Reizen VI : part 2 ( Kitrino's POV)

2K 74 6
                                    

Air mengucur langsung ke wajahku. Aku hanya terdiam dibawah pancuran. Menyegarkan memang bertemu air setelah perjalanan jauh. Aku memang sudah menyadari sejak memasuki istana kalau Vanir memang menahan sakit kepalanya. Tapi tidak kukira ia akan kembali pingsan disini.

Banyak misteri didalam dirinya. Aku sudah meminta Téchoun dan Gin untuk membawanya ke kamar Carnosa. Kamar terdekat yang bisa dijangkau dari kamar ayah. Kalau ayah tidak memintaku untuk menemuinya, aku tidak akan bersih - bersih diri secepat ini.

Setelah berganti pakaian, aku bersiap menghadap ayah. Aku hanya merasa ini seperti pertemuan terahirku dengannya. Aku berharap ini salah. Tidak. Aku harus membuang jauh – jauh pikiran seperti itu. Aku segera keluar dari kamarku, Néir sudah menungguku diluar kamar. Aku segera menuju ruang kerja ayah yang berada tepat di kanan kamarnya.

Ruangan kerja yang jauh lebih kecil dari kamar ayah ini tiidak pernah berubah sejak kakek yang menggunakannya dulu. Yang berbeda hanya sebuah lukisan kecil keluarga kami yang dipasang dibelakang meja kerjanya. Sekarang lukisan itu bergambar ayah, ibu, aku dan Lacie yang masih didalam gendongan ibu.

Sudah lama sekali lukisan itu dibuat. Dulu sekali ketika ibu masih ada. Aku masih berharap sekarang ibu bersama kami saat ini. Aku sangat merindukan masa- masa ketika ibu masih berada di tengah – tengah kami.

Aku duduk di kursi di depan meja ayah. Ayah belum juga datang. Aku masih bertanya – tanya kenapa beliau minta aku bertemunya disini, bukan dikamarnya saja mengingat kondisinya yang makin memburuk.

Pintu yang menghubungkan kamar dan ruang kerja ayah terbuka. Dia masuk dengan tertatih – tatih, tapi dia menolakku untuk membantunya. Ahirnya dia duduk juga di kursi merahnya. Badannya sedikit keringatan. Mukanya pucat, matanya juga sayu. Tapi sekali lagi dia tetap menolakku dan para pelayan untuk membasuh keringatnya. Dia malah mengusir para pelayannya. Sesuatu yang sangat dia jarang lakukan.

“ Urg. Aku tidak punya banyak waktu lagi. Tapi begitu banyak yang harus aku berikan padamu.” Akhirnya ayah menemukan suaranya setelah terdiam beberapa saat mengatur nafasnya.

“ Ayah. Tolong jangan berbicara seperti itu.” Aku setengah memohon.

“ Hmm, itu kenyataan nak.”

“Tapi…”

“ Tidak ada tapi – tapian nak. Kita tidak punya banyak waktu. Jadi dimana kalian bertemu? Apa keadaanya sekarang baik – baik saja?”

“ Siapa? Vanir?”

Saat aku menyebutkan nama vanir raut ayah sedikit berubah. Sepertinya dia mengenal Vanir dengan nama yang berbeda. “ Dia baik – baik saja. Dia memang sedang ada gangguan dengan kepala dan memorinya. Harusnya ayah lebih memprioritaskan kesehatan ayah terlebih dahulu dari pada yang lain.”

Ayah hanya tersenyum. “ Aku tidak apa – apa nak. Tadi kau bilang gangguan memori?”

“ Ya. Dia kehilangan seluruh ingatannya sebelum 7 bulan yang lalu. Dan kepalanya akan sakit kalau dia bertemu dengan seseorang atau tempat di masa lalunya.  Jadi… sepertinya dia pernah bertemu dengan ayah sebelumnya kan? Ayah tidak bisa menyembunyikannya dariku.” Tebakku.

“ Hmm, dari dulu kau memang selalu peka ya, Kítrino. Ya aku memang mengenalnya.”

Tebakanku tepat. Ayah memang pernah bertemu dan mengenalnya. Tapi ada satu yang sedikit mengganggu pikiranku dengan kenyataan ini.

“ Kalau begitu, ayah seharusnya bisa memberitahuku atau Vanir sendiri tentang siapa dirinya.”

Ayah terdiam cukup lama dan menghela nafas panjang sebelum dia menanggapiku.

“Seandainya aku bisa melakukan itu. Tapi, sayangnya aku tidak bisa. Aku sudah melakukan perjanjian darah untuk tidak membuka rahasia latar belakang seluruh keluarganya.” Ayah tiba – tiba menjulurkan lidahnya.

Di pangkal lidahnya, ada sebuah segel sihir berbentuk 4 jarum jam dengan sebuah lingkaran yang mengelilingi 4 buah jarum itu. lingkaran itu terbuat dari huruf – huruf kuno yang aneh, tapi tidak asing dimataku. Tapi sebelum aku bisa mencoba untuk membacanya, ayah kembali menarik lidahnya.

“ Segel ini diberikan dengan darahku sebagai persetujuanku. Dengan segel ini di lidahku aku tidak akan bisa memberikan informasi apa pun tentang-Nya dan keluarganya. Sekalipun dia yang memintanya. Ini untuk melindungi seluruh keluarganya. Kelak setelah kau menjadi Raja, kau akan tahu kebenarannya.”

“ Kenapa Vanir tidak bisa mengetahui siapa dirinya? Tidakkah itu haknya?”

“ Ini semua untuk melindunginya dan keluarganya. Informasi tentang keluarganya sangatlah penting. Itu memang haknya untuk mengetahui masa lalunya. Tapi aku tetap tetap tidak bisa memberitahunya. Segel ini sangat mengikat, aku hanya bisa membuka rahasia siapa dirinya kalau dia bisa membuka sedikit segel itu. Tapi, karena dia kehilangan memorinya, aku tidak yakin dia masih mengingat mantra itu.”

Sebegitu pentingnya kah informasi keluarganya? Terlalu begitu banyak misteri di dalam diri Vanir. Dari siapa keluarganya hingga seberapa kuat dia sebenarnya. Dia begitu terlatih, aku yakin kekuatan penuhnya bahkan lebih kuat dari tentara Exaíres seperti Zurgré.

Sebuah ketukan membuyarkan lamunanku. Néir masuk ke ruangan ayah. Dia membungkuk dalam – dalam dihadapan ayah. Dia meminta izin untuk membisikkan sesuatu kepadaku.

“ Tuan muda, Nona Carnosa memberitahu bahwa Sir Vanir sudah sadar. Nona berharap agar anda bisa segera kesana.” Bisik Néir.

“Ya. Aku mengerti. Tunggulah diluar sebentar lagi.” Dan Néir pun keluar dari ruangan.

Ayah masih memandangku. Aku tidak mengerti apa arti pandangannya itu. Tatapannya itu seperti…… tatapan kehilangan. Urg. Kenapa dia menatapku seperti itu? Dia menutup matanya.

“ Dia masih mengenakan Kalung berwarna merah di lehernya kan?” Tanya Ayah disela – sela matanya yang tertutup.

“ Kalung berwarna merah? Ya. Dia masih menggunakanya.”

Ayah membuka matanya. Lalu tiba – tiba bangkit dari kursinya. Dia mengisyaratkan agar aku tetap duduk di tempat dudukku. Sekarang dia menghadap lukisan kecil keluarga kami. Dia memandangnya, lalu menurunkan lukisan itu. Dibalik lukisan itu ada sebuah kotak kecil tersembunyi. Dia membawa kotak itu ke atas meja dan menyodorkannya padaku. Kotak itu sama bergambar sama dengan segel yang ada dilidah ayah. Ayah merogoh kantungnya lalu mengeluarkan sebuah kunci berwarna hitam yang senada dengan warna kotak itu.

“ Kotak ini memuat informasi yang kamu cari. Tapi, kotak ini hanya bisa dibuka oleh Raja dari Kerajaan ini dengan kunci hitam ini. Seperti yang kamu lihat, kotak ini juga sama tersegelnya dengan lidahku. Jadi hanya aku yang bisa membukanya. Tapi, aku memberikan kunci dan kotak ini kepadamu.

"Aku mungkin tidak akan bisa memberikan kunci dan kota ini saat kau diangkat menjadi Raja. Maka dari itu aku memberikannya sekarang. Kau akan segera dapat membuka kotak itu dengan memberikan darahmu sebagai Raja. Kunci ini akan mengenali darah Raja yang mengalir dalam tubuhmu.

"Jaga kunci dan kotak itu baik – baik. Sedikit banyak itu mengandung informasi penting dan merupakan hartaku yang paling besar selain kalian, keluargaku,dan seluruh rakyatku.” Dia kembali tersenyum aneh memandangku saat memberikan kotak dan kunci itu padaku.

Aku hanya memandang kotak dan kunci yang sekarang ada dihadapanku. Aku tidak tahu harus berbuat apa dan berkata apa. Sekarang aku benar – benar merasa akan segera kehilangannya. Perasaan yang sama ketika ibu meninggalkan kami semua. Aku menerima kotak dan kunci itu hitam itu dengan setengah hati.

Setelah aku mengambil kotak dan kunci itu, ayah berjalan ke arahku. Mengelus kepalaku dan menepuk bahuku lalu kembali ke kamarnya dengan bantuan para pelayan. Terlihat sekali betapa susahnya dia untuk berjalan kembali ke kamarnya. Aku menatapnya nanar sekali lagi sebelum berbalik menuju pintu keluar.

Aku keluar dari ruang kerja ayah dan Néir masih menunggu di depan kamar. Aku memberikan kotak itu kepadanya. Dia tahu dimana dia harus menyimpan kotak itu. sementara kuncinya aku gabungkan dengan liontin yang diberikan oleh ibu.

Aku menatap sebentar liontin berlambang kepala naga emas itu. Dan pikiranku melayang ke kalung merah yang dikenakan Vanir. Sepertinya aku memang pernah melihat lambang itu disuatu tempat. Aku akan mencarinya di perpustakaan besar nanti. Setelah memusatkan kembali pikiranku, aku langsung pergi menuju kamar Carnosa.

Elemetal ForéaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang