Bagan Tigapuluhdelapan : Tanpa Saga

Start from the beginning
                                    

"Wah, lo mau nikahin Bian tapi nggak mau anak-anaknya?"

Ia tersenyum miring.

"Dia bukan anak gua, buat apa gua ngurusin mereka? Gua cuma mau Bian, dan setelah menikah nanti, gua bawa dia pergi jauh. Tugas lo cuma singkirin keempat anaknya. Apalagi si tengil Daffin"

•••

Marva sudah sampai di sekolah anak-anak Bian karena ia ditugaskan untuk menjemput Deon, Janu, Agam dan Alden.

Tak lama, keempat remaja itu keluar dan menghampirinya.

"Sudah mau pulang, tuan-tuan?" tanya Marva.

"Jangan pulang dulu om, gimana kalo kita main teamzone berlima?" seru Deon yang dianggukan oleh tiga remaja lainnya.

Marva tersenyum dan mengangguk. Mereka pun masuk mobil dan pergi menuju teamzone.

Hingga beberapa jam berlalu.

"Aaaa om curang!" pekik Agam saat kalah main basket.

"Loh, saya nggak curang tuan Agam" sahut Marva.

"Uuu Agam kalah, nih liat aku main" ucap Janu bangga. Agam berjalan dan berdiri disamping Alden, Alden mengelus punggung Agam.

"Yang sabar, Agam" ucap Alden.

"Makasih, Alden" balas Agam.

Pertandingan basket dimulai. Abaikan Deon diujung teamzone masih berusaha mengambil boneka dimesin capit.

Menit kemudian.

"Akh, aduh, tuan Janu"

"Curang! Om curanggg HIYAAA!!!!"

Janu menjambak rambut Marva.

"Ampun, tuan Janu. Astaga"

Agam dan Alden tertawa girang dan ikut menjambak rambut Marva.

"Benerkan apa kata aku, om Larva curang!" ucap Agam.

"Marva, tuan Agam"

"Ishh jangan ngejawab!"

"Iyanih, nanti aku bilangin tante Bian tau rasa!" sahut Alden.

Dan begitulah nasib Marva beberapa jam kedepan.

•••

Bel sekolah berbunyi nyaring, para murid berhamburan keluar untuk pulang.

Tak terkecuali Luci, dia keluar dari kelas seorang diri. Ya, sejak saat itu ia memilih menyendiri dan bahkan kedua temannya membencinya. Tapi ia tidak peduli, bahkan sekarang sendiri lebih baik.

Luci berjalan dikoridor tanpa mengetahui ada dua orang dibelakangnya yang membuntutinya.

Ya, kedua teman Luci menatap punggung Luci dengan senyum remeh. Kemudian mereka saling tatap dan mengangguk, lalu berjalan mendekat pada Luci.

Salah satu dari mereka mengeluarkan sapu tangan yang sudah mereka beri obat bius dan tanpa aba-aba langsung menyekap Luci.

Luci yang tak siap hanya bisa memberontak tapi tangannya ditahan oleh keduanya. Mata Luci yang membulat dan merah menatap kedua temannya dengan tidak percaya.

"Hai, penjilat. Rasain pelan-pelan apa yang nanti kita lakuin ya?" bisik bengis salah satu dari mereka. Dan kemudian Luci tak sadarkan diri.

•••

Luci membuka matanya dengan sekujur tubuhnya yang sakit. Dan setelahnya ia sadar kalau tubuhnya diikat duduk dikursi di gudang sekolah yang tidak pernah didatangi orang.

MCW 2 ✔ (END)Where stories live. Discover now