𝐒𝐞𝐦𝐛𝐢𝐥𝐚𝐧; 𝐁𝐢𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠

18 11 0
                                    

𝐍𝐨𝐭𝐞; 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐝𝐢𝐭𝐮𝐥𝐢𝐬, 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐫𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢. 𝐉𝐚𝐝𝐢, 𝐡𝐚𝐫𝐚𝐩 𝐦𝐚𝐤𝐥𝐮𝐦! ʕ·ᴥ·ʔ




●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥

"𝘽𝙖𝙜𝙖𝙞𝙢𝙖𝙣𝙖 𝙗𝙞𝙨𝙖 𝙖𝙠𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙗𝙚𝙧𝙝𝙖𝙧𝙖𝙥?

𝙆𝙖𝙡𝙖𝙪 𝙥𝙚𝙩𝙪𝙣𝙟𝙪𝙠 𝙙𝙖𝙧𝙞𝙢𝙪 𝙨𝙪𝙙𝙖𝙝 𝙨𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙠𝙖𝙩?"

𝙆𝙖𝙡𝙖𝙪 𝙥𝙚𝙩𝙪𝙣𝙟𝙪𝙠 𝙙𝙖𝙧𝙞𝙢𝙪 𝙨𝙪𝙙𝙖𝙝 𝙨𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙠𝙖𝙩?"

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

"Sebagai umat Muslim, kita harus memiliki jiwa yang bersih. Jangan sampai, kita berbuat fasad di muka bumi. Seperti yang terkandung dalam QS. Al-A'raf ayat 56. 'Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.'"

Seperti biasa, hari Jumat pada jam pertama, Pak Hadi selaku guru Pendidikan Agama sedang memberikan nasihat dari beberapa materi yang dia bawakan kepada beberapa muridnya di dalam kelas.

Gadis yang mengombre rambutnya dengan warna abu itu menyangga pipi kanannya dengan tangan. Matanya menatap lurus jendela di samping kanannya. Sekelebat ingatan tentang mimpinya kemarin, dan sikap tak biasa dari Michael, Leo, dan Arsen telah membuat Violet gundah gulana. Dia merasa, kalau tidak hanya otaknya yang diajak berpikir untuk memecahkan masalah. Melainkan, hatinya juga ikut terbawa ke dalam 'petualangan mencari cinta pertama'.

Violet bukan tidak ingat kata-kata dari Jihan kalau mimpinya, bisa saja merupakan halusinasi. Tapi, harum mangga dan suara lonceng itu terdengar lagi di telinganya. Hingga membuatnya menjadi bimbang.

Bagaimana tidak? Jika dua petunjuk itu muncul saat Violet sedang bersama dengan Arsen, Michael, dan Leo. Dan, dapat dipastikan, jika salah satu dari mereka yang merupakan penembak rahasia.

PUK!

"Haishh!" keluh Violet, bersuara cukup kencang––saat kapur putih mengenai kepalanya. Sontak Violet mendongak, hendak meneriaki pelaku dari dalang yang menyebabkannya hilang konsentrasi itu.

"Ini, nih. Salah satu anak yang harus dirukiyah! Biar iblisnya keluar semua." Pak Hadi, guru yang memakai kopiah hitam itu menunjuk ke arah Violet saat gadis itu melayangkan tatapan tajam padanya.

Terkejut, karena bukan Nadhira atau Zalfa pelakunya. Violet malah menemui wajah garang dari Pak Hadi. Gadis itu lantas mengubah ekspresinya menjadi seorang gadis polos di hadapan ustaz sekaligus hafiz––yang sangat Violet segani.

Saranghae, Cogan!Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ