I

122 13 2
                                    

Pagi berikutnya, semakin lama Ivory terbaring, rasanya semakin membosankan

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Pagi berikutnya, semakin lama Ivory terbaring, rasanya semakin membosankan. Ingin keluar, tetapi ia masih sakit. Nyonya Clarke menegaskan bahwa Ivory tidak boleh ke mana-mana selain di rumah. Ivory tidak perlu ke kafe, cukup di rumah saja. Berakhir rasanya jenuh.

"Ivory, apa kau sudah bangun?" tanya Jorell sedikit jauh dari luar. Tak lama, pintu kamar gadis itu dibuka, menampakkan Ivory yang melamun di atas kasur. "Bagaimana dengan tenggorokanmu? Masih sakit, tidak?" tanya Jorell lagi. Ivory hanya menggeleng. Melihat itu, Jorell merasa lega.

"Tidak begitu sakit seperti kemarin, kau bisa mendengarku sekarang, kan?"

"Iya, suaramu sedikit kembali. Tapi kau masih harus minum obat dan jangan minum yang dingin dulu. Mau aku bikinkan teh?"

"Di mana Ibu?"

"Ibu? Ibu menyiapkan beberapa roti," jawab Jorell. Ivory hanya mengangguk paham sebagai tanggapannya, kemudian memperhatikan Jorell yang pergi ke arah dapur untuk membuatkan teh.

Selagi menanti, Ivory memainkan cello yang diberikan kakeknya. Jorell dapat mendengar bunyi cello itu, ia tersenyum ketika melihat adiknya bermain. Terlalu asyik bermain, Jorell pun datang dengan secangkir teh hangat untuknya. "Kau sebaiknya kembali berlatih, Ivory," ujar Jorell.

"Aku menyerah."

"Tidak boleh begitu, kau tidak boleh berputus asa. Mau, kan? Kau bisa bermain dan berlatih bersamaku, kapan pun semaumu."

:

Karena Jorell sudah di luar, maka Haven pun diminta Nyonya Clarke untuk menengok keadaan Ivory. Ia sudah memohon izin untuk naik ke rumah dan memasuki kamar Ivory. Ia mengetuk pintu kamarnya. "Siapa?" tanya Ivory dari dalam.

"Haven!"

"Oh, masuklah!"

Pintu pun dibuka pelan oleh Haven, terlihat di matanya bahwa Ivory tengah bermain dengan cello-nya. "Bagaimana dengan keadaanmu?" tanya Haven tetap berdiri di dekat pintu.

Ivory tidak menyadari kalau Haven sangat-sangat tampan hari ini, karena Ivory terlalu sibuk dengan lagu yang ia pelajari.

"Aku yakin aku sudah lebih baik dari kemarin."

"Kau yakin? Kau tidak mau beristirahat lebih lama? Sebaiknya sekarang kau berbaring saja," usul Haven dengan senyuman.

"Kau tahu? Aku bos-" Kalimat Ivory berhenti ketika ia mulai melihat ke arah Haven. Ia mengerjapkan matanya tak percaya. "Kau Haven?" Haven hanya menganggukinya, malah ia kebingungan.

"Tumben kau tampan," sambung Ivory. Gadis itu boleh saja menyukai Haven, tetapi ia baru benar-benar sadar kalau Haven pemuda yang tampan. Terkadang tidak hanya Ivory saja yang baru tahu, Yancy yang melihat Haven setiap hari saja jarang sadar kalau kakak lelakinya itu rupawan.

"Memang biasanya aku tidak tampan?"

"Ya.. tampan, sih. Tapi aku baru merasakan itu hari ini," balas Ivory. Kemudian ia kembali memainkan cello-nya. "Duduklah, sampai kapan kau akan berdiri di situ?" kata Ivory.

Haven hanya terkekeh. "Baiklah, aku duduk di sana, ya?" tanggap Haven menunjuk ke arah sofa dekat jendela. Ivory menganggukinya. Duduklah Haven di situ, mendengar alunan nada dan memperhatikan Ivory bermain dengan ahli. Ivory benar-benar mendapatkan talentanya dari sang kakek.

Senyuman hangat terpasang jelas di wajah Haven, sudah lama Haven tak mendengar suara cello dari Ivory. Ia merindukannya. "Ivory, apa kau mau meminjam sweater-ku?" Ini sangat mendadak.

Ivory terdiam, sepertinya ada yang baru saja ia lupakan. "Ah, benar! Untung kau mengingatkanku, sweater-ku belum dicuci. Sudah tiga hari, jorok sekali. Astaga," seru Ivory.

:

Yancy berbaring di sofa menatap kosong langit-langit ruang tengah. Ia sebenarnya ingin sekali melihat Haven jatuh cinta, alias alay-alay sedikit. "Yancy, bagaimana menurutmu tentang Ivory?" tanyanya mendadak. Yancy yang tadinya hanya terdiam, refleks menoleh.

"Tiba-tiba?"

"Tentu saja, bagaimana menurutmu?"

"Dia baik, pintar, itu menurutku."

"Apa kau setuju kalau dia menjadi kekasihku?"

"Kau.. kesurupan apa?" Haven kenapa lagi? Mengapa tiba-tiba sekali bertanya begitu kepada adiknya? Apa Haven sudah bosan sendiri? Atau apa Haven bisa membaca pikiran Yancy? Apa Haven melihat teman-temannya mengalami asmara, sehingga ia juga ingin merasakannya? Itulah pertanyaan Yancy.

"Aku tidak kesurupan, tapi apa kau setuju?"

"Seratus persen setuju," jawab Yancy mantap. Haven tersenyum bangga kepada dirinya dan Yancy entah untuk apa. "Tapi kau tidak boleh menyakiti Ivory."

Tanggal diperbarui: 5 Oktober 2023

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Tanggal diperbarui: 5 Oktober 2023.

[ ― promise me ; zuo hang ]Onde histórias criam vida. Descubra agora