bag 12. Venus

176 27 2
                                    

Aku masih diam. Menatap dua orang dihadapanku yang sedang bercanda. Dalam hati bertanya tanya. Siapa orang yang bersama Mas Yudha? Pacarnyakah? Jika iya. Kenapa aku harus chatan atau telfonan setiap malam untuk menemani Mas Yudha yang sedang bertugas jaga.

Kedua tangan Fauzan bergerak untuk menutupi kedua mataku. "Ayo balik," bisiknya dibelakangku pelan. Aku melepaskan tangannya dari penglihatanku.

Dua orang dihadapanku sadar jika sedari tadi ada orang yang memperhatikannya. Mereka menoleh bersamaan kepadaku dan Fauzan. Yang satu mengerutkan alisnya karena bingung. Yang satu nampak biasa saja, tidak kaget dengan kehadiranku.

"Eh Anye Fauzan," ucap Mas Yudha. Dia tersenyum seolah olah biasa saja.

"Kamu kenal mereka yang?" tanya perempuan di sebelahnya.

Yang? Sayang? Apa mereka beneran sudah pacaran?

Mas Yudha mengangguk lalu menarik tangan wanita disbeelahnya untuk mendekatiku dan Fauzan. Dia masih menunjukkan senyumnya.

"Dia anak SMA yang pernah pendidikan karakter di Brigif sayang," jelasnya di hadapanku.

Entah kenapa ada perasaan sesak mendengarnya memanggil sayang kepada orang lain. Dia bilang aku yang akan menjadi istrinya tapi kenapa dia justru berpacaran dengan orang lain. Apa ucapannya waktu itu hanya bercanda?

Jika iya, itu artinya aku benar benar bodoh. Berharap pada seseorang yang tidak pernah mengharapkanku. Menyukai seseorang yang tidak pernah menyukaiku.

"Kenalin ini pacar aku namanya Brigitta. Sayang kenalin dia Anyelir sama Fauzan," kata Mas Yudha memperkenalkan kekasihnya pada kami.

Brigitta tersenyum lalu mengulurkan tangannya. Fauzan membalas ulurannya terlebih dahulu. Lalu aku ikut ikutan membalas uluran tangannya dengan sedikit gemetar.

"Gak nyangka sih ketemu kalian disini," ujarnya. Bibirnya masih tersenyum hingga matanya menyipit. Dan bodohnya aku masih tetap menyukainya.

Aku dan Fauzan masih sama sama diam menatap dua sejoli dihadapan kami. Rasanya benar benar canggung untuk berakrab akrab ria. Menyadari kecanggihan diantara kita, Brigitta menggoyang goyangkan lengan Mas Yudha.

"Mas sudah dingin. Kita balik ke temen temen yuk," ajaknya. Mas Yudha mengangguk lalu mengelus lembut surai hitam kekasihnya itu.

"Emmm ya sudah kita bali dulu ya. Besok pagi mampirlah ya ke tenda kami. Disana ada pelatih jo juga," katanya lalu pergi merangkul kekasihnya untuk menjauh dari kami.

Aku masih terdiam menatap dua punggung mereka yang perlahan lahan mulai menjauh. "Anyelir," panggil Fauzan pelan. Aku menoleh padanya. "Kamu gapapakan?"

Pertanyaan sederhana tapi dapat membuat air mata mengalir. Aku menangis dihadapan Fauzan. Aku menggeleng geleng sembari mengusap wajahku yang kini mengeluarkan air mata sangat deras.

Fauzan melangkahkan kakinya untuk lebih dekat denganku. Lalu dia menarikku kedalam pelukannya. Aku membalas pelukan Fauzan sembari menangis di dadanya. Fauzan berusaha menenangkanku dengan mengusap rambutku pelan.

"Keluarkan semua tangisan kamu. Nanti kamu harus tersenyum lagi ya.... jangan sedih," kata Fauzan pelan.

Aku menggeleng pelan dalam dekapannya. "Gak tau," kataku lirih. Tanganku memeluk Fauzan lebih erat masih dengan tangisanku yang semakin menjadi jadi.

"Ke-kenapa sih jan," kataku sedikit terbata bata.

"Kenapa apanya hmm?"

Aku terdiam berusaha menenangkan diriku terlebih dahulu. Rasanya sangat susah untuk berbicara ketika menangis ditambah dada yang terasa sesak. Cukup lama posisi kami seperti itu.

Bunga Anyelir [#2.SGS]Where stories live. Discover now