"Gak papa."

Agharna mengangguk sekilas. Mencoba percaya, walau sedikit curiga, "Nanti malem, dia ngajak lo tanding. Mau terima atau skip aja?"

"Terima."

Tanpa ragu Angkasa menjawab. Jika ada seseorang yang menantangnya tak mungkin ia tolak. Apalagi seseorang yang melawan dirinya balapan adalah orang yang paling Angkasa tidak sukai. Pasalnya orang ini selalu songong jika berhadapan dengan Angkasa. Kadang dia selalu tidak terima saat Angkasa menang melawannya. Padahal, itu tidak terlalu penting menurut Angkasa. Toh, dirinya ikut balapan pun, hanya untuk bersenang-senang.

"Oke. Lo langsung datang aja kesana."

Angkasa mengangguk. Bel sekolah telah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Tiba-tiba saja ia bangkit dari duduknya dan berlari keluar dari rooftop. Agharna sangat terkejut sekaligus heran melihat sahabatnya yang seperti itu. Angkasa tipikal orang yang sangat santai dalam situasi apapun. Namun tadi, dirinya seakan melihat Angkasa panik akan kehilangan sesuatu.

"Dia kesurupan kah?"

Angkasa berjalan tergesa dengan tas disampirkan di bahu kananya. Setelah sampai di depan kelas XI MIPA2 Angkasa memelankan langkahnya. Dan ternyata, kosong. Kelas itu telah kosong. Seketika dia sadar akan apa yang telah ia lakukan. Untuk apa? Kenapa dirinya tiba-tiba seperti ini? Kenapa dia ingin pulang bersama Amira? Bahkan ia sampai rela datang ke kelasnya. Angkasa tersenyum miris. Bodoh! Angkasa memaki dirinya sendiri.

"Gue kenapa sih?!"

Angkasa menghela nafas berat, dan kembali melanjutkan langkahnya untuk berjalan. Namun baru saja ia berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja suara seseorang menghentikan langkahnya. Dan dia, seseorang yang sempat Angkasa cari.

"Angkasa. Kamu cari siapa?"

Amira berjalan menghampiri Angkasa dengan kain pel ditangannya. Jilbabnya ia sampirkan keujung bahu, menatap Angkasa heran.

"Ngapain? Cari siapa?"

"Gak ada."

Angkasa mlengos. Niat mau ngajak pulang bareng, tapi gengsi masih segede gunung. Kenapa ia berpikiran untuk mengajak Amira pulang bersama? Entah kenapa Angkasa jadi bimbang sendiri dengan apa yang dia rasakan.

"Lo ngapain?"

"Berdiri."

"Lebih spesifik?"

"Aku mau naruh kain pel. Tadi baru piket. Kamu belum pulang?"

Bukannya menjawab, Angkasa hanya mengangguk. Dia berbalik, berjalan menuju parkiran tanpa melanjutkan niat pertamanya datang kesini untuk apa.

"ANGKASA!"

Angkasa berhenti berjalan, namun tak berbalik. Menunggu kelanjutan Amira berbicara, "A---aku ikut pulang, boleh? Tadi pagi aku lupa bawa uang, Angkasa."

Angkasa mengernyit heran. Dia berbalik,menghampiri Amira yang tengah menunduk, "Kenapa?"

"Ha--hah?"

"Kenapa gak minta ke gue?"

Amira hanya menggeleng, cukup takut melihat wajah Angkasa yang sangat datar, apalagi dalam jarak sedekat ini. Dirinya tidak seberani itu untuk minta uang pada Angkasa yang berstatus sebagai suaminya sendiri, malu juga.

"Ayo,"

"Kemana?"

Angkasa berdecak malas. Menatap Amira datar, "Pulang."

"Bentar, aku taruh kain pel dulu." Amira tersenyum dan berlari ke dalam kelas untuk menaruh kain pel. Mengambil tas terburu-buru dan berlari menghampiri Angkasa yang tengah bersandar disamping pintu.

ANGKASA [END]Where stories live. Discover now