bag 36. Mengikuti

202 25 4
                                    

"Kenapa kamu gak ikutin dia aja kalo lagi ke luar."

Ucapan Rita hari itu terngiang ngiang di kepalaku. Maka sesuai ucapannya, kini aku akan mengikuti apa yang di ucapkan Rita. Mengikuti Mas Yudha yang akan pergi ke luar padahal dia libur tugas.

Kemarin malam aku melihat Mas Yudha bermain handphone sampai tersenyum. Ketika Mas Yudha pergi ke kamar mandi dan meninggalkan handphonenya, aku memiliki kesempatan untuk mengeceknya.

Benar saja, Mas Yudha sedang chatan dengan orang yang dia tulis 'dia.' Bodohnya dia tidak pernah mengpasword handphonenya hingga aku bisa mengeceknya tanpa sibuk berfikir paswordnya.

Dia :
Mas besok kita liburan di pantai Base G ya. Aku lagi pingin ke pantai, soalnya susah banget mau liburan hehehe

"Mas mau kemana?" tanyaku basa basi begitu melihat Mas Yudha sudah berpakaian rapi. Dia menggunakan kemeja mocca dengan lengan digulung sampai siku, lalu menggunakan celana jins berwarna hitam.

Dia menoleh padaku sambil menggulung lengan kemejanya. "Saya ada urusan pekerjaan. Kamu gak usah nunggu saya sampai malam. Saya bakalan pulang malam," ujarnya. Lalu menyemprotkan parfum ke bajunya hingga wanginya membuatku ingin muntah.

Aku mengangguk lalu mengantarnya sampai depan pintu. Setelah dia pergi bersama sepedanya, aku segera menutup pintu. Bergegas ke kamar untuk mengganti pakaianku yang semula daster menjadi tunik berwarna dusty, celana kulot berwarna hitam dan kerudung pashmina berwarna hitam. Tidak lupa aku menggunakan kacamata agar penyamaranku tidak ketahuan.

"Anyelir liat Risa gak?" tanya Bang Satria padaku begitu keluar rumah. Aku langsung mencopot kacamata dan menatapnya sambil menggeleng. " Dia keluar gak ngabarin saya. Bangun bangun keadaan rumah udah sepi cuma ada masakan dia diatas meja," katanya.

Aku menggeleng lagi. Benar benar tidak tau.

"Yaudah deh sana lanjutin aktivitas kamu. Emang kamu mau kemana rapi begini?" tanya Bang Satria sambil menatapku.

"Mau ke supermarket beli keperluan," kataku bohong.

"Oh sendirian?"

Aku mengangguk. "Iya Mas Yudha pergi keluar. Soalnya ada urusan katanya." Bang Satria mengangguk mendengar penjelasanku lalu masuk kedalam rumahnya.

Aku segera melanjutkan aktivitasku yang tertunda tadi. Berjalan keluar asrama menuju salah satu rumah seseorang. "Pace bisa bantu sa toh?" tanyaku begitu melihat orang yang aku maksud sedang sibuk membetulkan motornya di teras rumahnya.

Pace yang dipanggil tadi menoleh lalu melihatku sambil menaikkan alis. Namanya Robert, salah satu orang asli Papua yang tinggal tidak jauh dari asrama. Umurnya dua tahun lebih muda dariku. Robert adalah orang yang membantuku saat aku baru tinggal di Jayapura. Dia yang memberi tahu supermarket terdekat, pasar termurah, toko ayam paling segar dan masih banyak lagi.

Orangnya ganteng dan manis. Matanya benar benar cantik, siapapun yang menatap matanya pasti akan kagum. Robert belum menikah karena dia menunggu cintanya yang tak kunjung datang. Menunggu Gadis asal Australia yang dia temui sewaktu Robert membawa kantong belanjaanku. Aku ada disana sewaktu Robert terpesona pada senyum gadis asal Australia tersebut.

Gadis yang bertanya arah menuju Danau Sentani. Gadis dengan senyum manis yang membuat Robert terpesona. Aku selalu berkata kepada Robert untuk menyerah saja dan mencoba untuk membuka hati lagi. Robert hanya memanyunkan bibirnya ketika aku berkata seperti itu. Dia bilang dia tidak akan menyerah untuk mencari identitas gadis tersebut.

Beberapa tahun kemudian, setelah aku pindah ke Jakarta. Robert mengirimiku sebuah foto melalui whatsapp. Dia menikah dengan perempuan asal Australia tersebut. Hal yang tidak aku sangka bahwa takdir terkadang mengejutkan.

"Bantu apa toh? Tak lihatkah sa lagi sibuk ini," ujar Robert sambil menyalakan motornya. "Sa tra jadi sibuk. Motor sa dah nyala. Mau minta tolong apa?"

Aku melihat kekanan dan kekiri lalu berbisik ke Robert. "Antarkan ke Base G," bisikku.

"OKE. AYO KE BASE-G," ujarnya semangat. Aku langsung meletakkan jari telunjukku di depan bibirku. Robert langsung menutup mulutnya dengan tangannya lalu mengangguk padaku.

Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Robert langsung menaiki motornya dan menggunakan helm. Dia menyerahkan salah satu helm nya padaku. Aku langsung menaiki motornya sambil menggunakan helm Robert. Begitu naik, Robert langsung melajukan motornya menuju tempat yang dimaksud tadi.

"Kenapa tra minta antar sama kakak Yudha?" tanya Robert padaku sewaktu di jalan.

"Nanti kamu tau sendirilah. Ini aku ke Base-G ngikutin Mas Yudha," jawabku.

Robert mengangguk lalu melajukan motornya lebih cepat dari sebelumnya. Dua puluh menit kemudian, aku dan Robert sudah sampai di pantai yang aku maksud. Aku langsung turun dan menyerahkan helmku ke Robert. Dia juga ikut ikutan turun sambil mengerutkan alisnya.

Aku menggunakan kacamata hitamku agar Mas Yudha tidak langsung mengenalku. "Kamu siapa? Sa tak kenal," ujar Robert sambil tertawa. Aku memukul lengannya pelan lalu melihat sekitar pantai yang sepi.

"Kakak Yudha kemana toh? Sa cari tra ada ini," ujar Robert sedikit keras. Aku memukul lengannya lagi. Bermaksud untuk diam saja. Robert mengangguk lalu tangannya bergerak seolah olah mengunci mulutnya dan melemparkan kunci tersebut sembarang arah.

Aku menggeleng lalu berjalan menyusuri pantai sembari mengendap endap. Robert dibelakangku ikut ikutan juga sampai akhirnya dia bertemu teman lamanya dan pergi bersama temannya untuk berbincang bincang sambil minum es degan. Aku mengangguk saat Robert meminta ijin untuk bersama temannya. Lagipula dia benar benar mencolok untuk melakukan penyamaran bersamaku. Menggunakan baju berwarna hijau stabilo serta celana berwarna oren stabilo.

Langkahku langsung terhenti begitu melihat orang yang aku maksud sedang berdiri menatap pantai. Aku langsung berjalan mencari tempat persembunyian. Aku bersembunyi di belakang punggung salah satu turis.

"Who are you?" tanyanya kepadaku. Aku mendongak sambil melihat tanganku yang ternyata memegang pundaknya.

"Sorry," kataku lalu berlari menjauh. Takut Mas Yudha menoleh jika aku tetap disini bersama bule berambut pirang dan berbadan bongsor di hadapanku ini.

Aku bersembunyi di balik tembok sambil menatap punggung Mas Yudha. Tempat persembunyiaanku kali ini tidak strategis seperti sebelumnya. Aku hanya bisa menatap punggungnya tanpa tahu wajahnya. Untungnya aku hapal pakaian yang digunakan Mas Yudha.

Tidak lama kemudian Mas Yudha menoleh ketika seorang wanita mendekatinya. Aku melepas kacamataku lalu menyipitkan mataku. Ingin melihat lebih jelas wanita yang mendekati Mas Yudha. Sayangnya aku tidak bisa, wajahnya tidak jelas. Wajah wanita tersebut tertutup oleh kacamata hitam serta rambutnya yang terurai panjang tertutup oleh topi pantai.

Mereka berbincang bincang cukup lama, lalu Mas Yudha mengikis jarak antara dirinya dan wanita misterius itu. Mas Yudha memeluk wanita tersebut sambil mengelus elus punggungnya. Rasanya sangat sesak melihat kejadian itu.

Aku mengambil handphoneku lalu menelpon Mas Yudha. Mas Yudha langsung melepas pelukannya dan melihat handphonenya. Sepertinya teleponku sudah masuk ke handphonenya.

Mas Yudha memegang tangan wanita di hadapannya sambil mengangkat telepon dariku. "Ada apa?" tanya Mas Yudha begitu mengangkat teleponku.

"Mas dimana?" tanyaku.

"Di kantor. Kenapa?" tanyanya.

"Oh. Aku cuma mau minta ijin pergi ke supermarket."

"Iya." Begitu berucap seperti itu dia langsung memutuskan sambungan teleponnya. Aku bahkan belum mengucapkan salam sama sekali. Aku menjauhkan handphoneku dari telinganku lalu kembali menatap Mas Yudha. Dia kembali melanjutkan pelukannya yang sempat tertunda tadi.

Sesak.

|▪|▪|▪|▪|▪|

Maaf kalo jarang update. Lagi ngerapihin naskah buat e-book Bulan.

Salam,

Elga senjaya

8 April 2021

Bunga Anyelir [#2.SGS]Where stories live. Discover now