23

3.7K 462 27
                                    

"Mau beli apa lagi? Buku bergarisnya kan sudah..." Neira mengekori anak lelakinya dengan sabar. Mereka baru saja pulang sekolah dan Karan meminta dibelikan keperluan tugas sekolahnya untuk mata pelajaran kerajinan juga bahasa indonesia

Membayangkan Karan akan membawa banyak buku membuat Neira meringis dan kemudian mengajak anak lelaki itu untuk melihat tas dengan model koper untuk dibawa ke sekolah. Sayangnya Karan malah berbelok ke bagian mainan dan terdiam memandangi satu persatu jenis mobil-mobilan kecil yang menggantung di sana.

Karan menunjuk kepada salah satu mobil kecil dan kemudian menoleh kepada Mamanya.

"Oke. Boleh... Sedikit aja, ya? Jangan banyak-banyak. Mbah kakung gak suka kalo Karan beli mainan tapi gak dirawat..." peringat Neira

Anaknya itu mencebikkan bibir dan kemudian beralih kembali kepada mobil-mobilannya. Sedang memikirkan mobil warna apa yang akan terlihat keren untuk dipajang di lemari kamarnya.

Sejak pindah ke Jakarta beberapa hari lalu, Karan memiliki kamar yang jauh lebih besar dibanding di Jogja. Ada beberapa mainan yang tidak dibawa ke rumah Jakarta dan membuat Karan rasanya perlu mengisi bagian yang kosong dari lemari mainannya. Persis Neira yang sudah merasa kalau pakaiannya kurang. Untuk hal ini, Neira menurunkan satu kebiasaan buruk kepada putranya. Beli tapi tidak dipakai.

"Mamah ke sana, oke?" Neira menunjuk ke arah kumpulan tas dan kemudian meminta anaknya untuk menunggu sebentar, "Jangan kemana-mana, inget? Kalo ada apa-apa, langsung pencet tombol alarmnya, ya?"

Karan menganggukkan kepalanya lalu kembali sibuk untuk memilih mobil-mobilan yang dia inginkan sebagai koleksinya yang lain.

...

Varrel memutuskan membeli sendiri kebutuhan sekolah Willow setelah keponakannya itu malah memilih tidur di rumah bukannya ikut belanja.

Dasar. Kecil-kecil sudah bikin Varrel repot. Sebelum berangkat saja mereka bertengkar karena Willow mengatakan harus sama persis dengan apa yang dipesan guru sekolahnya. Tapi ujungnya bersikukuh tidak mau bangkit dari kasur.

Berkali-kali Varrel misuh-misuh karena masuk ke toko sendirian. Mencari-cari buku bergaris yang diinginkan Willow dan kemudian mencari barang lainnya yang sekiranya mirip dengan deskripsi keponakannya itu.

Varrel berhenti memutar-mutar tubuhnya dan kemudian berhenti ketika melihat rak mobil mainan yang berada beberapa langkah di depannya.

Keningnya mengerut mendapati anak laki-laki yang sedang memilih dua buah mobil dan sepertinya kebingungan memilih salah satu diantaranya. Akhirnya dia memutuskan untuk mendekat dan kemudian berjongkok di samping Karan. "Buddy..."

Karan menoleh lalu tertawa dan memeluk Varrel begitu saja. Anak laki-laki itu melepaskan pelukannya dan kemudian menunjukkan tangan kiri dan kanannya seolah meminta petunjuk dari Varrel.

"Oh, kalo Om sih dua-duanya. Bagus. Bingung kan pasti mau pilih yang merah atau biru? Udah, dua-duanya aja..." lalu mengacak-acak rambut Karan

Kebetulan sekali ada Karan. Varrel jadi teringat kalau keponakannya yang tengil itu satu kelas dengan anak laki-laki ini. Secara tidak langsung berarti barang kebutuhan Willow sama dengan Karan. Ah, dia bisa menanyakannya kepada yang mengantar Karan kalau begitu.

"Sama siapa eh kamu ke sini? Udah makan belom? Kok lucu sih, sepatunya? Kembaran sama Om, ya?"

Karan menunduk melihat sepatunya dan kembali menatap Varrel. Sama dengan milik pria itu. Dia tertawa saja menganggukkan kepalanya. Lalu beberapa kali menunjuk sepatu Varrel dan miliknya.

"Wah, iya. Beda warnanya doang, ya? Mobilnya juga sama. Ini..." Varrel menunjuk salah satu mobil di gantungan, "Om udah punya. Dulu tapi... Kalo yang ditangan kamu belom..."

Anak laki-laki itu mengangguk dengan antusias dan menunjukkan tangan kanannya yang menggenggam mobil berwarna biru.

"Kamu juga belom? Nah, ya udah beli aja dua-duanya, oke?"

Karan menganggukkan kepalanya. Anak itu kemudian diam menunggu Neira seperti pesan Mamanya dengan memutarkan badan dan melihat-lihat ke sekeliling.

Membuat Varrel kembali menaruh perhatian kepada diamnya Karan. "Om temenin nunggu, ya? Tadi sama siapa kesini emangnya?"

Karan menunjuk ke arah Neira yang sepertinya sedang memilih cat air beberapa rak jauhnya tapi masih bisa terlihat.

Varrel mengikuti arah telunjuk Karan dan menganggukkan kepalanya. Neira yang sepertinya sibuk memilih antara cat air satu dan lainnya. Kemudian seolah merasa dipandangi, perempuan itu menoleh kepada posisi anaknya dan juga Varrel.

Perempuan itu terhenyak dan kemudian mengerjap beberapa kali sampai akhirnya melambaikan tangan kepada Varrel juga Karan.

Varrel tidak banyak bereaksi dan menoleh kepada anak laki-laki disampingnya yang tampak melambaikan tangan kepada Neira dengan bahagia. Tanpa sadar pria itu sudah menaikkan satu sudut bibirnya untuk tersenyum dan memilih menggendong Karan untuk menghampiri Neira.

Setelah menemukan posisi Neira dan kemudian menyapa perempuan itu, Varrel tidak langsung menurunkan Karan karena melihat Neira yang sibuk memasukkan cat air ke dalam keranjangnya.

"Ra sekalian ambilin double buat Willow..."

Neira menoleh dan hampir saja terkejut mendapati anaknya dalam gendongan Varrel. Bukannya bagaimana tapi sekarang Varrel terlihat memperhatikan Karan yang sedang menunjuk-nunjuk buku mewarnai lalu menyebutkan nama buku itu dengan sabar.

"Ya, gak. Kamu kan udah mulai baca jadi belinya buku yang lain..." jelas pria itu dengan sabar ketika Karan menunjuk ke salah satu buku mewarnai

Karan mengedikkan bahunya, menunjuk buku gambar lain yang kemudian menarik perhatian Varrel

"Nah, itu baru buat kamu. Biar bisa gambar pemandangan. Sip..."

Neira menghela nafasnya dengan pelan. "Duileh, sok-sokan. Turunin gih biarin jalan. Dah kayak penculik aja maen gendong anak orang..."

"Biarin, orang gue gemes..."

"Turunin, gak?" Ancam Neira sambil menuding Varrel

Karan bukannya setuju malah memeluk leher Varrel dan menggeleng-gelengkan kepalanya bersamaan dengan Varrel. Mereka menatap takut kepada Neira dan menggelengkan kepala kembali.

Perempuan itu terdiam karena ditatap seperti itu. Tuhan kalau sampai ada yang melihat mereka sekarang, mereka bisa melihat bagaimana bola mata Karan dan juga Varrel yang sama persis sedang menatap Neira. Perempuan itu menelan ludah dan memutuskan meninggalkan kedua orang itu dengan perasaan gusar.

SSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang