Reizen I : Part 5 (Last part)

2.7K 97 6
                                    

Langit musim panas yang berwarna pucat, ditambah dengan hujan deras yang menguyur hutan Weldron sejak kemarin malam membuat kebulan asap abu – abu pekat yang mebumbung ke atas langit menambah kelamnya langit. Percikan sisa – sisa api yang telah membakar habis seluruh desa menghiasi sebagian besar pemandangan pagi ini. Bau hangus rumah – rumah penduduk yang terbakar ditambah bau busuk penduduk yang terpanggang api menguar ke udara.

Jadi disitulah aku. Berdiri mematung di depan gerbang desa yang hanya tinggal papan nama yang sudah setengah runtuh dan menghitam karna hangus terbakar. Di depanku hanya ada dataran hitam dengan rumah – rumah hancur dan tubuh – tubuh yang menghitam dimakan sang api. Aku sudah terlambat.

Aku terlalu terguncang untuk bisa berpikir. Otakku bahkan tidak memedulikan bau yang menyengat dari mayat – mayat penduduk yang terbakar. Berbagai perasaan silih berganti memasuki hatiku, mengusik kekosongan otakku. Terutama perasaan bersalah karena tidak menuruti firasatku dan ternyata firasat yang sudah mengganjal sejak awal keberangkatanku dan mimpiku benar – benar terwujud.

Selama perjalanan aku meyakinkan diriku sendiri, kalau itu hanya sebuah firasat. Tapi firasat itu seakan terus memperingatiku, tapi aku tidak menyadarinya. Lebih tepatnya aku tidak mau menyadarinya kalau ini adalah tanda yang diberikan kepadaku. Dan inilah hasilnya. Aku kehilangan orang yang berarti di awal kehidupanku yang baru. Mereka yang telah membuatkan kesempatan kepadaku untuk sekali lagi mencoba betapa kerasnya hidup ini telah pergi ke tempat dimana aku tidak lagi bisa menjangkau mereka. Aku belum bisa benar – benar membalas akan apa yang telah mereka berikan kepadaku.

Air mata merembes dari mataku dan mengalir melalui pipiku dan jatuh ke tanah. Tidak seharusnya seorang laki – laki menangis. Tapi aku tidak dalam kondisi yang bisa mengontrol emosiku. Pandanganku berubah menjadi merah darah. Aku sudah tau dari Shegir setiap kali emosiku meluap mataku akan berubah warna menjadi merah darah. aku benci dengan warna merah mataku. Warna merah yang sama dengan api yang telah merenggut segalanya yang berharga bagiku.

Aku berteriak sekeras – kerasnya. Itu selalu bisa membuang rasa gelisahku, tapi sepertinya tidak untuk saat ini. Walaupun aku sudah berteriak sekeras – kerasnya, tak akan ada yang bisa membuang rasa gelisahku. Aku terus membiarkan emosiku meluap – luap. Kenangan – kenangan akan penduduk desa datang silih berganti memasuki pikiranku. Membuat emosiku terus meluap, tapi semakin emosiku meluap semakin kesadaranku hilang. Kesadaranku terus memudar… memudar…. Tidak, ini tidak bagus. Aku tidak boleh membiarkan emosiku terlalu lepas dan menjadi tak terkendali.

Aku belum pernah membiarkan diriku tidak terkendali seperti ini sejak pertarunganku dengan Polrug dan aku tidak tau apa yang akan terjadi kalau kesadaranku benar – benar memudar, tapi aku punya firasat buruk tentang itu. Segera aku mengambil pedang dari pinggangku dan langsung menusukkanya ke paha kiriku. Rasa sakit membuat pikiranku lebih jernih. Aku jatuh seketika dengan rasa sakit di paha kiriku. Aku mencoba untuk menarik kembali tali kendali emosi dan pikiranku ditengah rasa sakit yang sedikit menjernihkan pikiranku. Butuh waktu cukup lama sampai aku bisa benar – benar memegang tali kendali atas emosi dan pikiranku. Setelah merasa cukup kuat memegang tali kendali emosiku, aku segera membebat luka dipaha kiriku. Walaupun diliputi rasa nyut – nyutan, aku memaksakan kakiku untuk memasuki desa.

Desa ini berada di cekungan didekat jurang. Desa ini memang terkesan terisolasi dari luar, tapi dari dalam desa kita bisa memantau ke luar. Walau begitu, desa ini dikelilingi batu – batu alami didalam cekungan, jadi sangat susah untuk para pendudukmelarikan diri saat terjadi kebakaran dimana satu disatu sisi desa merupakan jurang. Disatu sisi, bentuk desa ini bisa melindungi mereka dari serangan luar, tapi di sisi lainnya membuat mereka terkepung oleh batuan dan susah untuk melarikan diri bila terjadi sesuatu di dalam desa. Seperti kebakaran kali ini.

Elemetal ForéaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang