𝐄𝐦𝐩𝐚𝐭; 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐦𝐛𝐚𝐤 𝐑𝐚𝐡𝐚𝐬𝐢𝐚

23 19 3
                                    

"𝙏𝙚𝙧𝙟𝙚𝙗𝙖𝙠 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙨𝙪𝙖𝙩𝙪 𝙢𝙖𝙨𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙢𝙚𝙢𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙖𝙙𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙣𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖𝙣.
𝙏𝙖𝙥𝙞, 𝙟𝙞𝙠𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙟𝙚𝙗𝙖𝙠𝙣𝙮𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙥𝙖𝙧𝙖 𝙘𝙤𝙜𝙖𝙣.
𝙄𝙩𝙪 𝙗𝙖𝙧𝙪 𝙨𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙨𝙖𝙩𝙪 𝙗𝙚𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙠𝙚𝙣𝙞𝙠𝙢𝙖𝙩𝙖𝙣."

●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥


"Hanya ada satu tenggan. Dan, itu tidak bisa menarik kesimpulan."
[tenggan; tanda]

Nadhira menampilkan mimik muka serius, sambil menuliskan sesuatu di bagian halaman belakang, buku tulisnya. Otaknya bekerja, untuk memecahkan misteri dari mimpi yang terjadi kepada Violet.

Setelah kejadian di kantin. Nadhira jadi tertantang untuk mencari tahu si 'penembak rahasia' itu.

Sementara Jihan dan Zalfa. Kedua gadis itu melingkari tempat duduk Nadhira. Dengan menarik kursi agar bersebelahan--dan Nadhira yang duduk di tengah-tengah mereka.

Berbeda dengan teman-temannya yang sibuk memikirkan jalan keluar dari permasalahan Violet. Sang empu sendiri malah tersenyum, bak seorang gadis yang sedang kasmaran.

"Vi!" Violet tak menyahut. Dia melebarkan senyumannya sembari berpangku dagu dengan telapak tangan kirinya.

Dipanggil oleh Zalfa tak menyahut. Nadhira yang juga memiliki sifat bar-bar khas Violet lantas merebut buku novel di genggaman tangan Jihan. Lalu menjadikan badan buku itu sebagai alat untuk memukul kepala Violet. Gadis itu lantas mendongak dan menampilkan air muka marah. Sebelum emosi Violet meledak. Buru-buru Nadhira mengangkat buku tulisnya, menunjukkan beberapa planning untuk memancing kedatangan si 'penembak rahasia'.

"Lo pikir. Waktu, tenaga, dan pikiran kita di sini cuma buat ngeliatin lo senyam-senyum gak jelas, apa?"

Violet membalas dengan mengangkat jari telunjuk dan tengah secara bersamaan, isyarat damai.

"Maaf. Habisnya, gue, tuh, suka kebayang gitu ... kalau, kesetrum sama cogan dikit."

Mendengar alasan klasik dari Violet. Tidak membuat hati Nadhira luluh.

"Ya, udah. Iya, maaf. Jadi, gimana, nih?"

Nadhira mendekatkan buku tulisnya ke arah Violet.

"Kita cuma punya tiga clue. Satu, suara lonceng. Dua, parfume rasa mangga. Dan, tiga, mimpi lo."

"Mimpi gue?" Violet mengerutkan keningnya, tipis.

"Iya, mimpi lo. Coba, deh, inget-inget lagi. Waktu dia menyampaikan perasaan. Soalnya, khusus, permasalahan ini. Yang bisa nebak suara cowok itu, ya ... lo, sendiri!"

Violet diam, beberapa detik. Menyerap beberapa kalimat dari Nadhira ke dalam otaknya.

Gadis itu memalingkan wajah ke arah Arsen yang sedang tertidur di bangku belakang, pojok, baris kelima dari tempat duduk Violet. Cowok itu tampak tidak terganggu dengan suara berisik dari anak laki-laki yang sedang melakukan 'adu panco' di samping tempat duduknya.

Kemudian, pandangannya beralih untuk mencari sosok Leo. Tapi ... di mana, lelaki cerdas itu? Kepalanya tak berhenti celingak-celinguk mencari keberadaan cucu dari Albert Einstein.

"Cari siapa, Vi?" tanya Jihan.

"Cogan. Siapa lagi?" beo Nadhira. Gadis itu menutup buku tulisnya, kesal. Percuma dia ber-gaya seperti seorang detektif. Kalau yang dia bantu, malah tidak respect sama sekali.

Saranghae, Cogan!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora