39: Emosi menuju kematian

1.9K 449 234
                                    

"Jadi, apa kau akan pergi bersama Shikamaru dan yang lainnya?"

Gerakan tangan gadis bersurai coklat itu terhenti di udara. Pertanyaan yang terlontar padanya hanya ia respon dengan anggukan singkat dan senyuman tipis. Gadis bersurai coklat itu terlihat yakin dengan keputusannya. Kemudian, gerakan tangan yang sempat terhenti kembali bergerak. Kedua tangan yang sudah di balut sarung tangan hitam panjang hingga ke siku kembali bergerak untuk memasang sepatu ninja ke kakinya.

"Yeah, aku akan pergi," sahutnya seusai memasang sepatu ninjanya.

Kemudian gadis itu berdiri dari duduknya. Memasang tali yang biasa mengikat katana di pinggangnya. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku hanya pergi keluar desa untuk membawa Naruto kembali," tambah gadis itu. Katana sudah terpasang di pinggang rampingnya.

Lalu ia beralih mengambil jubah yang terletak di atas tumpukan kayu yang ada di dekatnya. "Dia sudah mengejar Sasuke terlalu jauh sehingga melupakan batasannya sendiri," lanjut gadis itu.

Setelah jubah terpasang dan menutupi pakaiannya, ia menghela nafas lalu menatap sang bibi dengan pandangan lembut yang ia miliki. "Kau tidak perlu secemas itu, bibi Kurenai. Tidak baik untuk kandungan mu jika kau mengkhawatirkan sesuatu secara berlebihan," imbuh (Y/n) sembari menatap perut Kureina yang sudah mulai membesar.

Tak lama lagi anak Asuma akan lahir. Anak itu akan lahir tanpa sosok seorang ayah disampingnya. Dunia memang kejam. Karena dunia seperti ini, anak Asuma harus lahir ke dunia tanpa kehadiran sosoknya.

Kurenai menunduk. Lalu memainkan jari-jemarinya. Hormon kehamilan membuat ia sering mengkhawatirkan banyak hal. "Aku memiliki firasat kalau tujuan mu keluar desa bukanlah untuk membawa Naruto pulang melainkan balas dendam untuk kematian Hana," jelas Kureina. "Jangan bertindak di bawah emosi mu, (Y/n). Kau harus bisa mengendalikan emosi mu dengan baik."

(Y/n) tersenyum, kemudian berjongkok dihadapan Kureina yang tengah duduk di sebuah kursi kayu. Tangan kanan (Y/n) tergerak untuk menyentuh perut besar Kurenai dan ia dapat merasakan gerakan tendangan kecil dari dalam perut Kureina. Senyuman kecil itu kini merubah menjadi senyuman lebar. "Sebentar lagi akan ada kehidupan baru yang lahir ke dunia ini. Ku harap, ketika dia lahir dunia ini sudah damai." Kemudian ia kembali berdiri. Menatap sang bibi dengan lembut. "Kau tidak perlu khawatir, Bibi."

Entahlah, Kureina merasa khawatir dengan gelagat (Y/n). Semenjak kemarin gadis ini tampak menyiapkan sesuatu dengan matang. Bahkan (Y/n) sering kali berbicara dengan dirinya sendiri di setiap kesempatan. Dan jangan lupakan ekspresi yang semakin terlihat aneh. Seperti seorang pembunuh yang tak mau incarannya lepas begitu saja.

"Ku harap, kedua tangan itu tidak kau gunakan untuk membunuh seseorang."

(Y/n) yang mendengar kalimat Kureina hanya terkekeh. Kemudian ia tatap kedua tangannya yang sudah ia angkat di depan wajahnya. Ia tatap telapak tangannya dengan sendu. "Sebelumnya pun tangan ini sudah pernah membunuh beberapa orang ketika menjalankan misi," ujarnya dengan helaan nafas diakhir kalimat.

"Hah, baiklah, aku pergi. Jaga dirimu dan aku titipkan Konohamaru pada mu ya. Beberapa hari ini ku lihat dia sering mewancarai beberapa teman ku." (Y/n) berbalik dan sudah siap untuk melangkah pergi menuju gerbang desa Konoha. "Sampai jumpa."

Dengan lontaran kalimat perpisahan, (Y/n) melompat pergi. Untuk mempersingkat waktu. Karena ada hal yang benar-benar tak sabar untuk ia lakukan.

***

"Aku membenci orang yang berbohong dengan perasaannya sendiri!"

Perkataan Naruto berhasil menyihir orang disekitarnya. Saat ini, (Y/n) dan yang lain sudah sampai di negara Besi. Tempat di mana Naruto berada. Tujuan Naruto berada di sini adalah untuk mengejar Sasuke dan memohon pada Raikage. Naruto pun juga ditemani oleh Kakashi dan Yamato yang menjaganya.

𝐖𝐀𝐓𝐀𝐒𝐇𝐈 𝐍𝐎 𝐌𝐎𝐍𝐎𝐆𝐀𝐓𝐀𝐑𝐈 ; 𝐬𝐡𝐢𝐩𝐩𝐮𝐝𝐞𝐧 ✔︎Where stories live. Discover now