bag 11. Dia

184 24 0
                                    

"Jan van tolongin dong," teriaknya saat membangun tenda perempuan bersama Bulan dan Daneen. Fauzan dan Ervan yang selesai membangun tenda mereka langsung mendatangi kami yang ada disebelah tendanya.

Ervan menarik kerudung Daneen kebelakang. Membuat kerudung Daneen yang rapi kini hampir menampakkan rambutnya. "Ini gimana sih masang tenda aja gak cak cek. Padahal anak pramuka," ucap Ervan lalu mengambil alih besi yang dipegang Daneen.

"Beda jenis tenda oy," kata Daneen. Lalu Daneen membalaskan dendamnya dengan mengeplak kepala Ervan.

"Sini mana," ucap Fauzan lalu mengambil alih besi yang aku pegang. "Bulan sama Anye duduk aja perintahnya."

Aku mengangguk lalu kami bertiga berniat untuk duduk. Menunggu Fauzan dan Ervan memasang tenda dengan benar. "Eh Daneen sini jangan duduk. Bantuin kita," ucap Fauzan lagi.

"Lah kenapa?"

"Kamu kan anak pramuka harus paham jenis jenis tenda." Daneen mengerucutkan bibirnya mendengar penjelasan Fauzan. Dia berdiri membantu Fauzan dan Ervan.

"Nya," panggil Bulan. Aku menoleh menunggu ucapan Bulan selanjutnya. "Ini pertama kalinya aku bebas setelah sekian lama. Jujur aku bakal rindu hal hal seperti ini. Ternyata seru juga ya."

Aku mengangguk. "Lan aku harap kamu bisa melakukan apa yang kamu mau," ucapku harap.

"Entahlah." Bulan menaikkan bahunya. "Rasanya sangat sulit harapan seperti itu bisa terkabul nye. Dia ibu tiriku bukan ibu kandungku. Mungkin kamu agak bingung dengan hubungan keluargaku. Karena ini pertama kalinya kalian bertemu langsung dengan ibuku. Maaf karena aku masih belum bisa menceritakan secara jelas mengenai kondisi keluargaku."

"Gak masalah lan. Kami siap dengerin kalo kamu mau cerita ke kami. Kamu cuma perlu bertahan sebentar aja lan. Suatu saat nanti kamu bisa mendapat apa yang kamu mau."

"Entah itu kapan," katanya lirih. Aku mengusap usap bahunya untuk menguatkan. Tidak tahu harus melakukan apa lagi.

Fauzan,Daneen dan Ervan kini sudah selesai mendirikan tenda. Mereka memasukkan peralatan peralatan kami kedalam tenda lalu duduk melingkar dihadapan kami.

"Bentar lagi ashar, kalo mau sholat ambil wudhu dimana? Masa mau pake air gelas lagi?" tanya Daneen. Tadi sewaktu diperjalanan kami melaksanakan sholat dzuhur dengan mampir di pos dan membeli air mineral untuk wudhu.

"Kau kaya gak pernah kemah aja. Gak yakin aku kalo kamu tuh anak pramuka," ujar Ervan julid. Daneen hanya diam sembari mengerucutkan bibirnya. "Gak liat air danau sebanyak itu. Pakailah otakmu itu."

"Ya mana aku taulah. Aku kan gak pernah kesini," balas Daneen.

"Udahlah gak usah ribut. Mending kita masak mie," kata Bulan menengahi perdebatan Ervan dan Daneen.

Kami semua mengangguk lalu segera mengeluarkan peralatan memasak yang kami bawa. "Oh iya kalian kalo mau tau tanjakan cinta noh," kata Ervan sembari menunggu air matang. Dia menunjuk salah satu tanjakan yang didaki oleh beberapa pengunjung.

"Nanti kesana yuk," ajakku pada mereka.

"Gimana kalo diatas sana nanti kita bikin perjanjian," saran Daneen.

"Perjanjian apa?" tanya Fauzan sambil menuangkan air yang sudah matang kedalam cup mie.

"Entah itu kapan, 1 tahun lagi, 2 tahun lagi atau bertahun tahun lagi. Kita harus kesini lagi," kata Daneen.

"Gak seru," kataku. Teman teman langsung menoleh padaku semua. "Kita kesini lagi dengan pasangan kita masing masing gimana?"

"Ide bagus. Aku suka yang kaya gini," ujar Bulan.

Bunga Anyelir [#2.SGS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang