Teman sekamar ini

80 14 0
                                    

Semakin lama, Haven semakin dekat dengan banyak orang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semakin lama, Haven semakin dekat dengan banyak orang. Mau itu dengan Hazel, mau itu dengan Jayde, intinya dengan siapa saja. "Sampai jumpa besok, Haven!" seru Hazel. Haven ikut melambaikan tangannya pada Hazel. Jayde yang baru saja keluar dari kelasnya itu hanya berdiri di samping Haven kebingungan.

"Kau.. berteman dengan Hazel?!" heboh Jayde. Kini malah Haven yang kebingungan. "Wow, ini gila." Haven semakin mengerutkan dahinya, apa maksud Jayde mengatakan ini? Memangnya ada apa dengan Hazel? Salahkah ia berteman dekat dengannya?

"Maksudmu?"

"Kau tidak tahu, ya? Hazel dikenal orang yang tidak mudah untuk diajak kenalan, Haven. Teman sekelasku pernah ada yang mau mendekatinya untuk mengenal dia lebih, sayangnya usahanya tidak berguna sama sekali," kata Jayde sambil menaikkan kedua bahunya. Sepertinya itu adalah ciri khas Hazel. Sudah sering sekali Haven mendengar opini ini, padahal Haven kira Hazel tidak sependiam itu. Yah, hanya Haven dan Tuhan yang bisa melihat sisi itu.

"Dan lagi, Hazel orang yang kaku untuk berbicara santai. Dia lebih sering menggunakan bahasa baku," tambah Jayde. Haven kembali bingung, justru Hazel sangat sering pakai bahasa santai padanya.

"Aku rasa itu sudut pandangmu, Jayde.."

"Begitu? Memangnya bagaimana dia dalam pandanganmu?"

"Dia sama seperti kita, tapi dia memang tidak begitu pandai berkenalan langsung. Entah apa yang termasuk dalam ciri-ciri teman yang ia ingin anggap sebagai teman," tutur Haven sambil berjalan pelan bersama Jayde.

"Dengar, Hazel mungkin canggung dengan beberapa teman, tapi dia juga bisa dekat," kata Haven lagi. Haven kerap melihat Hazel makan di kantin dengan teman-teman lainnya. Mereka sering bergurau, persahabatan mereka sangat menyala. Itu membuat Haven sadar kalau apa yang dikatakan teman-teman tidak selamanya benar.

"Dia terlihat cuek."

"Memang itu daya tariknya, kan?"

:

Hazel kembali di rumah yang ramai, sepi, penuh kemarahan. Ia terdiam di lorong ketika mendengar ayahnya membentak ibunya. Mereka saling mencela, memaki, melupakan satu sama lain. Kedua maniknya mengosong, yang ia pikirkan adalah seharusnya ia sudah terbiasa dengan hal ini. Suara gelas kaca yang dilempar mengiringi telinganya. Ia pun berjalan lesu ke kamar. 

Pintunya ia tutup pelan-pelan, tidak mau terlalu keras. Ia terbaring diam di kasur, hanya melamun. Suara di bawah semakin terdengar, ia berusaha untuk tidak memperhatikan satu per satu ucapan. Percuma, ia terpaksa kembali turun karena mendengar teriakan takut ibunya. Ia turun dengan buru-buru. Ia segera mendekati ayahnya yang mau melayangkan pukulan keras kepada ibunda. Di situ, Hazel menahan pergelangan tangan sang ayah. "Jangan lagi-lagi kau melukai ibuku, mengerti?" ancam Hazel dengan suara yang rendah dan tatapan yang garang.

[ ― promise me ; zuo hang ]Where stories live. Discover now