"Belum," jawab Disha lesu.

"Kenapa nggak makan sih By? Liat tuh wajah kamu mulai pucet lagi, sekarang makan ya aku yang suapin," tawar Dafa lembut, Dafa memang sudah biasa memanggil Disha dengan sebutan Baby.

"Mau," seru Disha semangat.

"Ya udah tunggu sini, biar aku yang ambilin ke bawah." Setelah mengucapkan hal itu, Dafa pun kembali keluar mengambilkan makanan untuk Disha.

Setelah beberapa menit, Dafa pun kembali dengan makanannya. Namun, senyumnya terbit saat melihat seorang gadis yang sudah kembali meringkuk di atas kasurnya dengan mata terpejam.

Dafa pun berjalan menuju gadis tersebut, ia pun menaruh makanannya di atas nakas. Ia akan menyuapi Disha nanti jika gadis itu sudah kembali terbangun.

"Cepat sembuh ya By," bisik Dafa.

"Masih sama kayak bayi, nggak ada yang berubah," gumam Dafa sambil menatap wajah Disha tanpa ada rasa bosan sekali pun.

****

Seminggu telah berlalu, hari demi hari Disha lewati dengan berdiam di kamar. Dan sudah seminggu pula Dafa selalu menemaninya di setiap pagi tanpa sepengetahuan Daren.

Dafa yang selalu membangunkan Disha dan Dafa juga yang akan menyuapinya. Bermain, bercerita hingga bercanda yang membuat disha tak merasa kesepian.

Mengenai Daren, Disha sudah jarang ketemu dengan laki-laki itu, karena ia jarang keluar dan Daren pun juga sering keluar.

"Daren tungguin Disha," ujar Disha sambil mengenakan sepatunya.

"Lama banget sih," decak Daren yang sudah jenuh menatap Disha dari tadi yang ternyata masih sibuk dengan tali sepatunya.

"Disha nggak bisa naliin sepatunya," ujar Disha dengan mata yang sudah berkaca-kaca, biasanya ada seorang pelayan yang akan menalikan sepatunya, tapi sekarang pelayan itu sedang izin tidak bekerja.

"Kalau nggak tahu naliin sepatu, kenapa beli yang ada talinya?" tanya Daren sedikit ketus.

"Biasanya ada Bibi yang bantuin Disha," sahut Disha.

"Gitu doang lo nggak bisa?"

"Daren kalau nggak mau bantuin Disha, nggak usah marah-marah ke Disha," sungut Disha menahan tangisnnya agar ia tidak berlama dengan kegiatannya.

Daren menarik rambutnya frustasi, lalu ia pun berjongkok di depan Disha. Ia sadar jika ia terlalu kasar dengan gadis di depannya ini.

"Maafin gue," ucap Daren pelan lalu mengangkat kaki Disha dan menaruh kaki tersebut keatas pahanya, Daren pun langsung mengikatkan tali sepatu Disha.

"Daren, nanti celana Daren kotor." Disha ingin menjauhkan kakinya, tapi ditahan oleh Daren.

"Diem, gue nggak masalah sama celana gue," sahut Daren yang terus melakukan kegiatannya.

"Sorry, selama seminggu ini gue nggak bisa jagain lo," ujar Daren tulus.

Disha yang mendengar hal itu langsung tersenyum. Meski dengan hal sekecil itu mampu membuat hati Disha berdebar.

"Ng-nggak papa kok," balas Disha. Entah kenapa dia malah gugup sendiri.

****

"Daren. Ini kan bukan jalan menuju ke sekolah kita?" tanya Disha bingung saat melihat jalan yang tidak pernah ia lewati.

"Gue mau jemput orang dulu," sahut Daren.

"Siapa?"

"Itu dia di depan," tunjuk Daren kepada seorang gadis yang berdiri dipinggir jalan lengkap dengan seragam sekolahnya.

"Bianca," gumam Disha saat melihat gadis yang dimaksud oleh Daren adalah Bianca.

"Jadi seminggu ini Daren selalu jemput Bianca?" tanya Disha tidak percaya.

"Iya, emang kenapa?"

"Daren jahat ya, Daren tuh udah punya pacar. Seharusnya Daren nggak usah deket-deket sama cewek lain."

"Terus apa bedanya sama lo yang lagi deket sama Dafa? Jangan pikir gue nggak tahu kalau Dafa selalu dateng ke mansion buat ketemu sama lo," balas Daren.

Daren dari dulu memang sudah tidak suka dengan Dafa, karena laki-laki itu selalu unggul darinya. Namun, Dafa pergi keluar di saat mereka masih SMP kelas satu, Daren sangat senang karena saingannya pergi, tapi sekarang laki-laki itu malah kembali lagi ke hadapannya. 

"Jadi Daren tahu? Tapi Disha nggak suka sama Dafa, Disha tuh sukanya cuman sama Daren." Katakan saja jika Disha sedang menjatuhkan dirinya saat ini, tapi ia berkata jujur, jika ia memang hanya mencintai Daren.

"Bukan urusan gue," sahut Daren ketus.

Mobil Daren pun sudah berhenti tepat didepan Bianca.

"Lo pindah kebelakang, biar Bianca duduk di depan," titah Daren sebelum turun.

"Nggak mau. Disha mau di depan sama Daren," tolak Disha tidak terima.

"Nggak usah kayak anak kecil, sekarang lo pindah," sentak Daren.

"Daren jahat Disha nggak suka hiks..." Disha pun langsung keluar dan pindah ke belakang.

Braaak

Disha membanting pintu mobil tersebut dengan sedikit keras.

"Lho ada Disha. Kenapa pindah ke belakang? Biar gue aja yang dibelakang," tanya Bianca bingung saat melihat Disha yang keluar dari mobil Daren.

"Nggak usah," sarkas Disha.

"Udah kamu duduk di depan, lagian Disha juga nggak mau."

Bianca tersenyum kepada Daren yang membalas senyumannya.

Sedangkan Disha mati-matian menahan tangisannya agar tidak keluar. Disha adalah gadis yang cengeng, tapi sekarang dia harus menahan tangisnya saat melihat Daren yang dengan mudahnya tertawa saat didekat Bianca, sedangkan jika bersamanya Daren akan terlihat begitu dingin.

Baru saja laki-laki itu mengatakan maaf kepadanya, tapi sekarang laki-laki di depannya ini kembali menyakitinya.









TBC

Author mau double up, tapi tadi sibuk banget. Ee Kapan-kapan aja deh double up nya.

DISHA_ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang