𝐃𝐮𝐚 𝐏𝐮𝐥𝐮𝐡 𝐒𝐚𝐭𝐮; 𝐇𝐞𝐚𝐫𝐭 𝐋𝐨𝐜𝐤

4 3 0
                                    

"𝙎𝙚𝙥𝙚𝙧𝙩𝙞 𝙧𝙪𝙢𝙖𝙝 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙪𝙩𝙪𝙝𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙪𝙣𝙘𝙞.
𝙃𝙖𝙩𝙞 𝙥𝙪𝙣 𝙟𝙪𝙜𝙖 𝙨𝙖𝙢𝙖.
𝘿𝙖𝙣 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙨𝙖𝙩𝙪 𝙢𝙖𝙣𝙪𝙨𝙞𝙖.
𝙔𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙜𝙖𝙣𝙜 𝙠𝙪𝙣𝙘𝙞 𝙩𝙚𝙥𝙖𝙩––
𝙖𝙜𝙖𝙧 𝙙𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙢𝙖𝙨𝙪𝙠 𝙠𝙚 𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙝𝙖𝙩𝙞."

●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥

Violet berhadapan dengan tilik tajam Arsen. Tatapan jail bercampur nakal itu menjadi hal pertama yang dapat diartikan oleh Violet.

"Kasihin dulu pesenannya ke temen-temen lo. Kasihan, mereka udah nunggu," sahut Arsen, menarik sudut bibirnya, tersenyum miring––sesuai dengan ciri khasnya.

Violet mengangguk canggung, kemudian pergi dari hadapan cowok itu. Tapi, baru satu langkah, Arsen sudah mencegahnya.

"Balik lagi ke sini, kalau udah nganterin."

Violet mengedipkan mata, beberapa kali.

"Ke sini?"

Arsen menggangguk, dan berbicara, "Iya ... lo kenapa, sih? Canggung banget di depan gue. Suka, ya?"

Mendengar itu, Violet langsung berdeham cukup kencang. Bahkan, dia sampai mengalihkan wajah ke sisi lain, serta harus merasakan hawa panas tidak biasa di sekitar pipinya.

"Apa? Enggak! Lo selalu pede, gitu, ya?"

Arsen tertawa pendek.

"Bukan gue yang pede. Tapi lawan bicara gue yang gemesin," sambungnya, berhasil membuat Violet menelan ludah kasar-kasar.

"Gue enggak mau balik! Temen-temen gue lagi asik gosipin lo! Enggak mungkin, gue sampai ketinggalan. Bakalan gue kasih tahu sikap lo yang di atas kata 'enggak wajar' itu!"

Violet memberikan klimaks dengan menghentakkan kaki ke lantai. Lalu berbalik badan, berjalan dengan langkah kaki cepat untuk sampai ke meja kantin, tempat teman-temannya duduk.

●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥

"Mau ngomong apa? Waktu gue enggak lama!"

Arsen hampir saja tertawa terpingkal-pingkal, jika tidak langsung membungkam mulut dengan telapak tangannya yang menganggur.

Sedang Violet. Gadis itu stay-cool dengan menyilangkan kaki, dan menaruh tangan di atas paha.

"How are you?"

Violet mengerutkan dahi.

"Only that?"

Arsen tersenyum tipis.

"Tepatnya, how is your heart??"

"I am fine. And, I'm always happy," jawab Violet, menampilkan fake smilenya.

"Sorry," ucap Arsen, tulus.

"For what?"

Sunyi beberapa menit.

Keduanya menikmati udara sejuk dari wind free, yang berasal dari pohon beringin tua, di samping mereka.

"Karena gue terlalu tampan, dan––"

"Please, Sen. Bukan saatnya test minat bakat," potong Violet, dengan diakhiri senyum.

Arsen tidak membalas lagi. Pandangannya lurus mengarah pada pemandangan tanaman anggrek dan mawar di depan––dua jenis bunga yang berbeda, namun saling melengkapi.

"Gimana, Sen?"

Arsen menoleh ke arah Violet.

"Jadi, lo mau ngomong apa? Waktu kita terhalang jam pelajaran yang bentar lagi dimulai. Kalau lo enggak ngomong, gimana kita 'para cewek,' bisa tahu," lanjut Violet, setengah kesal karena Arsen menunda topik pembicaraan.

"Tentang orang yang diam-diam suka sama lo itu ... sebenarnya adalah––"

Violet tersenyum. Lega sudah hatinya, karena mendapatkan konfirmasi. Sejujurnya, tanpa diberitahu oleh Arsen. Dia sendiri sudah menemukan dalangnya. Namun Violet memilih untuk menjauh, sebab, rasa yang mengendalikan hanya dirinya.

Sementara Violet, dia masih bimbang tentang kepada siapa hatinya berlayar. Daripada menerima dan menjalani. Violet ingin belajar, sampai dia menemukan kunci––bagaimana cara mencintai, tanpa melukai. Tentu, tidak mudah, tapi seiring berjalannya waktu. Violet yakin dapat menemukan kuncinya.

●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥

'Thank's for reading! See you in the next chapter, guys!'

And, don't forget to leave a vote and comment.

Warm Hug,

ELEANOR JEUNE

Saranghae, Cogan!Where stories live. Discover now