26. Tantangan untuk Chiko

Mulai dari awal
                                    

“Nah tanya Bapak itu aja deh.” Chiko tersenyum lebar melihat seorang pria paruh baya yang tengah berbicara pada seekor burung dalam sangkar.

“Misi Pak, mau tanya.”

Bapak berkumis tebal itu menoleh, “Iya, silakan. Mau tanya apa?”

“Bapak tau jalan pintas menuju SMA Tunas Bangsa?”

“Oh SMA itu. Nih jalannya—“

“Mampus!” Mata Chiko membulat saat mendapati sekumpulan orang yang sedang nongkrong tidak jauh dari Bapak itu berdiri. Mereka adalah anak buah dari musuh Ayahnya.

“Eeeh... Mau dibantu malah doain orang tua mampus. Anak muda kurang ajar!”

“Bu—bukan gitu Pak.” Cowok itu menggeleng keras. “Makasih buat petunjuknya Pak, saya udah paham. Pergi dulu ya, dah!”

“Hai! Saya belum nerangin apa-apa tadi!” teriak Bapak itu.

Pria paruh baya itu menatap punggung Chiko yang berangsur menjauh, dia tampak terburu-buru. Mungkin karena sudah terlambat sekolah. Tapi kalau dia mau sekolah kenapa tidak memakai seragam sekolah?

“Woi! Berhenti lo!” Sekumpulan laki-laki berlari melewati bapak itu, membuat pria paruh baya itu tambah dibuat bingung.

Chiko berlari tak tentu arah sambil membawa bendera marching band milik Sesil yang berkibar.

Dia belum siap ada di posisi ini, sebelumnya dia tidak pernah melakukan perkelahian satu lawan sepuluh. Jikalau perbandingannya banyak dia masih mendapatkan bantuan dari keempat sahabatnya.

“Bangsat!” Umpatan demi umpatan terdengar di belakang sana.

Yakinlah yang mengumpat bukan hanya mereka, Chiko pun juga mengumpat tapi dalam hati sedangkan pikirannya berkelana mencari jalan keluar.

Dengan tiba-tiba Chiko berjongkok dan menidurkan bendera yang dipegangnya, membuat orang-orang yang berusaha mengejarnya malah berlalu melewatinya karena tidak mampu mengerem tubuh masing-masing.

Melihat hal itu Chiko lekas kembali berdiri lalu berlari ke jalan lain. Dia menaiki tangga salah satu rumah warga menuju rooftop di sana.

“Sial!” Chiko mengumpat saat menyadari terperangkap di tempat yang salah.

Kepalanya menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat. Chiko mempersiapkan diri untuk melawan, tidak ada gunanya lagi menghindar. Kalau dirinya menghindar mereka akan menganggapnya remeh.

“Hahaha...!” Seorang lelaki tertawa saat melihat Chiko sudah tak memiliki akses untuk keluar.

“Gue bakal buat lo mati bocah ingusan! Lo udah buat sanderaan gue lepas, maka gue juga akan buat nyawa lo lepas dari tubuh.”

“Coba aja kalau bisa,” tantang Chiko.

Pria itu mengepalkan tangannya erat, “Keparat!”

Dia berlari mendekat ke arah Chiko untuk memberikan pelajaran. Baru kali ini ada bocah yang berani berurusan dengannya, lihat saja dia akan menunjukkan pada bocah itu siapa orang yang dihadapinya sekarang.

 Pria itu memberi satu bogeman pada Chiko namun meleset karena Chiko terlebih dulu merunduk lalu kembali tegak dan membogem rahang pria yang berusia sepuluh tahun lebih tua darinya hingga tersungkur di atas lantai.

“Gak bisa dikasih ampun!” Mata pria itu berubah nyalang.

Dia kembali berdiri lalu menonjok perut pemuda di depannya yang belum siap menerima serangan. Chiko meringkuk kesakitan, setelahnya tubuhnya diangkat ke atas oleh pria itu lalu dibanting pada tumpukan kursi rusak.

“Encok Mak!” Chiko memegang punggungnya sendiri yang terasa remuk.

Chiko berguling ke samping saat pria itu kembali menyerang dengan cara melompat dan siku di arahkan tepat di dada Chiko, sepertinya dia benar-benar ingin menghabisi cowok itu.

Brak!

Dia merintih kesakitan karena sasarannya kelewat. Sekarang malah badannya sendiri yang remuk karena terjun di atas tumpukan kursi rusak.

“Ciaaaa!!!” Dengan bersenjatakan bendera marching band Chiko memukul perut pria itu dengan tongkatnya

“Argh...!”

Chiko tertawa menang namun hanya sebentar sebelum akhirnya meringis sakit karena perutnya terasa keram berkat tonjokan pria tersebut.

“Woi!” Pandangan Chiko teralih ke arah tangga.

Ada tiga pria lagi yang menyusul. Mata mereka terlihat nyalang melihat salah satu teman mereka telah dilumpuhkan oleh bocah ingisan tersebut. Tidak bisa dibiarkan.

Dua orang berjalan menghampiri temannya yang tersungkur tidak berdaya, sedangkan satunya sudah bersiap untuk menyerang Chiko.

“Rasakan ini bocah!”

Pria itu berlari ke arah Chiko dan Chiko hanya diam sambil menunjukkan cengiran khasnya. Mereka tidak tahu saja, orang yang memiliki ketenangan di saat seperti ini perlu diwaspadai.

Chiko pindah posisi saat orang itu sudah berada di depannya, membuat pria itu hampir jatuh karena ternyata Chiko berdiri di ujung rooftop.

“Ting.” Chiko berucap sambil mendorong sedikit pria tersebut dengan tongkat benderanya.

“Aaaaaaa....!” Satu musuh kembali dia tumbangkan, pria itu jatuh dari atas rooftop.

Good Bye-bye.” Chiko melambai ke bawah sambil memberikan ciuman jauh pada pria itu.






__________________

Bersambung....

Terimakasih sudah baca😊

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang