Kaki jenjang dengan balutan celana jeans, berjalan memasuki club malam. Dia ingin menemui dua sahabatnya yang entah sampai atau belum. Angkasa berjalan menuju meja bar disana. Menyapa bertender sekilas, lalu duduk untuk menunggu temannya datang. Sepertinya ia tak ingin minum malam ini.

"Minum gak?"

Namanya Kamal. Seorang bertender club, yang mengenal Angkasa cukup lama. Bahkan ia paham betul minuman apa kesukaan Angkasa jika berkunjung kesini. Biasanya Angkasa selalu minum jika datang ke tempat ini, namun untuk malam ini, Kamal cukup heran mengapa Angkasa tidak memintanya untuk mengambilkan minuman.

"Libur dulu,"

Kamal mengangguk. Dia pamit pada Angkasa untuk melayani pelanggan lain. Katanya Agharna dan Azhar sudah otw, namun sampai sekarang lubang hidung mereka masih belum terlihat.

"Bro!"

Ini ternyata. Angkasa hanya berdehem sekilas. Ia kembali fokus pada game diponselnya.

"Tumben gak pesen?"

Azhar memandang Angkasa heran. Tumben mejanya masih kosong? Biasanya sudah tersedia satu botol untuk menjadi teman Angkasa.

"Gek pengen."

"Wuih! Tumben?"

Agharna menatap Angkasa kagum seolah ini adalah hal langka yang baru ia ketahui. Azhar hanya mengangguk paham. Mungkin Angkasa sedang tidak mood minum alkohol, pikirnya.

"Ngapain?"

Angkasa menatap dua sahabatnya bertanya. Entah kenapa, ia sangat tidak betah berada ditempat ini. Biasanya Angkasa mampu berjam-jam bertahan ditempat ini. Namun untuk sekarang, rasanya ia sedang malas, dan ingin cepat tidur.

"Main-main aja sih. Tumben nanya gitu? Pengen cepet kelonan sama bini ya?" Agharna menggoda Angkasa dengan alis naik turun. Tentu saja Angkasa tak terima dibilang seperti itu. Ia dengan sadis memukul Agharna dengan ponselnya.

Tak!

"SAKIT!"

"Bacot lo!"

Azhar tak ikut campur. Ia memilih untuk menikmati minumannya.

"Ponsel lo bunyi terus tuh," Azhar mencolek tangan Angkasa. Ia cukup jengah melihat layar ponsel Angkasa yang terus menyala dengan runtunan chat yang berganti-ganti masuk.

"Biarin,"

"Kok biarin?"

"Gak tau nomernya."

Azhar mengangguk. Jadi orang yang terkenal dilingkungan sekolah emang gitu resikonya. Banyak orang yang berlomba-lomba mengincar nomer ponselnya. Namun tetap saja percuma, karena Angkasa tidak akan pernah merespon mereka.

"Biasalah, fans dia paling." Agharna berucap santai sambil sesekali membenarkan bentuk rambutnya.

"Fans apaan dah? Emang dia artis? Kalo pun dia jadi artis, gak bakal ada yang demen sama manusia modelan es macem dia." Azhar membalas tak terima. Yang pada para penggemarnya mati kedinginan nanti.



****



Amira terbangun dari tidurnya. Dia merasakan lehernya sakit saat bergerak. Ternyata dirinya tertidur diruang tamu. Pantas saja lehernya sakit. Saat Amira melihat jam, ternyata waktu menunjukan pukul dua belas malam. Selama itukah Amira tidur? Dengan cepat ia membereskan buku dan alat tulisnya, lalu berjalan menuju kamar.

"Angkasa tidur belum ya?"

Saat melewati kamar Angkasa, Amira ingin memastikan apakah sang punya kamar telah tidur, atau tidak ada dirumah? Kenapa Angkasa sangat tega tidak membangunkannya. Memang sesulit itukah membangunkan seseorang yang tak sengaja tertidur?

Memberikan diri, Amira membuka pintu kamar Angkasa, dan ternyata kosong. Pintunya tidak terkunci dan dikamarnya tak ada siapa-siapa. Kemana dia?

"Lagi kemana coba? Ini kan udah malam."

Amira berjalan membuka pintu kamarnya. Rasa kantuknya telah hilang digantikan dengan rasa lapar. Namun sebelum memutuskan untuk makan, Amira memilih untuk shalat tahajud terlebih dahulu.

Setelah shalatnya selesai, Amira keluar kamar untuk mencari makanan instan yang ada didapur.

"Makan apa ya?"

"Katanya makan tengah malem gini bikin gemuk. Bener gak sih?"

Amira memilih untuk memakan roti sebagai pengganjal laparnya. Dua lembar roti tawar tanpa olesan selai telah habis dilahapnya. Namun laparnya belum kuning hilang.

"Masih laper,"

Amira memutuskan untuk merebus mie instan. Setelah beberapa menit, akhirnya jadi juga. Amira melahap rakus mie instan buatannya.

Tiba-tiba saja ia mendengar suara motor dari luar rumah. Apakah Angkasa baru pulang? Ingin melihat keluar, namun ia masih ingin makan. Jam satu malam, ternyata Angkasa baru pulang. Apakah cowok itu tidak mengantuk saat dijalan? Amira mendengar pintu depan terbuka, padahal ia telah mengunci pintu, mungkin Angkasa punya kunci cadangan, pikirnya.

"Angkasa,"

Angkasa berhenti melangkah saat ingin menaiki tangga. Dia menatap Amira dengan alis terangkat, "Mau mie gak?" Amira tersenyum polos. Sebenarnya itu hanya basa-basi belaka untuk mencairkan suasana. Namun Angkasa tidak menjawab, ia kembali berjalan menaiki tangga. Tadinya Amira ingin bertanya kenapa dia baru pulang jam segini, namun Angkasa tidak pernah memberinya kesempatan untuk berbicara lebih. Dia terus menghindar dan menghindar. Kapan coba Amira bisa ngomong banyak hal bersama Angkasa.

"Oke Amira, tembok tetaplah tembok."

"Jangan sampe aku suka dia."

"Walaupun kita udah suami istri, tapi aku gak boleh jatuh hati sama dia!"

"Jadi orang kok judes banget! Senyum dikit napa, pasti ganteng!"

"Eh! Nggak-nggak! Gak boleh!"









Tbc.

Hello!
Minta krisar & dukungannya yak!

Nuhun❤

ANGKASA [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें