak SMA. Heheh!

"Awwhh!" Bastian memekik, memelototi Monela yang baru saja mencubit lengannya tanpa alasan.

Monela cengengesan, dengan tangan membentuk tanda piece. Gemes tau! Pen nyubit! Pen uyel-uyel!

"Kamu kenapa jiwit sih?" Bastian mengelus tangannya yang terasa cenat-cenut. Monela kalo jiwit gak pernah main-main rasanya.

"Bapak sok ganteng sih." Celetuk Monela dengan menopang dagu.

Bastian menaikkan satu alisnya, ia hanya terkekeh kecil dan menggelengkan kepala, tak berniat menyahut.

Orang dirinya ganteng, mau gimana coba?

Mulaiiii...

Tak lama kemudian, bakso beranak yang mereka pesan pun datang. Bakso jumbo yang besarnya hampir satu mangkok!

"Woahhhh! Makan makan!" Monela sudah mengambil sendok dan garpu, kemudian mengelapnya dengan tisu, baru setelahnya memberikan sepasang untuk Bastian.

"Monel tuh Pak, kalo disini makannya mesti bakso biasa. Belum pernah makan yang jumbo." Ujar Monela, seraya tersenyum pada kang bakso, sebagai tanda Terimakasih.

"Makasih, kang." Ujar Monela dan Bastian bersamaan.

Kang bakso itu hanya mengangguk. Kemudian pergi menuju gerobaknya lagi. Melayani pembeli lain.

Bastian mengambil mangkok Monela, kemudian mengiris bakso itu menjadi dua. Monela memekik senang, ketika tau, isi bakso itu adalah cincangan daging, beberapa telur puyuh dan sambal pedas yang terlihat memerah. Sesuai ekspektasinya.

Setelah Bastian memotong menjadi beberapa potongan, ia menyerahkan bakso itu kepada Monela.

"Makan," ujar Bastian datar.

Monela tersenyum manis. "Terimakasih, Pak Bastian."

Bastian tak menyahut. Kini ganti dirinya yang membelah bakso itu. Isinya sama, hanya saja, tidak ada sambal didalamnya. Bastian memang sengaja tidak memesan bakso beranak setan. Bastian anti pedas.

Bastian kan, gamau sakit. Yang jagain Monela siapa ntar?

Aelah basss bas!

Monela dengan lahap memakan baksonya, bahkan, keringat yang mengucur pun tak ia hiraukan.

Baksonya, maknyusss gais!

Bastian mengambil tisu di meja sebelah beberapa lembar, ia kemudian mengulurkan tangannya untuk mengelap peluh keringat Monela yang keluar dari dahi.

"Bakso aja yang kamu makan, Monela. Jangan sambelnya doang." Bastian menegur, ketika menatap isi sendok yang siap Monela lahap hanya berisi biji cabai dan kuah kental sambal.

Sedangkan Monela yang ditegur seperti itu hanya malu sendiri. Ya malu lah! Masak sedari tadi yang dimakan sambel sama kuahnya doang. Kek, ke Warung bakso cuman buat makan sambel.

Nel, Monel.. malu-malu in lo!

🌻🌻🌻

Bastian menatap punggung Monela yang saat ini berjalan di depannya, berjalan di jalanan kompleks untuk kembali ke rumah, setelah puas makan bakso beranak.

Rambut sebahunya bergerak kesana kemari, sesekali mulutnya bersenandung kecil, ataupun menyapa tetangga yang mengenal mereka.

Monela memasukkan tangannya di saku jaket yang ia kenakan saat ini. Hawa dingin membuat ia menghembuskan nafas kasar beberapa kali.

Bastian yang sadar pun berlari kecil, menghampiri. Tangan Bastian menyusup ke dalam saku jaket Monela, membuat monela kaget dan refleks menoleh.

Bastian menyelinapkan telapak tangannya, di telapak dingin Monela, kemudian mengeratkannya, menggenggamnya, membawanya keluar, dan ganti ia masukan ke dalam saku hoodie yang Bastian kenakan saat ini.

Gaspol bas! Jan kasih kendor!

"Dingin, Monela." Bastian tak menoleh. Hanya mengucap lewat bibir. Seringaian kecil ia keluarkan, tanpa sepengetahuan Monela.

Monela tersenyum malu-malu. "Apa seh,  ah!"

Bastian terkekeh kecil. setidaknya, terlambat sedikit, tidak apa apa bukan? Dari pada, tidak sama sekali.

🌻🌻🌻

Weh, aroma aromanya nih bakal ada yang jatuh centong nih!

Wkwkwk! Dimaafin Gak ya, si Babas sama Monela?

Udah baca cerita si Abi belom nih?

Spam komen yang buanyak!!

Living with the Dosen [TERBIT]Where stories live. Discover now