bag 17. Retak (2)

187 23 0
                                    

"Siapa?"

"Mas Yudha," jawabku pelan.

Aku menatap Fauzan yang nampak tidak percaya dengan jawabanku. Tentu saja dia bakal seperti itu. Orang yang baru saja kusebut namanya pernah memberi aku harapan palsu.

Pernah memamerkan kekasihnya padaku. Pernah bersikap biasa saja seolah olah kami tidak dekat. Sekarang aku memberi berita mengejutkan bahwa aku berpacaran dengan Mas Yudha tepat di hari Fauzan mengungkapkan perasaannya padaku.

"Kamu ingat gak sih waktu dia kenalkan kekasihnya ke kamu di Ranu Kumbolo?"

Aku mengangguk. "Aku ingat," kataku. Jika diingat ingat waktu itu terasa sangat sesak sekali. Ketika mas Yudha tertawa bersama wanita lain.

"Dia sudah punya kekasih nye. Sekarang kamu malah milih jadi selingkuhannya," tuduh Fauzan. Dia mengusap usap wajahnya frustasi.

"Kamu kenapa nuduh aku selingkuh?" Aku menatap tajam Fauzan. Cukup marah dengan tuduhannya yang tidak berdasar itu.

"Dia punya pacar," jawabnya.

"Mereka sudah putus," jelasku.

"Dari kapan?"

"4 bulan lalu."

"Terus?" tanyanya. Alisnya naik menunggu jawabanku selanjutnya.

Aku menunduk sembari mengaitkan kedua tanganku. "Kami pacaran," kataku pelan sekali. Untung saja Fauzan masih dapat mendengar suaraku.

"Kamu sadar gak sih sudah pernah disakitin sama Mas Yudha?"

"Aku suka dia jan," balasku.

"Aku bener bener kecewa sama kamu nye. Kamu sudah ngerahasiain hubungan kamu dari aku selama itu," aku Fauzan jujur. Dia mengalihkan pandangannya dariku.

"Kalo aku bilang waktu itu kamu juga pasti kaya gini, kamu pasti gak setuju," balasku.

Fauzan menoleh padaku. "Aku gak masalah nye kamu gak balas perasaan aku. Aku gak masalah sama hal itu. Cuma kalo kamu pacaran sama orang yang gak bener itu jadi masalah aku."

Entah kenapa aku tidak terima dengan perkataan Fauzan yang ini. Dia secara tidak langsung mengatakan bahwa Mas Yudha orang yang gak benar. Padahal dia tidak mengenal Mas Yudha lebih dekat.

Dia tidak pernah tau rasanya diberi semangat ketika berada di titik terendah oleh orang yang disayang. Dia tidak pernah tau bahwa Mas Yudha selalu ada menemani aku melalui telepon ketika aku sedang sedih mendengar omongan tetangga. Fauzan tidak pernah merasakan hal seperti aku dan dia seenaknya berkata seperti itu.

"Maksud kamu Mas Yudha gak benar gitu?" tanyaku. Suaraku bahkan naik satu oktaf dari biasanya. Aku tidak peduli sekarang berada di rumah orang. Aku tidak terima dengan ucapan Fauzan.

"Ya. Kenapa?" ucap Fauzan menantang. Bukannya mengelak dia justru mengakui ucapannya.

"Kamu udah terlalu jauh jan ikut campur dalam urusanku. Gak seharusnya kamu bilang hal seperti itu tentang Mas Yudha. Kamu gak kenal terlalu dekat sama Mas Yudha."

"Aku itu sayang sama kamu nye. Kalo saja Mas Yudha tidak memperkenalkan pacarnya ke kamu terus tiba tiba dia minta kamu pacaran karena sudah putus. Aku tidak masalah tapi dia seperti itu. Bukannya itu namanya cowok gak baik?"

Tanganku yang ringan menampar Fauzan. Dia menatapku yang berusaha menahan tangisku. "Aku minta maaf jan kalo aku gak bisa balas perasaan kamu. Tapi ucapanmu itu ke Mas Yudha keterlaluan. Kamu bikin aku kecewa. Aku pikir kamu cowok baik baik ternyata omonganmu gak bisa dijaga."

"Kalo kamu disuruh milih. Kamu bakal pilih sahabatmu yaitu aku atau Mas Yudha?" tanya Fauzan tiba tiba.

"Maaf aku pilih Mas Yudha. Karena aku sudah terlanjur kecewa sama omonganmu," kataku cepat.

"Aku juga kecewa sama kamu. Aku pikir kita dekat ternyata tidak. Urusan pacaran saja aku tidak tahu," ujarnya. Lalu dia berdiri mengambil kunci motornya dan pergi.

Fauzan pergi tanpa pamit.

|▪|▪|▪|▪|▪|

Setelah Fauzan pergi, Bulan dan Daneen datang tak lama kemudian sambil menatap pintu keluar. Daneen datang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia pasti merasa sangat bersalah. Karena ucapannya hal seperti ini bisa terjadi.

Sedangkan Bulan masih menatap ke halaman rumah Daneen yang kini sudah sepi. Tidak lama kemudian dia berbalik menatapku.

"Kamu kenapa ngomong gitu ke Fauzan? Kamu nyakitin perasaan Fauzan," katanya.

"Kamu itu gimana sih lan. Kamu itu terlalu buta sama cinta sampai kamu belain dia juga," balasku.

"Maksud kamu apa bilangin aku gitu?"

Bulan nampak marah padaku. Sedangkan Daneen hanya menggigiti kuku jari nya bingung harus berbuat apa.

"Aku paham kamu suka sama Fauzan. Tapi kamu seharusnya gak belain dia. Kamu harusnya belain aku," tuntut aku.

"Tapi omongan kamu ke Fauzan keterlaluan nye," balas Bulan geram.

"Dia dulu yang mulai. Seharusnya kamu jangan nyalahin aku dong. Oh iya aku lupa kamu kan suka dia walaupun perasaan kamu gak terbalaskan, ya jelas gak bakal nganggep dia salah ," ucap aku. Ini adalah kesalahan terbesarku. Aku berucap karena emosiku yang berlebihan.

Bulan menggeleng geleng pelan. "Aku gak masalah nye sama perasaanku. Aku juga gak masalah walaupun kamu pacaran sama Mas Yudha gak bilang bilang sama kita. Cuma yang aku pikirkan ini persahabatan kita. Aku gak mau hubungan kita makin canggung. Aku ak-"

"Halah sok sok an gak masalah," potongku cepat. "Urusin dulu noh perasaanmu. Gak usah sok sok an baik baik saja. Aku paham disini kamu yang paling menyedihkan," balasku emosi.

Bulan menggebrak meja. Sontak itu membuat Daneen berjengit kaget. "Iya aku masalah. Aku masalah karena Fauzan suka sama kamu. Aku masalah karena dia nolak aku. Kamu benar. Seharusnya aku urusin perasaan aku dulu baru urusin urusan orang lain," ujarnya cepat.

Lalu Bulan berdiri mengambil tasnya yang tergeletak di sofa. Dia pergi keluar rumah meninggalkan aku dan Daneen tanpa pamit pada orang tua Daneen.

Kini aku menoleh kepada Daneen. Dia masih terbengong melihat kepergian Bulan yang tiba tiba. Tidak lama kemudian dia menoleh padaku.

"Apa kamu mau belain Bulan sama Fauzan juga?" tanyaku tanpa basa basi.

"Bukan itu yang aku permasalahin," ujarnya. Matanya menatapku sendu.

"Apa?" tanyaku galak. Lagi lagi suaraku naik satu oktaf lebih tinggi dari biasanya.

"Aku kecewa sama kamu Anye. Kamu gak pernah cerita mengenai hubungan kamu sama Mas Yudha. Aku pikir kamu menganggap aku sahabat terdekatmu ternyata sama saja," katanya lirih.

"Kamu juga sama saja kaya yang lain. Kamu menuduh aku seolah olah aku paling bersalah disini," ucap aku emosi lagi.

"Darimana aku nuduh kamu?"

"Itu buktinya. Kamu kecewa karena aku gak cerita sama kamu tentang hubungan aku sama Mas Yudha. Seolah hal kaya gitu itu salah. Kamu sama aja kaya yang lain," balasku.

Daneen diam cukup lama. Lalu dia berujar,"pesta piyama kita batalkan saja. Lagipula aku sama kaya yang lain," katanya.

"Oke kalo gitu. Emang gak pernah ada yang ngerti sama perasaan aku," balasku kesal. Aku mengambil ranselku lalu pergi keluar juga tanpa pamit.

Hari itu persahabatan kami berakhir.

|▪|▪|▪|▪|▪|

Salam,

Elga senjaya

19 Maret 2021

Bunga Anyelir [#2.SGS]On viuen les histories. Descobreix ara