18

3.9K 429 30
                                    

Baik Lintang maupun Fitri tidak menyangka kalau Neira bisa bersikap sangat egois, tempramen dan juga naif seperti ini. Perempuan itu bahkan sudah memandang mereka tajam seperti mengancam mereka jika sampai salah satu dari Lintang atau Fitri mengucapkan kata-kata yang sudah sangat jelas akan diucapkan kalau mereka melihat apa yang Neira lakukan sekarang.

Neira membasahi ujung bibirnya, tersenyum dengan sinis kemudian berkata dengan nada tenang namun sarat dengan ancaman, "Kalo ada yang buka mulut soal siapa bokapnya Karan, kalian bisa pilih keluarga suami kalian mau dibikinin skandal apa..."

Lintang menelan ludahnya. Suaminya bekerja di salah satu perusahaan milik keluarga Neira dan juga saudara iparnya yang lain sudah sangat sering dibantu oleh keluarga perempuan di depannya ini. Tidak mungkin dia mengorbankan keluarga suaminya hanya untuk ikut campur dalam kehidupan pribadi Neira.

Melihat Lintang yang sepertinya sudah mengerti dengan konsekuensi yang dia tawarkan, Neira beralih menatap Fitri, kakak dari laki-laki yang sedang mereka bicarakan, "Kak Fitri?"

Wanita itu menelan ludah. "Kenapa kita gak boleh ngasih tau ke Varrel soal Karan?"

Neira menyandarkan tubuhnya, dengan santai memainkan jemari tangannya sambil menatap bergantian kepada dua perempuan di depannya, "Aku suka aja. Kenapa emangnya dia harus tau? Gak penting juga buat dia..."

Lintang juga Fitri hanya bisa menelan ludah melihat seringai pada wajah Neira yang sudah menatap mereka sekarang. Perempuan itu bahkan tertawa pelan lalu mengedikkan bahu ke arah mereka.

"Gak. Bakalan lebih bagus kalo Varrel gak tau..." lalu Neira memandang Lintang juga Fitri bergantian, "Kak Lintang tau sendiri kan kalo Karan udah sering operasi jantung"

Fitri hampir saja akan mengeluarkan suaranya tetapi lebih dulu Neira mengangkat tangannya agar perempuan itu diam

Neira menggelengkan kepalanya, "Kasian Karan kalo dipaksa terus-terusan. Udah terlalu banyak sakit yang Karan lewatin. Ditambah lagi operasi sekarang gak menjamin Karan bisa sembuh, karena pasti bakalan ada operasi lain yang mesti dia lewatin. Jadi biarin Karan sekali ini aja seneng, selama beberapa hari ini. Please, aku cuma mau ngikutin permintaannya Karan..."

"Jadi Karan tau kalo Papanya itu Varrel?" Tanya Lintang kepada adik sepupunya itu

Neira hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban. Bukannya sudah jelas kalau Karan mengetahuinya karena Neira memang tidak pernah berbohong kepada anaknya mengenai siapa ayah dari anak laki-laki itu. Hanya saja setiap kali Karan menanyakan kenapa ayahnya tidak pernah ada di samping mereka, Neira menjelaskan kalau Pria itu tidak tahu mengenai keberadaan mereka dan Neira tidak bersedia memberitahukannya. Menjelaskan kepada Karan kalau umur anak itu tidaklah lama dan hanya akan membuat ayahnya sedih jika sampai pria itu tahu.

Tentu saja Karan mengerti. Entah apa yang dipikirkan anak laki-laki itu, tapi dia tetap bahagia dengan Neira saja disampingnya. Neira sampai berpikir apakah dia salah mengajarkan Karan karena anak itu seringkali berpikir menyerah dan tidak kuat menjalani terapi.

"Karan gak minta ketemu Papanya?" Kali ini Fitri yang bertanya dengan penasaran

"Oh, minta..." Neira menganggukkan kepalanya beberapa kali, "Karan bilang kalo dia bakalan give up karena kesempatannya kecil, dia cuma mau lihat Papanya sekali ini aja..."

"Dan yang paling bikin kamu patah hati adalah..." Lintang menatap adiknya yang sudah mulai berkaca-kaca. Tapi bukan Neira namanya kalau keras kepala juga memiliki pertahanan dirinya yang lemah. Lintang sudah kenal betul Neira dari perempuan itu masih kecil.

Bahkan ketika Neira menangis karena menyembunyikan ketakutannya juga marahnya sampai tidak sadar meneteskan air matapun, Lintang mengerti.

Neira menelan ludah sambil mengusap ujung matanya dan tersenyum beberapa kali, "Karan bilang gak apa-apa, dia cuma mau ketemu doang sih. Jadi please kalian gak usah bilang-bilang sama siapapun lagi soal Karan. He's fine..."

"Gimana soal donor jantung, Ra? Kita bisa nyari donor jantung buat---"

"Gak tau sampe kapan, kak..." Neira menghela nafas, "Agak susah kata dokternya, belum lagi masalahnya Karan juga ada kelainan darah. That was too much..." Neira terdiam sejenak mengambil waktu untuk mebghapus air matanya juga menghela nafas panjang, "Aku gak mau disalah-salahin kalo misalnya ada yang tau soal Karan. Buat aku sama Karan, gini aja udah cukup"

"Dia keponakan kakak, Ra. Apapun yang terjadi kakak harus bilang ke Varrel kalo dia---"

"Kakak gak kenal Varrel..." Potong Neira dengan lemah dan masih saja menghapus air matanya

Sementara Fitri menatap dengan bingung maksud dari ucapan Neira kepada dirinya. Varrel itu adiknya, tidak mungkin dia tidak mengenal Varrel dan kenapa Neira seenaknya menyembunyikan kenyataan kalau Karan adalah keponakan dirinya, membuat Fitri marah

"Aku bakalan bikin keluarga suami kakak menderita kalo sampe Varrel tau Karan anaknya" ancam Neira dengan tegas dan tajam kepada perempuan itu

Fitri terhenyak, "Kenapa?" Tanyanya nyaris tanpa suara

Neira hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan lalu menjawab dengan santainya, "Karena aku tau Varrel itu gimana, kak. Mending kayak gini. Aku mau dia deket sama Karan, nanti... Nanti kalo Karan emang gak bisa lewatin operasinya, baru dia boleh tau siapa Karan. Aku gak mau dia nolak-nolak Karan bilang kalo Karan bukan anaknya karena kita tau seberapa brengseknya dia dulu sama sekarang, Kak"

"Tapi Varrel gak kayak gitu, Ra" kembali Fitri menyela

"Duh! Serius udah, sampe Varrel tau Karan anaknya dan dia bilang gak mungkin di depan Karan sampe Karan denger..." Neira menarik nafasnya dengan susah payah lalu menuding Fitri, "Sampe Karan denger Varrel bilang gak mungkin itu anaknya, kakak tau apa yang Papa bisa lakuin ke suami kakak..."

SSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang