bag 18. Maaf Daneen

219 24 0
                                    

Sudah 3 hari, aku dan Daneen tidak saling bertegur sapa. Bukan hanya ke Daneen, ku juga seperti itu pada Bulan dan Fauzan. Beruntungnya angkatan kelas 3 diliburkan selama seminggu setelah melaksanakan Ujian Nasional. Jika tidak, pasti teman teman akan bertanya mengenai hubungan kami yang retak.

Aku berjalan keluar rumah untuk membeli telur gulung yang ada didepan gang. Kulihat rumah Daneen nampak sepi sekali. Tiap hari memang seperti itu, rumahnya memang selalu sepi. Tapi semenjak bertengkar dengannya, tiap melihat rumah Daneen aku jadi merasa bersalah.

Aku jadi ingat pertama kalinya aku mengenal Daneen. Hari itu, orang tua Daneen pindah kesini karena pekerjaan ayah Daneen. Aku yang sedang duduk dirumah karena tidak punya teman hanya menatap Daneen dan keluarganya penasaran.

Waktu itu Daneen sedang minum jus jahe, minuman tidak enak. Dia turun dari mobilnya sambil menyeruput minuman tersebut. Dia menoleh padaku lalu melambai lambaikan tangannya sambil menunjukkan deretan giginya yang putih dan rapi.

Aku terkejut melihat keramahannya. Lantaran jarang sekali teman seusiaku yang bersikap ramah padaku. Kebanyakan mereka mengejek aku anak haram karena aku tidak punya ayah. Sedangkan orang tua mereka hanya diam melihat kelakuan anaknya yang kurang ajar.

Ibu tidak lama ikut keluar untuk melihat keramaian di samping rumahnya. Dia memanggil ibu Daneen, membuat ibu Daneen tersenyum lalu mendekat dan memeluk Ibu. Ternyata dulu Ibu dan Ibunya Daneen adalah teman main.

Lalu ibu Daneen memperkenalkan aku dengan anaknya yang bernama Daneen. Ibunya juga mengenalkan aku pada kakak Daneen. Setelah itu, mereka menganggapku sudah seperti saudara sendiri.

Setiap membuat kue, aku yang disamping rumahnya selalu dikirimin kue. Tiap ada kesusahan, keluarga Daneen selalu membantu. Keluarga Daneen tidak pernah memandang Ibu dan aku sebagai keluarga yang buruk.

Pernah sewaktu SMP, aku kabur dari rumah karena ibu tidak membelikan aku handphone bluebery. Sepulang sekolah aku justru tidak pulang, aku bersembunyi dibawah ayunan sambil menangis. Aku sangat tidak tahu diri melakukan hal seperti itu.

Tidak lama kemudian Daneen datang dan duduk disampingku. Dia membiarkan aku yang menangis sambil ingusan. " Aku benci sama ibu. Dia bikin aku menderita. Dia gak pernah mau menuruti keinginan aku. Gara gara baj*ngan kaya dia aku dibully tetangga," ujar aku pada Daneen.

Daneen menoleh sebentar padaku lalu kembali menghadap kedepan. "Manusia itu memang tidak pernah luput dari kesalahan nye. Tapi bukan berarti kamu bisa memanggil orang tua kamu dengan sebutan baj*ngan," katanya.

"Masalah apa yang sudah dia perbuat di masa lalu, itu bukan hak kita untuk menghakiminya. Biarkan Allah yang membalasnya. Tugasmu hanya perlu patuh padanya. Selagi dia masih ada kalo sudah tidak ada, hanya penyesalan yang kamu dapat. Cobalah untuk berdamai dengan masa lalu ibumu. Selagi semuanya belum terlambat," ujarnya.

Tiba tiba aku menangis mendengar ucapan Daneen. Aku terlalu berani dan membangkang pada ibu hanya karena orang orang mengejek aku anak haram. Padahal ibu sudah bersusah payah membantuku.

Tidak lama kemudian ibu datang sambil menangis. Dia langsung memelukku khawatir. Tanganku ragu ragu membalas pelukan ibu. Karena omongan Daneen, aku mulai mencoba untuk berdamai dengan masa lalu. Walaupun tidak sepenuhnya berdamai 100 persen.

Semenjak itu, tiap ibu menyuruhku aku langsung melaksanakan perintahnya. Aku tidak pernah marah marah tidak jelas padanya. Tiap di ejek, aku hanya diam. Tidak seperti dulu yang melampiaskan kekesalanku pada Ibu. Walaupun aku masih merasa canggung pada ibu. Terkadang aku juga marah sedikit pada ibu. Tidak sepenuhnya hal itu hilang.

"Nih neng telur gulungnya," ujar mang gulung sambil menyerahkan plastik berisi telur gulung. Mang gulung adalah nama panggilan penjual telur gulung.

Bunga Anyelir [#2.SGS]Where stories live. Discover now