bag 35. Saran Teman

212 25 2
                                    

"Dek," panggil Mas Yudha. Membuat aku yang sedang mengupas wortel menoleh. "Saya mau ke kantor bentar ya ambil berkas ada yang ketinggalan," ujarnya.

Aku mengangguk lalu Mas Yudha pergi keluar rumah menuju kantor untuk mengambil berkas. Setelah itu aku kembali melanjutkan aktivitasku mengupas wortel. Perhatianku menjadi dua yaitu mengupas wortel dan menonton drama Korea berjudul Vagabond. Drama action yang sangat plot twis buat aku.

Dramanya benar benar keren apalagi saat aktor pria loncat dari gedung satu ke gedung satunya. Karena drama ini aku bercita cita sebagai stantment. Bisa loncat dari gedung satu ke gedung lainnya.

"Aw," ringisku. Aku melihat tanganku yang kini sudah mengeluarkan darah. Gara gara terlalu fokus menonton drama, aku jadi tidak sadar bahwa wortel yang aku kupas sudah semua. Menyisakan tanganku yang tidak menggenggam apa apa.

Aku segera meletakkan wortel yang sudah di kupas ke atas meja. Sebelum pergi ke dapur, aku mengpause drama dulu. Karena tidak enak jika tertinggal beberapa adegan.

Lalu aku berlari menuju dapur mencari plester dan betadine. Selesai mengobati tanganku yang terluka, aku berniat untuk kembali ke ruang TV lagi untuk melanjutkan drama. Tetapi perhatianku justru teralihkan pada handphone yang baru saja menyala.

Handphone Mas Yudha yang diletakkan di atas meja dapur. Baru saja menyala karena terdapat beberapa notifikasi pesan. Aku segera melihat pesan yang tertera di layar handphone yang belum kubuka sama sekali. Ada beberapa pesan yang dikirimkan seseorang untuk Mas Yudha.

Dia :
Mas makasih ya untuk waktunya kemarin malam. Aku suka banget sama kejutannya.

Dia :
Besok kita jalan jalan lagi ya

Dia :
Gimana kalo jalan jalan ke Danau sentani?

Dia? Siapa? Mau ke Danau Sentani? Apa ucapan ibu ibu persit sewaktu itu benar? Apa yang diliat oleh kowad kowad itu benar?

Ingatanku langsung tertuju apa yang diceritakan oleh ibu persit. Aku tidak mau mempercayai rumor buruk Mas Yudha. Tapi melihat pesan yang baru saja aku baca membuatku berfikiran yang tidak tidak.

Ceklek.

Suara pintu terbuka. Aku segera melihat ke arah pintu, Mas Yudha disana sedang membawa berkas yang dia maksud. Handphone yang tadi menyala kini sudah mati. Aku langsung berpura pura mencuci tanganku yang baru saja aku plester.

Aku melihat gerak gerik Mas Yudha melalui ekor mataku. Dia menatapku sebentar lalu menaruh berkas ke meja hias. Lalu dia berjalan menuju meja makan untuk melihat hanphonenya. Senyumnya terukir ketika membaca pesan tersebut tetapi hanya sebentar. Lalu meletakkan handphonenya ke dalam saku celananya.

"Dek, tangan kamu berdarah?" tanyanya saat dia sudah berjalan menuju ruang TV. Aku melihat tanganku yang sudah aku plester. Karena aku tak kunjung kunjung jawab dia mendekatiku lalu menarik tanganku yang masih aku cuci di wastafel.

"Baru di obati kenapa dicuci?" tanyanya. Aku menunduk diam. "Plesternya jadi rusak kan."

Mas Yudha melihatku yang masih diam di tempat. Dia lalu menarikku untuk duduk di kursi makan. Setelah itu mengambil obat obatan dan diletakkan di hadapanku.

Mas Yudha melepas plester yang sudah rusak dari tanganku. Dia mengobatiku dengan lembut, perlahan lahan agar aku tidak merasakan perih. Atau karena perihnya tidak terasa karena kini hatiku yang lebih perih setelah membaca pesan tadi.

Kutatap Mas Yudha yang masih sibuk mengobati lukaku. Dia meniup niup tanganku yang sedang dia obati. Lalu menutupnya dengan kassa dan plester. "Sudah," katanya lalu menatapku.

Bunga Anyelir [#2.SGS]Where stories live. Discover now