bag 4. Kenangan di Brigif

486 56 4
                                    

Assalamualaikum. Selamat membaca.

|▪|▪|▪|▪|▪|

Hari ini adalah hari dimana kami angkatan kelas 3 menjalani pendidikan karakter di Brigif. Karena peraturan yang berlaku bahwa setiap siswa dilarang membawa kendaraan pribadi, aku memutuskan untuk berangkat bersama Daneen diantar oleh ayah Daneen yang seorang polisi.

"Daneen cepetan. Bapak telat nanti," teriak Bapak Daneen di ambang pintu keluar. Sedangkan aku hanya duduk diam menikmati setoples kue yang disediakan diruang tamu.

"Iya Pak bentar. Hasduknya belum rapi," teriak Daneen dari dalam kamar. Tidak lama kemudian suara pintu dibuka dengan keras dan Daneen sudah berada di ruang tamu. Dia salim pada ibunya yang sedang duduk dihadapanku.

Aku berdiri salim pada ibu Daneen juga lalu mengikuti Daneen yang sudah berjalan ke mobilnya. Begitu kami memasuki mobil, Ayah Daneen melajukan mobilnya menuju tempat tujuan.

"Assalamualaikum ma," teriak Daneen begitu mobil keluar gerbang. Diperjalanan, lagu berjudul Line Without A Hook milik Ricky Montgomery mengalun merdu didalam mobil Daneen.

Alunannya yang semula merdu menjadi tidak merdu semenjak Daneen dan Ayah Daneen bernyanyi mengikuti lirik lagu. Mereka nampak seperti kloningan, tidak ada bedanya. Humornya begitu receh, dikit dikit ketawa padahal tidak lucu. Sekarang mereka tertawa menertawakan suara mereka yang jelek.

"Anye, kamu gak capek temenan sama Daneen?" tanya Ayah Daneen begitu lagu yang dia nyanyikan selesai.

"Capek lek," jawabku. Lek adalah panggilan dalam bahasa Jawa yang berarti paman.

"Capek ya? Sama lek juga," ujar ayah Daneen.

Daneen memanyunkan bibirnya. "Yaudah Daneen juga capek sama Bapak," balas Daneen.

"Mau dikeluarkan dari KK?" Daneen hanya menunjukkan deretan gugurnya mendengar ancaman ayahnya. Aku hanya menggeleng geleng pelan melihat kelakuan anak dan bapak itu.

Sayangnya aku tidak pernah merasakan hal seperti itu dari bayi. Orang orang menyebut aku anak haram. Hasil hubungan gelap antara ibuku dan seorang laki laki tidak bertanggung jawab.

"Yah kok macet," gumam Ayah Daneen membuatku menatap ke arah jendela. Benar saja deretan mobil begitu panjang menunggu giliran untuk masuk.

"Selamat pagi Bapak," ujar seorang tentara sambil hormat kepada ayah Daneen. Ayah Daneen membalas salam serta hormat dari tentara tersebut. "Mohon maaf bapak biar anak anaknya turun saja disini. Biar mereka jalan saja daripada bapak telat," ujarnya.

"Iya betul daripada saya yang telat." Ayah Daneen menoleh kearah Daneen. "Buruan turun, bapak mau kerja. Jangan manja," lanjutnya.

Daneen salim pada ayahnya diikuti oleh aku juga. "Iya iya siapa juga yang manja," gerutu Daneen lalu keluar dari mobil. Setelah Daneen dan aku turun, Ayah Daneen melajukan mobilnya ke pinggir gerbang. Bukannya berangkat kerja, ayah Daneen justru berbincang bincang dengan tentara tadi.

"Tuh kan malah ceket," gumam Daneen sambil menatap ayahnya. (Ceket = Menetap)

Aku hanya tertawa pelan lalu melanjutkan perjalananku memasuki pintu gerbang. Daneen mengikutiku dengan sedikit berlari. Saat akan memasuki gerbang, seseorang memanggilku dan Daneen.

"ANYE DANEEN TUNGGUIN SAYANGGGG." Sontak bukan hanya aku dan Daneen yang menoleh. Orang orang disekitar juga menoleh temasuk bapak Daneen dan tentara yang tadinya berbincang bincang.

Pelakunya adalah Fauzan. Dia berlari dengan menunjukkan deretan giginya. Bulan ada dibelakangnya ikut ikutan berlari sambil menggenggam tas Fauzan. Begitu jarak diantara kami dekat, Fauzan merentangkan tangannya. Dengan cepat Daneen mendorong dahi Fauzan agar adegan teletubis tidak terjadi.

Bunga Anyelir [#2.SGS]Where stories live. Discover now