26

3.7K 456 45
                                    

Menjelang pagi, Varrel terbangun dan menyipit mendengar suara gemerincing dari balik pintu yang sepertinya mondar-mandir di depan sana. Dia menoleh kepada Neira yang masih terpejam dengan memeluk satu lengannya lalu tersenyum kecil.

Melepaskan rangkulan Neira, Varrel kemudian mengacak rambutnya pelan dan melirik jam yang masih menunjukkan pukul tiga pagi. Dia masih mendengar suara gemerincing itu kemudian bangkit dan mengenakan boxernya.

Pelan tanpa membuat suara, Varrel membuka pintu kamar Neira dan menemukan Karan yang terisak tanpa suara. Pipi anak itu sudah basah karena air mata dan sesenggukkan. Pria itu berjongkok sambil mengusap pipi Karan dengan ibu jarinya, "Kenapa?"

Karan masih saja menangis dan memeluk Varrel begitu saja. Anak itu bahkan tidak menjelaskan kenapa dia malam-malam berada di depan kamar ibunya dan hanya menangis tanpa henti.

Varrel memilih menggendongnya dan kemudian berjalan kembali menuju kamar Karan. Yang terjadi berikutnya adalah Karan yang menggelengkan kepalanya menolak untuk kembali ke sana. Pria itu melihat Karan yang tidak memakai alat bantu dengarnya dan menghela nafas. Mengambil kertas terdekat dan menuliskan sesuatu di sana

Kenapa?

Karan menggelengkan kepalanya lalu menenggelamkan kepalanya di cerukkan leher Varrel sambil memeluk erat leher pria itu.

"Kita tidur di kamar... Ehhh..." Varrel kemudian bingung sendiri. Masa kembali ke kamar Neira? Dia tidak mungkin menunjukkan adegan plus-plus ke anak sekecil Karan.

Tapi anak lelaki itu malah menunjuk ke kamar Neira dan kemudian mengerutkan bibirnya sambil sesekali menggelengkan kepalanya pelan.

Oke. Memang kebiasaan Karan bangun tengah malam dan akan masuk begitu saja ke kamar Mamanya. Kemudian tertidur di kasur yang Neira sediakan di dekat jendela dan berisikan banyak bantal agar Karan tidak perlu menaiki ranjangnya yang tinggi.

Varrel kemudian hanya bisa mengikuti Karan karena tidak mungkin membangungkan Neira di tengah malam begini. Dia memilih masuk kembali ke kamar Neira dan kemudian mengikuti arah yang ditunjukkan Karan ketika anak itu meredakan tangisnya.

Pria itu mengerutkan keningnya, menemukan kasur yang berada di dekat jendela lengkap dengan bantal dan juga selimut. Dia terduduk kemudian meletakkan Karan di sana dan anak itu berguling mencari posisi nyamannya.

Varrel ikut berbaring di sana, menepuk-nepuk punggung Karan dengan pelan sampai anak itu menoleh kepadanya. Karan membalikkan tubuhnya kemudian beralih menggenggam ibu jari Varrel dan memejamkan mata.

"Woah..." Varrel terkagum tanpa suara. Dia bahkan diam disana beberapa saat sebelum akhirnya ikut mencari posisi nyaman di sebelah anak lelaki itu. "Enak banget sih ini anak... Kebangun aja langsung masuk kamar, Neira..." gerutunya sambil melirik Karan yang sudah pulas.

...

Ketika Neira bangun, dia segera membungkus diri dengan selimutnya dan memegangi kepalanya yang pening. Sialan Varrel karena membuatnya kembali melakukan hal-hal tidak pantas ketika anaknya sudah tidur. Gilanya lagi, sekarang Varrel malah tidur di kasur kecil Karan bersama anaknya.

Neira memutuskan untuk memakai pakaiannya dan kemudian melakukan ritual bangun tidurnya sebelum akhirnya menghampiri kasur anaknya itu.

Dia berlutut ditepian kasur dan kemudian tertegun sendiri mendapati Karan yang memeluk Varrel dan lelaki itu yang memeluk Karan dengan lengan besarnya.

Kalau sedang tertidur begini, mereka berdua terlihat benar-benar mirip. "Idih... Rel... Rel..." katanya sambil mengguncang pelan lengan Varrel dan memindahkannya agar Karan tidak terganggu

Harus Varrel yang lebih dulu bangun dibanding anaknya, karena kalau tidak, Karan bisa bertanya macam-macam mengenai kenapa Varrel bisa tidur di kamar Mamanya sedangkan Karan saja harus tidur sendiri.

Bukannya Varrel yang bangun, malah Karan yang membuka mata melirik ibunya dengan tajam.

Neira terkejut tapi kemudian berhasil menguasai diri dan menggerak-gerakkan tangannya, "Hai sayang... Bangun... Sekolah..."

Karan mengerjapkan matanya dan masih menatap tajam kepada Neira.

"Hari ini ada menggambar lho... Mama bikinin bekel enak, ya?"

Anak lelaki itu masih saja menatapnya. Beberapa saat sampai kemudian pandangan Karan beralih kepada Varrel yang memeluknya. Pria itu bahkan hampir menutupi tubuhnya yang kecil. Tapi tetap saja kembali beralih menatap Neira.

Neira sudah berusaha tersenyum dengan canggung dan kemudian membuka tangannya kembali seperti akan menggendong Karan.

Tangan kecil anaknya malah beralih mendarat kepada pipi Varrel sampai pria itu meringis dan membuka mata.

"Haduh..." gerutu Neira. Dalam hatinya bergumam kesal karena kemudian Varrel bangun lalu menggeram dan malah memeluk anaknya semakin dalam, "Rel! Bangun gila! Lo kekepin itu anak orang! Woi!"

Tapi kembali, Varrel malah menggelengkan kepalanya enggan dan menutup mata. Dibaliknya ada Karan yang menatap tajam Neira dan kembali memejamkan matanya.

Neira menyerah dan bangun dari duduknya. Menggerutu sendiri karena akhirnya tahu darimana asal sifat Karan yang suka sinis kalau dibangunkan pagi hari. Lawong bapaknya aja cuma hamhemhamhem pas dibangunin. Pantes aja anaknya sewot

Tapi kemudian menggaruk kepalanya karena bingung bagaimana akan menjelaskan kepada Karan kronologi Varrel berada di rumah mereka.

SSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang