25

3.8K 456 31
                                    

Merasa tidak enak meninggalkan Neira yang sedang sakit dengan Karan, membuat Varrel memutuskan untuk kembali ke rumah perempuan itu setelah sebelumnya memutar mobilnya di pertigaan perumahan.

Pria itu masuk ke dalam rumah Neira yang masih saja selalu memiliki celah untuk dia masuki. Varrel hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika dia sudah selesai mengunci pagar rumah juga gerbang samping rumah Neira.

Laki-laki itu melewati gudang dan kemudian masuk menuju dapur. Matanya menjelajahi setiap inchi rumah Neira dengan teliti, takut-takut ada maling atau rampok yang berada di sana.

Setelahnya, Varrel tertegun ketika mendapati Neira yang sedang berbaring di sofa dengan Karan yang tertidur memeluk perempuan itu.

Neira sepertinya belum menyadari kedatangannya dan sedang mengusap-usap puncak kepala Karan sambil sesekali mendaratkan kecupan di sana. Perempuan itu tampak sibuk membersihkan sesuatu pada wajah Karan karena terlihat sabar mengusap wajah anak lelaki dalam rangkulannya.

Varrel menghampirinya kemudian bertanya dengan setengah berbisik, "Udah tidur?"

Perempuan itu melebarkan kedua matanya terkejut sambil menoleh, "Lo gila? Masuk lewat mana? Kok balik lagi? Setan ya?" Tanyanya spontan setengah berbisik

"Aneh-aneh, aja. Sini gue bantuin..." Varrel menepis tangan perempuan itu dan memperhatikan Karan yang sedang tertidur lalu menggendongnya. "Kasian anak orang kalo dibiarin sama lo yang sakit, makanya gue balik..."

Neira mendengus mendengarnya, dia sudah berjalan lebih dulu dan membukakan pintu kamar Karan lalu membiarkan Varrel membaringkan anaknya di sana. Setelah Varrel keluar, dia memutuskan untuk bertanya, "Ngapain sih lo balik?"

Jelas saja dia bertanya. Untuk apa Varrel kembali ke rumahnya dan kemudian bersikap seperti ini. Neira sedang menikmati waktu berdua dengan anak lelakinya yang sejak kemarin dimonopoli oleh kakak pria itu, dan sekarang ada Varrel di rumahnya. Dia malas mengingat Varrel adalah ayah anaknya yang sewaktu-waktu bisa saja menemukan kenyataan kalau Karan anak mereka jika terlalu lama berada di rumahnya.

Varrel memilih berdiri di samping Neira ketika mereka berada di ruang tengah dan kemudian mengedikkan bahunya, "Lo emang udah enakan?"

"Udah..." jawab perempuan itu dengan enteng

"Gue cuma mau mastiin aja..."

Neira bersidekap sambil menatap Varrel dengan serius, "Thanks..."

"Enggak, serius. Gue gak enak aja rasanya ninggalin lo sama Karan..." lalu Varrel menggaruk tengkuknya sendiri. Boleh dibilang sedang kebingungan untuk mencari alasan kepada Neira

Wanita itu menghela nafas, beralih kepada deretan cangkirnya dan mengambil satu untuk menuangkan air hangat dan diberikan kepada Varrel, "Kopi? Atau teh?"

"Air putih aja, gue gak bisa ngopi malem-malem..." Varrel mengambil kesempatan untuk mendekati perempuan itu, "Lo berubah..."

Neira mengedikkan bahunya lalu mendorong pelan cangkir itu ke hadapan Varrel. "Lo juga..."

Varrel menganggukkan kepalanya beberapa kali sampai kemudian dia menyentuh cangkirnya dengan ragu sambil terus menatap Neira yang mengalihkan pandangannya. "Dulu---"

"Ya, gue udah denger. Aplogize accepted, Rel. Gak usah dijelasin. Aaron sama Priscilla udah jelasin..." potong Neira kemudian. Dia sengaja mengutarakannya lebih dulu karena tahu Varrel akan membalasnya. Terbukti dengan pria itu yang tampak terkejut kemudian, "Tapi gue pindah karena masalah lain, sih. Tau kan Priscilla seneng banget gue jauh sama keluarga gue? Jadi, ya... Daripada dia ngajak berantem mulu..."

"Hm..." Varrel mengulum bibirnya, "That was a huge mistake..."

Mereka saling bertatapan. Perempuan itu menunggu Varrel dengan bingung dan juga lelah. Di satu sisi, Neira tidak mengharapkan ucapan apapun dari Varrel mengenai masa lalu mereka yang terbilang tidak jelas itu. Tapi di sisi lain, dia ingin mengetahui apa yang Varrel rasakan dulu kepada dirinya.

"Lo dulu punya pacar, Rel. Tapi masih cari-cari gue... Jelas aja huge mistake, kan?"

Varrel menaikkan satu alisnya, dengan pelan kemudian dia menjelaskan setelah meneliti manik mata Neira, "Maksud gue---"

"Maksud gue, lo pacaran sama kakak gue, Rel. Priscilla udah bilang kalo kalian pacaran berbulan-bulan..." walaupun abis itu dia bilang kalian gak ada hubungan sih, tapi tetep aja, "So i was a mistake. Gue ngerti kok. Udah lama juga, kan?"

Pria itu menganga di tempatnya. Mengerjap beberapa kali sampai kemudian menutup rapat mulutnya dan kemudian menunduk mengalihkan pandangan kepada cangkirnya.

"Tapi gue gak nyesel sih, pernah naksir sama lo..." Neira menganggukkan kepalanya, "Lo bener. Ada hal-hal di dunia ini yang gak pernah bisa kita dapetin walaupun kita udah berkorban banyak buat hal itu. Buat gue sih, begitu. Lucu ya jatuh cintanya anak sekolahan..."

Dahi Varrel mengerut seketika. Oke, dulu dia brengsek karena dengan mudahnya memutuskan anak gadis orang lalu beralih kepada yang baru hanya karena bosan. Tapi Varrel itu tidak bodoh juga untuk menyadari kalau ada rasa cinta yang tumbuh di hati anak gadis orang lain yang dekat dengannya. Makanya dulu dia tidak suka terikat dengan satu gadis karena pasti akan membuat dirinya lelah.

Pria itu sudah menatap Neira dengan kerutan di dahinya. Tapi perempuan itu malah tersenyum kepadanya dan hanya mengedikkan bahu.

"Ra..."

"Hm?"

Varrel menegakkan tubuhnya dan kemudian menaikkan satu sudut bibirnya. "Please jangan benci apalagi mukul gue habis ini..."

"Hah?"

Beberapa detik berikutnya, lengan besar Varrel sudah menahan kepala Neira dan bibir pria itu melumat bibir kecil Neira. Entah apa yang ada di pikiran Varrel, tapi dia tahu, dari tatapan Neira tadi kalau masih ada dirinya di perempuan itu.

SSWhere stories live. Discover now