Reizen I : Part 2

3.7K 110 0
                                    

Ketika terbangun, aku menyipitikan mataku untuk melihat cahaya putih terang yang langsung mengarah pada mataku. Keringat membanjiri tubuhku dan membuat seluruh bajuku basah. Jendela besar dekat tembat tidurku tertutup kain tebal yang memanjang dari atas kebawah. Diatasnya jendela yang lebih kecil, mendesak masuk cahaya terang menyilaukan pandanganku. Aku merasa sangat asing berada di kamar ini. Walaupun aku sudah siuman dari kemarin di tempat ini, tapi tetap saja aku merasa asing. Terlebih aku tidak bisa mengingat apapun. Itu tambah membuat tempat ini terasa makin asing. Aku bangun dari tempat tidur. Badanku sudah tidak sekaku seperti kemarin ketika aku siuman dan aku bersyukur karenanya. 

Sebuah mangkuk super besar yang berisi air hangat dan setumpuk pakaian ganti sudah berada di atas meja kecil disamping tempat tidur. Uapnya masih mengepul diudara, sepertinya belum lama seseorang menaruhnya disini. Aku membuka bajuku dengan satu tangan, dan mengambil kain yang berada dekat mangkuk super besar dan mencelupkan kain itu ke dalam mangkuk super besar itu. Meniru apa yang dilakukan Ann kemarin malam saat membasuh tubuhku. Aku mencoba untuk menyeka tubuhku sendiri, tapi tampaknya tubuhku belum mengizinkanku untuk bergerak seleluasa itu. Aku sedikit mengerang ketika tangan kananku mencoba untuk menyeka tubuh bagian belakangku. Aku sudah mencoba untuk menolerir rasa sakitnya, tapi aku menyerah. Tangan kananku belum bisa kugerakkan kebelakang. Sementara tangan kiriku masih patah. Hasilnya aku hanya menyeka tubuh bagian depan dan sedikit bagian belakang yang bisa kujangkau.

Setelah aku mengeringkan tubuhku, aku langsung mengenakan pakaianku dengan hati – hati, agar tak memaksa tanganku bekerja diluar kemampuannya saat ini. Setelah selesai, aku berjalan kearah jendela dan membuka kain tebal yang tertutup itu. Cahaya menyilaukan langsung berhamburan menghalangi pandanganku. Aku menyipit dan mengerjap, mencoba untuk membiasakan mataku.

Seluruh warga desa sudah mulai beraktivitas di luar. Ada yang berjualan kain, ada yang berjualan buah  - buahan dsb. Mereka tertawa begitu lepas, sungguh pemandangan yang menyenangkan. Aku ingin sekali turun kebawah dan melihat – lihat. Walaupun dengan badan begini, masih terlihat mustahil, tapi aku memaksakan tubuhku untuk turun ke bawah dan melihat – lihat.

Padahal jarak dari kamar ini ke tangga dan dari tangga ke bawah itu sangat pendek, tapi karena aku harus menahan rasa sakit dan beristirahat sebentar ditengah jalan, terlebih lagi kakiku sangat sakit ketika menuruni tangga, jadi sedikitnya aku membutuhkan 30 menit untuk sampai ke lantai bawah.

Aku sudah sampai dilantai bawah. Dilantai bawah ini pun terdapat ukiran yang sama dengan ukiran yang berada di atas kamarku. Sepertinya ukiran ini berada di seluruh langit – langit rumah ini. Aku mulai berjalan menyusuri ruangan – ruangan dilantai bawah ini. Aku berada di ruangan dengan sebuah meja panjang dan mangkuk – mangkuk yang diletakkan di depan setiap kursi yang berada di sebelah kiri tangga. Kakiku gemetaran. Aku memutuskan untuk duduk terlebih dahulu di salah satu kursi. Ruang bermeja panjang ini tersusun sangat rapi. Dikanan- kirinya terdapat foto – foto keluarga. Ditengah – tengah foto – foto yang berjejer itu, ada satu foto yang paling besar.

Foto itu  merupakan foto keluarga besar Mr. Marquis. Aku hanya beramsumsi karna di foto itu duduk Mr.Marquis yang didampingi seorang wanita cantik (yang kemungkinan besar adalah istrinya) dan didepannya terdapat sepasang anak kecil yang dipangku oleh kedua orang tuanya. yang laki –laki dipangku oleh ibu mereka. Dia terlihat sedikit lebih tua dari si anak perempuan. Si anak perempuan di pangku oleh Mr.Marquis dan aku mengenalinya sebagai Ann. Mereka tersenyum bahagia dengan pemandangan sebuah bukit bunga berwarna – warni yang melatari belakangnya.

Dipojok kanan ruangan ini ada pintu yang sepertinya mengarah ketempat memasak. Aku haus, jadi aku pergi ke pintu itu. Mungkin aku bisa menemukan segelas air disana. Yah tetap saja, perlu usaha yang cukup untuk menggerakkan kakiku lagi. Ternyata benar, ruangan ini merupakan tempat untuk memasak. Dipojok kiri ada tungku berdampingan dengan gentong air. Aku minum langsung air itu untuk memuaskan dahagaku. Tapi tiba – tiba seseorang masuk dengan terburu – buru dan seketika melancarkan pukulan ke mukaku.

Elemetal ForéaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang