bag 23. Resmi

222 26 3
                                    

Akhirnya hari yang kutunggu tunggu tiba. Hari pernikahanku dan Mas Yudha. Aku melihat diriku di cermin sudah menggunakan gaun putih untuk Akad yang diadakan kurang dari 1 jam ini.

Daneen di pojok kamarku sedang menangis tersedu sedu. Katanya dia terharu sebentar lagi aku akan menjadi seorang istri. Aku hanya menggeleng pelan lalu kembali menatap kaca. Menatap pantulan diriku yang sudah menggunakan make up. Cantik.

"Daneen kamu daritadi nangis terus. Liat tuh wajah kamu tambah jelek," ujar Ibu Daneen saat memasuki kamarku. Lalu dia menatapku sambil berujar," masyaallah Anye cantiknya berkali kali lipat ya."

"Anye dipuji, anak sendiri dikatain jelek ," sela Daneen.

Ibu Daneen datang mendekat lalu menarik tangan Daneen untuk keluar dari kamarku. Dia mengomeli Daneen yang masih menangis. "Udah gak usah nangis lagi. Cepetan basuh wajahmu, pake pakaian yang rapi. Bentar lagi akad Anye. Masa kamu kaya gini," katanya sambil keluar kamar.

Tak lama kemudian, ibu datang untuk melihatku yang sudah di make up. Dia tersenyum pelan. "Ibu sebenarnya gak rela harus melepas kamu bersama orang lain. Tapi karena ibu lihat kamu bahagia. Ibu siap gak siap harus melepas kamu."

Aku diam. Bingung harus bereaksi apa. Aku bukan Daneen yang gampang mereaksikan apapun pada kedua orang tuanya.

"Permisi mbak, ibu.... sebentar lagi akad akan dimulai. Mempelai laki laki sudah sampai di depan rumah," ucap salah satu tetanggaku.

Ibu mengangguk lalu dia menggenggam tanganku pelan. Dia berdiri membuat aku ikut ikutan berdiri. Kami berdua sama sama berjalan menuju ruang tamu untuk melaksanakan acara Akad.

Diluar sesuai omongan tetanggaku, mempelai laki laki sudah bersiap di depan rumah bersama beberapa temannya yang akan menjadi saksi. Jantungku langsung berdegup kencang melihat Mas Yudha benar benar tampan. Dia benar benar terlihat berkharisma dengan Mas kemeja putih yang dibalut jas hitam. Wajahku tiba tiba saja memanas ketika tatapan kami bertemu.

Aku langsung mengalihkan tatapanku lalu duduk di tempat yang sudah disediakan. Mas Yudha tersenyum padaku lalu ikut duduk disampingku. Begitu kami sudah duduk, penghulu langsung membuka acara.

Penghulu menyerahkan tangannya untuk disalami oleh Mas Yudha. "Pstt pstt," panggil Daneen membuatku menoleh. "Oke sip liat ke kamera," katanya sambil memotretku. Hal itu sontak membuat ibu Daneen mengeplak kepala Daneen. Daneen hanya menunjukkan cengirannya.

"Assalamualaikum Wr. Wb. Kita mulai ya," kata penghulu. Mas Yudha mengangguk.

"Saudara Yudha Armando Pratama Bin Suparman Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Bunga Anyelir binti Trisno dengan maskawin berupa seperangkat alat solat beserta uang senilai 1 juta rupiah, tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Bunga Anyelir Binti Trisno dengan maskawin berupa seperangkat alat solat beserta uang senilai 1 juta rupiah tunai."

"SAH?" tanya penghulu.

Semua saksi langsung berucap Sah dengan lantang. Bahkan suara Daneen terdengar paling keras dari suara saksi lainnya.

Setelah dinyatakan sah penghulu langsung mengeluarkan surat nikah untuk ditandatangani oleh Aku dan Mas Yudha. Mas Yudha mempereh buku nikah berwarna merah dan aku mendapatkan buku nikah berwarna hijau. Setelah itu kami berdua berfoto sambil menunjukkan buku nikah.

Aku dan Mas Yudha saling berhadapan. Mas Yudha menyerahkan tangannya dan aku membalas salaman tangan Mas Yudha, aku salim pada Mas Yudha. Jantungku yang sudah berdegup kencang kini sudah tidak bisa terkontrol.

Detik ini aku sudah menjadi seorang istri. Dari Yudha Armando Pratama.

|▪|▪|▪|▪|▪|

"Anye.... kamu tinggal sini aja ya. Biar Mas Yudha tugas disana seorang diri aja," ucap Daneen padaku di kamar. Besok aku dan Mas Yudha sudah harus berangkat ke bandara untuk menuju Papua.

Aku menatap Daneen sambil tersenyum. Kuserahkan pakaianku yang rapi pada Daneen. Dia menerimanya lalu meletakkan pakaianku di ranjang tidur.

"Mana bisa gitu nin," kataku. Aku berjalan ke ranjang lalu duduk dihadapan koper yang terbuka lebar.

"Nanti aku kangen," katanya manja. Dia mengerucutkan bibirnya. Bukan terlihat imut, aku justru greget untuk memukul bibirnya dengan buku fisika.

"Tau gak yang namanya video call," kataku. Dia mengangguk masih dengan mengerucutkan bibirnya. "Yaudah video call aja."

"Beda sensasinya," ujarnya. Setelah itu dia membantuku meletakkan pakaian yang diperlukan kedalam koper.

Keesokan harinya, saat aku bersiap siap menuju Bandara. Ternyata Daneen datang dari rumahnya sambil menangis. Dia memelukku tidak rela harus melepasku secepat itu. Aku hanya mengelus elus punggungnya menenangkan.

"Ini anak ya," kata Mas Yudha greget dengan kelakuan Daneen. "Udah lepas gak usah meluk istriku lama lama."

Daneen melepas pelukannya dariku lalu menatap Mas Yudha tajam. Mas Yudha hanya memutar bola mata lalu kembali masuk kedalam rumahku untuk mengambil beberapa barang. Ibu ikut ikutan masuk ke dalam untuk membantu Mas Yudha.

"Wah gak nyangka ya Anye dapat tentara," kata Bu Soraya. Ibu Iva begitu melihatku dan Daneen diluar rumah. "Saya pikir kamu bakal kaya Ibu kamu," ujarnya mengejek.

Dia melihat ke pintu rumahku, Mas Yudha keluar sembari membawa koper. Bu Soraya yang melihat itu langsung bergegas pergi tanpa pamit. Aku hanya menggenggam tanganku erat menahan amarah melihat kelakuannya.

"Itu ibu ibu ya mulutnya minta disekolahin," kata Daneen. Dia menendang angin untuk meluapkan kekesalannya.

"Kenapa kau?" tanya Mas Yudha melihat Daneen yang menendang angin. Daneen hanya menggeleng pelan lalu membantuku memasukkan barang ke dalam mobil.

Begitu semua selesai, aku dan Mas Yudha pamit kepada Ibu. Aku juga pamit kepada Ibu Daneen dan kakak Daneen. Terakhir pamit pada Daneen, tidak lupa aku memeluknya erat. Setelah itu aku dan Mas Yudha menaiki mobil yang akan mengantar kami berdua menuju bandara.

Aku menatap rumah yang sudah kutinggali selama kurang lebih 18 tahun. Lalu menatap ibuku yang tersenyum nampak seperti menahan nangis. Sedangkan Daneen sudah menangis sambil memeluk kakaknya.

Aku melambai lambaikan tanganku pada mereka begitu mobil berangkat. Mas Yudha menggenggam tanganku selama mobil berjalan. Aku tersenyum lalu menyandarkan kepalaku ke bahunya.

Mas Yudha benar benar menyayangiku. Walaupun aku dan dia hanya tinggal berdua di Papua tanpa sanak saudara tetapi Mas Yudha selalu menemukan cara agar aku tidak kesepian.

Contohnya dia mengenalkan aku pada istri temannya agar aku tidak kesepian. Dia memasak makanan untukku saat aku tidak tahu memasak. Dia selalu mengungkapkan rasa sayangnya padaku secara terang terangan. Aku selalu tersipu dengan setiap kelakuannya padaku.

6 bulan kemudian, Daneen mengirimi aku sebuah foto. Foto dirinya bersama seseorang laki laki yang baru saja lulus dari pendidikan TNI. Awalnya aku tidak mengenali orang tersebut karena orang tersebut gundul. Aku sempat bertanya pada Daneen siapa orang yang ada di sebelahnya. Dia membalasnya dengan emoticon menangis.

Akhirnya aku mengamati orang tersebut lamat lamat hingga aku tersadar. Orang yang ada disebelah Daneen adalah Fauzan. Dia sudah lulus dan dilantik.

Dilantik sebagai Prajurit Dua. Prada Fauzan Einar Wijaya.

|▪|▪|▪|▪|▪|

Hayuk baca cerita Bulan. Yang sudah baca prolognya yuk absen.

Salam,

Elga senjaya

23 Maret 2021

Bunga Anyelir [#2.SGS]Where stories live. Discover now