🐧 Tigang Doso Setunggal 🐧

331 22 1
                                    

AUTHOR POV

Dengan melewati pertimbangan dari berbagai cara yang melintas di dalam otaknya, Gavin telah merancang semuanya dengan hati-hati agar hasilnya pun juga sempurna, namun siapa sangka jawaban yang keluar dari mulut Bianca akan sangat jauh berbanding terbalik dengan harapan yang ada di dalam hatinya. Gavin terpukul tatkala mendengar jawaban dari Bianca tadi, apa sikapnya selama ini masih kurang untuk meyakinkan Bianca jika dirinya tidak memandang Bianca dari sisi manapun?

Bahkan dari tatapan mata pun seharusnya Bianca mengerti jika Gavin memang benar-benar tulus mencintainya, tidak memperdulikan seberapa buruknya masa lalu Bianca, karena hal itu memang bukan kesalahannya, Bianca yang menjadi pelacur, menjadi wanita malam, itu semua karena paksaan serta ancaman yang diberikan Shiren untuk kehancuran moral keponakannya sendiri, Gavin tahu itu.

Lalu mengapa Bianca tidak bisa menerima lamaran ini padahal Gavin telah menerimanya apa adanya?

Gavin tersenyum pahit.

Apa jangan-jangan dirinya ini bukanlah sosok suami idaman untuk Bianca? Sehingga Bianca kurang berminat untuk menjadi istrinya?

Secara dia sama sekali tidak berpengalaman pasal cinta, sepanjang hidupnya selama ini hanya ia gunakan untuk belajar dan berbisnis. Mungkin Bianca mengira jika nantinya dia menikah dengan Gavin, maka hidupnya akan membosankan, dan tidak ada kata romantis sama sekali.

Sedangkan Bianca, dia menginginkan sosok suami yang romantis, serta bisa membuat hari-harinya berwarna, dan hatinya dipenuhi oleh bunga, dan mungkin Gavin tidak bisa memenuhi apa yang diinginkan oleh Bianca.

Kalau memang seperti itu, lalu Gavin bisa apa? Dia juga tidak berhak memaksa Bianca untuk menjadi istrinya, Bianca telah mengambil keputusan, dan Gavin harus bisa menghargai keputusannya. Semuanya terasa sangat sulit, namun Lebih baik dirinya juga harus mengikhlaskan Bianca, dan mencari seseorang yang memang bisa menerimanya apa adanya.

Gavin menghela napas panjang.

"Kak". Panggilan itu mampu membuat Gavin menoleh, menatap sejenak ke arah sumber suara, lalu setelahnya, dia kembali menatap lurus ke depan.

Sosok itu tampak berjalan mendekat ke arah Gavin, lalu mengambil tempat untuk duduk di sampingnya, tangannya terangkat, merangkul Gavin, dan mengusap lembut bahunya memberikan ketegaran.

"Kakak yakin mau nyerah sampai sini?". Tanyanya, yang membuat Gavin mengalihkan pandangan, menatap ke arah kumpulan bunga yang berada tak jauh darinya.

Keiza menghela napas panjang. "Kak, Kei mengerti perasaan Kakak saat ini, tapi seharusnya Kakak nggak boleh nyerah".

"Terus Kakak harus ngapain Kei? Kakak bahkan sudah membuktikan ke Bianca kalau Kakak memang mencintainya apa adanya, tetapi Bianca malah menolak lamaran ini, membuat Kakak sadar, kalau Kakak memang bukanlah sosok suami idaman bagi Bianca". Lagi-lagi Gavin tersenyum pahit di akhir kalimat, sorot matanya masih terlihat jelas jika dia tengah kecewa dan merasa frustasi karena satu-satunya perempuan yang dia harapkan untuk menjadi pendamping hidupnya, ternyata malah menolaknya dengan alasan yang bahkan tidak pernah Gavin pikirkan.

"Apa Kakak tidak ingat bagaimana perjuangan Kei untuk meraih cinta Mr. David? Kei tidak akan pernah menyerah Kak, meskipun entah berapa kali Sir menolak Kei".

"Kei dan Kakak itu beda".

"Tapi kita satu hati, Kak".

"Sudahlah Kei, kalau memang Bianca tidak menginginkan Kakak yang mendampingi hidupnya, biarkan saja, tidak perlu dipaksa, Kakak bisa cari yang lain lagi, yang siap menerima Kakak, dan mau memperbaiki diri bersama-sama". Keiza menggelengkan kepalanya pelan, orang yang di hadapannya ini layaknya bukan seperti kakak kembarnya yang ia kenal, mengapa Gavin menjadi sosok yang mudah berputus asa seperti ini? Kemana hilangnya sosok Gavin yang memiliki sikap pantang menyerah itu? Yang selalu optimis, dan tidak mudah untuk menyerah dengan berbagai tantangan yang merajalela di dalam hidupnya.

GAVIN✔ [END]Where stories live. Discover now