28

3.7K 445 31
                                    

Kebetulan sekali di saat bersamaan ternyata ada acara donor darah di rumah sakit tempat Karan kontrol. Neira benar-benar mendesah lega dan tersenyum sepanjang lorong rumah sakit setelah meminta dokter mengambil sample darah Varrel secara sembunyi-sembunyi.

Dia hanya mau membuktikan secara akurat kalau Varrel benar-benar ayah biologis Karan. Berjaga-jaga kalau nanti ada sesuatu yang tidak diinginkan. Misalnya ada seseorang yang keceplosan dan membocorkan Karan anaknya dengan Varrel kan berbahaya. Disangkanya halusinasi nanti.

Dokter bilang beberapa hari lagi bisa diambil dan dia hanya menghela nafas lega mendengarnya. Lalu kembali menghampiri Karan juga Varrel yang tengah sibuk dengan makanan ringan mereka.

Heran. Varrel cepat sekali bisa beradaptasi dengan Karan. Bahkan bisa mengerti apa yang Karan inginkan lalu dengan sabar menuruti keinginan anak lelakinya itu.

"Yuk, balik..." ajak Neira, "Kita kan mau ke rumah Om Varrel..." perempuan itu kemudian menggandeng tangan anaknya yang sudah berdiri di sampingnya

Varrel menghela nafas sambil merapikan kemejanya, "Ra, habis ini..."

"Apa?" Tanya Neira tanpa menoleh kepada Varrel sama sekali

Mereka sudah kembali berjalan di lorong rumah sakit menuju parkiran. Bukannya berjalan berdampingan, Varrel malah mengikuti perempuan itu dari belakang dan sesekali menghela nafas pelan. Memperhatikan Neira dari jarak sedekat ini.

Sebenarnya dia membutuhkan waktu bicara dengan Neira. Mengenai malam kemarin, malam sebelumnya dan malam-malam semasa sekolah mereka. Varrel sadar dia sudah bukan anak remaja lagi dan sudah cukup dewasa untuk memilah apa yang dia inginkan dan apa yang dia butuhkan.

Mengingat Neira yang masih membuka kesempatan seperti kemarin, Varrel yakin feelingnya mengenai Neira menyimpan sedikit rasa untuknya itu benar. Jadi dia tidak mau melewatkan kesempatan untuk bertanya mengenai hal itu.

"Ra habis ini gue perlu ngomong berdua sama lo..."

Neira menoleh sekilas tanpa menghentikan langkahnya. Tangannya masih menggandeng Karan yang sepertinya tidak terlalu terganggu dengan pembicaraan kedua orang dewasa di dekatnya.

"Serius..." Varrel menegaskan kembali kata-katanya kemudian berkata kembali, "Kita titip Karan di Kak Fitri..."

...

"Quick question, Ra..."

Neira menoleh dengan cepat sambil terus menyendokkan potongan daging kelapa mudanya, "Hm?"

"Apel atau Pear?"

"Eugh, samsung?" Lalu wanita itu tertawa dengan santai dan kembali mengaduk-aduk minumannya

Sama dengan Neira, Varrel juga tertawa dengan jawaban gadis itu. Neira memang selalu mengerti kapan dia akan bercanda dan kapan akan serius. "Second, what thing unite us?"

"Money" jawab perempuan itu dengan cepat dan menatap Varrel meminta persetujuan, "Ah, come on. Berapapun jumlah uangnya bakalan selalu bikin united. Iya, gak? Seribu nih, buat disumbangin di pinggir jalan. Serratus ribu nih---"

"Iya-iya..." Varrel menyingkirkan tangan Neira menggunakan tangan besarnya lalu menggenggam jemari Neira begitu saja, "Third..."

Neira hanya melirik sekilas kemudian kembali sibuk dengan minumannya.

Varrel memandang lurus ke arah perempuan itu yang tampaknya tidak begitu peduli dengan apa yang mereka lakukan sekarang. Dia menarik nafas lalu menggenggam tangan Neira lebih kuat dan berdehem, "Will you marry me?"

Wanita itu menoleh dengan pelan. Neira sudah menduga Varrel akan menanyakan hal ini. Dia bahkan bisa melihat ketulusan dan keseriusan Varrel dari manik mata pria itu sendiri.

Mereka tahu kalau memang mereka sudah terlalu nyaman satu sama lain dan Varrel tidak ingin membuang lebih banyak waktunya. "Sebelum gue balik ke SG... Neira Tatkariyana will you marry me?"

Neira menghela nafasnya. Berpikir sejenak ketika dia memiliki kesempatan sebelum menjawab pertanyaan Varrel. Bukankah sudah terlalu terlambat bagi pria ini untuk menanyakannya? Tapi kalau mengingat usia mereka, memang idealnya adalah saat ini untuk menjalin hubungan seserius itu.

Sayangnya Neira tidak bisa memberikan apa yang diharapkan pria itu. Dia tahu apa yang sudah dia lakukan terhadap Varrel mengenai Karan dan tidak mungkin dia katakan. Dan Neira tidak mau menjalin hubungan apapun dengan Varrel.

"Quick answer, Rel..." Neira menarik nafasnya dalam

Varrel menunggu dan merasakan kalau perempuan didepannya ini melepaskan genggamannya dengan halus.

"No, i won't..." kemudian Neira kembali sibuk mengaduk minumannya dan menyeruput tanpa memandangi Varrel yang sudah menatapnya

"Kenapa?"

"It's just..." lalu Neira mengedikkan bahunya sebagai penjelasan yang lebih singkat

Varrel menganggukkan kepalanya mengerti, mengeluarkan cincin dari dalam sakunya dan meletakkannya tepat di depan Neira, "Gue bisa nunggu..."

"Ini bukan soal me-nung-gu, Rel..." Neira memutar tubuhnya sampai menghadap pria itu dan berkata dengan pelan, "Ini soal me-ne-ri-ma"

"The moment i asked you meant i accept you for who you are, berarti lo yang gak bisa nerima gue?"

Neira mengedikkan bahunya kembali, "Itu tau jawabannya..."

"Karena gue gak lebih kaya dari lo?" Tanya Varrel dengan tajam dan menatap lurus kepada Neira

Perempuan itu menganggukkan kepalanya dan kembali memutar tubuhnya untuk menyeruput minuman di depannya, "Iya..."

Varrel menggigit kecil bibirnya lalu terkekeh sebentar. Mengetuk-ngetukkan jarinya kemudian kembali mencoba bertanya kepada Neira, "Okay, quick question, kalo gue lebih kaya lo mau sama gue?"

"Mungkin..." Neira mengedikkan bahunya sebagai jawaban, "Lo gak pernah berubah, ya? Apasih yang lo cari dari ngajakin gue nikah?"

"Kemaren malem udah ngejelasin semuanya kalo gue sama lo---"

"Duh!" Perempuan itu mengangkat tangannya menghentikan ucapan Varrel, "Itu salah, ya..."

"Jadi sama gue itu kesalahan?"

"Iya, salah besar... Mending lo kumpulin duit yang banyak dulu, bawa berlian yang banyak, baru gue pikir-pikir mau apa gak sama lo..."

SSWhere stories live. Discover now