16

4K 433 24
                                    

...Delapan tahun kemudian...

Karena perintah kakaknya, Varrel berakhir memarkirkan mobil di bawah salah satu pohon rindang yang cukup tinggi di parkiran sekolah keponakannya.

Ini semua karena si kecil Willow yang baru saja mulai masuk ke sekolah. Dia jadi kena jatah menjemput keponakannya yang cerewet bin bawel itu. Belum lagi menjemput Willow harus membawa beberapa sesajen atau anak itu akan mengambek dan menangis sebelum dimasukkan ke dalam mobil.

Halah. Varrel jadi semakin kesal karena dia ingat kalau dia terlambat menjemput keponakannya itu. Pria itu memutuskan membawa dua bungkus gula kapas dengan warna unicorn juga pelangi untuk dia berikan kepada Willow sebagai ganti rugi permintaan maafnya. Liburan dia bukannya menikmati waktu luang, malah mengurus keponakannya.

Tapi dia berhenti setelah melihat Willow bergandengan tangan dengan seorang wanita dan juga satu orang anak laki-laki.

Sadar kalau Varrel mengenal perempuan itu, dia memutuskan untuk menunggu sampai keponakannya sampai di depan mobilnya dan kemudian meneliti dari atas sampai bawah.

Wanita itu tampak terkejut bertatapan mata dengannya. Sementara Varrel hampir saja tertawa karena melihat Neira menggandeng dua anak kecil dan dengan penampilan yang... okelah Neira terlihat seperti wanita dewasa pada umumnya sekarang.

"Hai..." setelah banyaknya detik yang dia lewatkan untuk tersenyum menatapi Neira, kenapa sapaan itu yang justru keluar dari mulutnya. Ugh, Varrel meringis seketika

Neira mengerutkan keningnya lalu menatap bergantian kepada Willow juga Varrel. Ah, dia menghela nafas. Setelah delapan tahun tidak bertemu, mereka akhirnya bertemu dalam keadaan seperti ini? Lucu. Neira ingin tertawa sekarang.

"Willow..." Varrel tertawa dengan canggung sambil menunjuk keponakannya yang masih digandeng Neira

Perempuan itu meringis kecil lalu melepaskan tangan Willow. Gadis kecil itu langsung berlari menghampiri Varrel dan meminta digendong seketika.

Neira memilih menggendong anak lelaki di gandengannya kemudian dan kembali tersenyum kepada Varrel. Pria itu sudah menatap meneliti kepada dirinya juga anak lelakinya.

"Wow. Bisa kawin juga lo, ya?"

Neira mendengus. "Keponakan gue..." bohongnya.

Anak lelaki itu menoleh kepada Neira dengan bingung. Tapi kembali melirik Varrel dan menunjuk Varrel begitu saja.

Paham dengan isyarat anak laki-laki itu, Neira kemudian melirik Varrel dan berbisik pelan kepada anak lelakinya. Astaga, dia baru saja memulai kebohongannya di depan anaknya juga Varrel. Tapi melihat Varrel menggendong dengan hangat anak perempuan itu, dia yakin kalau Varrel pasti sudah menikah dan bahagia dengan kehidupannya sekarang.

"Pah. Ayo pulang..."

"Haish. Bentar. Sabar. Lagi temu kangen nih..." Varrel kembali tersenyum dengan canggung kepada Neira. Bagaimanapun juga, dia sedikit bingung ingin bicara apa kepada perempuan itu. Mereka terakhir bertemu sebelum Varrel berangkat ke Bali dan Neira menghilang begitu saja setelahnya. Tentu saja, kenangan terakhir yang buruk, membuat Varrel tidak tahu harus berkata apa kepada Neira.

Kembali anak laki-laki itu menunjuk Varrel dan Willow lalu menggerakkan tangannya memberikan isyarat dan kemudian tersenyum

Varrel melihatnya dan menatap kepada Neira kemudian, alisnya berkerut sebagai tanda meminta penjelasan kepada Neira

"Oh, Karan ini spesial. Cuma orang beriman yang bisa ngerti maksud Karan..."

Sumpah, Varrel rasanya ingin berkata kasar kepada perempuan itu. Bisa-bisanya Neira masih bersikap sama seperti mereka masih sekolah dulu. Memang perempuan ini sesuatu di dalam hidupnya.

"Eh, lo jemput Willow tiap hari?"

"Hm. Sometimes. Kenapa emang? Lo gak mau ketemu gue?"

Neira tampak berpikir sejenak. Perempuan itu menoleh kepada anak laki-laki dalam gendongannya dan kembali menoleh kepada Varrel. "Gak. Berhubung lo banyak dosa sama gue---"

"Hah? Kebalik, kali. Lo yang bany---"

"Lo" potong Neira dengan tegas lalu melanjutkan kembali ucapannya setelah berdesis jengkel, "Gue mau titip ponakan gue. Kalo-kalo gue telat jemputnya. Bisa gak?"

Varrel membasahi ujung bibirnya dengan kesal. "Hm..."

"Yah, paling sepuluh menit atau setengah jam. Lo tenang aja gue gak bakal nyusahin lama-lama. Lo kayak gak tau gue aja..."

"Emang lo masih sama kayak yang dulu?"

Neira mengibaskan tangannya lalu terkekeh, "Enggaklah, bego. Gue berubah nih, lebih tertata dikit aja. Gak nyusahin dikit. Gak ngerepotin dikit. Gila gue udah lama banget gak ketemu ama lo..."

Varrel berdecak kemudian. Tapi mau tidak mau dia tersenyum juga. "Apa kabar, Ra?"

Neira mengedikkan bahunya lalu dengan ramahnya kembali tersenyum dengan senyuman paling manis yang dia punya, "Yah, menurut lo? Lo sendiri?"

"So far so good, sih..."

"Udah lama balik ke Jakarta?"

"Gak. Bentaran doang, lo tau darimana gue gak stay di Jakarta?"

Perempuan itu mengedikkan bahunya sebagai jawaban, "Taulah. Anak-anak suka bahas kalo di grup..."

Varrel menganggukkan kepalanya. Melihat perempuan itu yang kemudian melirik jam di tangannya. Pria itu semakin tidak menyangka bisa menemukan Neira ketika dia berlibur dan menjemput keponakannya.

Perempuan ini menyita perhatiannya sesaat. Bukan hanya karena Neira dan sikap santainya yang selalu membuat Varrel penasaran, tapi juga betapa anehnya dia menemukan Neira begitu akrab dengan anak kecil.

"Gue barengin?" Tawar Varrel kemudian

"Aduh, gak usah. Gue udah mesen..." Neira melambay kemudian, sepertinya jemputannya datang di waktu yang pas, "Tuh, uber gue. Bye..."

Dan sekali lagi, perempuan itu berlalu begitu saja di hadapannya. Meninggalkan Varrel yang sudah menaikkan alis kebingungan melihat anak yang tadi bernama Karan kembali menggerak-gerakan tangannya juga Neira yang sudah tertawa juga sesekali menyahuti anak itu

SSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang