𝐃𝐮𝐚 𝐏𝐮𝐥𝐮𝐡 𝐄𝐦𝐩𝐚𝐭; 𝐂𝐨𝐦𝐟𝐨𝐫𝐭𝐚𝐛𝐥𝐞

5 1 0
                                    

" 𝙅𝙖𝙙𝙞𝙡𝙖𝙝 𝙜𝙚𝙢𝙞𝙣𝙩𝙖𝙣𝙜 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙚𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙨𝙚𝙩𝙞𝙖, 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙝𝙞𝙖𝙨𝙞 𝙨𝙚𝙢𝙚𝙨𝙩𝙖.
𝙏𝙚𝙩𝙖𝙥𝙡𝙖𝙝 𝙗𝙖𝙝𝙖𝙜𝙞𝙖––
𝙙𝙖𝙣 𝙟𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙖𝙣𝙜𝙞𝙨, 𝙑𝙞𝙤𝙡𝙚𝙩𝙩𝙖 𝙈𝙖𝙧𝙞𝙨𝙨𝙖."

●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥

Hati ini terbius candu asmaramu
Namamu melintang di hatiku
Kemilau gemintang di hatiku

(Tiara Andiri – Gemintang Hatiku)

●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥

"Mau berdiri di sana, sampai kapan?"

Violet tersenyum. Dia tahu kalau Arsen menyadarinya berdiri di dekat pagar pembatas, lapangan basket.

Dengan langkah lebar dan senyum riang. Violet masuk melalui pintu samping, dan menghampiri Arsen yang sedang melakukan dribbling.

"Pilih tangan kanan atau tangan kiri," tawar Violet. Menunjukkan botol Tupperware berisi air mineral dan handuk di masing-masing tangannya.

"Pilihannya bukan rumah sakit sama kuburan, 'kan?"

Violet tertawa pendek. Cowok itu tidak menghentikan olahraganya, membuat tangan Violet stay di udara.

"Biasanya kalau cewek udah bawa handuk sama minum itu langsung didatangi. Ini malahan ... masih dicuekkin."

"Kan, biasanya. Gue bukan tipe cowok gitu."

Violet mengetakkan kaki ke bumi. "Dasar Pemberi Harapan Palsu!"

Arsen mendengarkan ucapan Violet dengan jelas. Dia bukan termasuk ke dalam jenis laki-laki; dingin, pendiam, serta tidak banyak bicara.

Arsen sendiri tidak sepenuhnya ingin menganggu Violet. Hanya––dia sempat tertawa, saat memandang gadis itu di kejauhan, sejak 20 menit lalu––hingga terbesit keinginan untuk membuat Violet kesal terhadapnya.

"Arsen Pandawa Winata!"

"Itu bukan nama gue," beo Arsen.

"Arsen! Sumpah. Gue pulang, ya, kalau, lo enggak nyamperin gue ke sini!" ancam Violet, yang dihadiahi senyuman miring dari Arsen.

"Gue, kan, enggak nyuruh lo ke sini."

Arsen berhenti mengusili Violet. Dan memutuskan untuk menghampiri gadis itu di tengah lapangan, sambil memeluk bola basket di pinggang.

Violet tidak membalas. Dia menggerakkan ujung flatshoesnya menyentuh rumput, dan membentuk setengah lingkaran.

"Sini, gue haus."

Arsen mengambil botol minuman di tangan kiri Violet, tapi gadis itu terlihat tidak ingin melepaskan tangan dari botol.

"Enggak boleh minum?"

Violet akhirnya mau melepaskan tangannya dari badan botol. Dan membiarkan cowok itu menuntaskan dahaganya.

"Lo jadi pindah ke New York?"

Arsen tersedak, saat memindahkan air mineral ke dalam tenggorokan. Dia mengambil handuk dari tangan Violet, untuk menyeka ujung bibirnya. Lalu beralih untuk menyeka keringat di dahi.

"Ar .... "

"Iya," jawab Arsen, singkat.

"Sekarang lo bisa jawab?" sambung Arsen, mengingatkan Violet pada obrolan mereka yang tidak tuntas, beberapa waktu lalu.

Sementara Arsen menunggu. Violet masih berperang dengan akal sehat dan perasaannya.

"Kalau gitu, lo enggak perlu jawab. Gue bakalan cek sendiri," ucap Arsen, tidak bisa menunggu lagi.

Detik selanjutnya.

Kenangan tidak terlupakan tercipta, mengisi memori di dalam ingatan. Memberi rasa hangat, juga debar yang sulit dijelaskan oleh logika.

Baik perpisahan atau melupakan.

Keduanya bekerja sama––seperti awan yang menghasilkan hujan.

Semoga selalu bahagia, pesan Arsen terakhir––diam-diam, dalam hati, tanpa diketahui oleh Violet.  

●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥

'Thank's for reading! See you in the next chapter, guys!'

And, don't forget to leave a vote and comment.

Warm Hug,

ELEANOR JEUNE

Saranghae, Cogan!Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora