Reizen IV - Aéra City : Part 1

2.4K 80 1
                                    

Gerbang putih gading kecil itu tertutup dibelakangku dengan bedebum kecil. Kami sudah masuk ke kota terkaya di barat; kota Aéra. Aku menjejakan kudaku agar berjalan diatas jalan batu - batu bulat. Lampu jalan yang menyala lemah menyinari jalanan batu - batu ini. Rumah demi rumah terlewati. Rumah - rumah beratap rendah itu yang tebuat dari lempengan logam, kebanyakan terlihat kusam dan tertutup dengan jendela - jendela kecil. Gimana tidak suram rumahnya, dengan jendela sekecil itu pasti hanya sedikit cahaya matahari yang bisa menerobos masuk. Cahaya redup lampu minyak yang menerangi rumah - rumah itu terlihat bagaikan setitik cahaya kecil di kegelapan yang mencekam.

Semakin dalam kami berjalan menuju pusat kota, semakin tinggi rumah - rumah itu. Begitu pula dengan ornamennya. Semakin lama ornamen - ornamen rumah - rumah itu makin kompleks. Dan sampai akhirnya rumah - rumah tinggi itu berakhir di sebuah benteng. Benteng berornamen batu - batu halus itu berdiri dengan megahnya di pusat kota. Di puncak menara benteng, terikat bendera kerajaan ini.

“ Benteng itu merupakan tempat tinggal walikota sekaligus pusat pemerintahan kota ini dan wilayah bagian barat. Jangan buat masalah dikota ini. Aku jamin kau tidak akan mau berurusan dengan mereka. Mereka sangat merepotkan." bisik Kítrino

Sesungguhnya tidak peduli dimana tiran - tiran itu tinggal atau apalah yang berhubungan dengan mereka. Berhubungan dengan pemerintahan adalah hal yang paling merepotkan yang pernah kulakukan. Mengurus surat kependudukan saja mesti kesana kemari. Tanda tangan ini, tanda tangan itu. Aku tidak akan pernah mau berurusan dengan pemerintahan lagi kalau tidak terpaksa. Dan sayangnya, teman seperjalananku adalah pusat dari seluruh pemerintahan negeri ini.

Kami meninggalkan benteng itu dan berkeliling mencari tempat bermalam. Kami membimbing kuda - kuda kami menyebrangi jalan ke sebuah kedai minuman merangkap penginapan dan mengikat kuda - kuda di tiang tambatan. Si burung hitam sudah bertengger kembali dipundakku. Aku memandang papan nama pudar diatas. Tapi saking pudarnya namanya tidak terlihat sama sekali. Namun, karena kelelahan yang tidak tertolong, kami langsung masuk.

Ruangan suram di kedai ini terasa tidak aman. Api mengepul diperapian, dan tidak ada yang mau repot - repot menambahkan kayu kesana. Beberapa tentara dengan baju biru sedang minum dipojok ruangan ditemani 'teman' wanita mereka. Mereka tertawa sesuka hati mereka tanpa memperdulikan pengunjung lainnya. Sementara rakyat biasa minum dalam diam dipojok ruangan dengan ekspresi cemberut memandang para tentara yang berisik itu. Seorang bartender botak berdiri di belakang meja bar sambil terus mengelap gelas yang sudah retak dengan muka garang. Sementara bartender lainnya asyik berbincang dengan pengunjung lainnya. Gin mencondongkan tubuhnya.

" Bisakah kami mendapatkan 1 kamar untuk beberapa malam?" Aku berdiri disampingnya sementara Kítrino berdiri di belakang kami.

" 1 koin emas untuk setiap malamnya,bocah." Jawab si bartender dengan nada bosan.

" Baiklah. Ini!" Gin melemparkan kantung kecil berisi koin emas. Bartender botak itu memeriksa kantung itu. Wajah si bartender berubah cerah setelah melihat isi kantung itu.

" Pakailah kamar di lantai 2 yang paling pojok disebelah kanan. Ingat, jangan biarkan anjing peliharaanmu itu mengganggu para tamuku. Sana!" bartender botak itu mengibaskan tangannya dan melemparkan sebuah kunci lalu dia sibuk mengelap gelas retaknya lagi.

Gin segera mengambil kunci itu dan kami berjalan ketangga dipojok kiri ruangan. Gin – diikuti Algant - sudah menghilang kelantai 2 saat tidak sengaja Kítrino menabrak seorang tentara berseragam biru tua dengan jahitan benang berwarna perunggu di lehernya.

" Maaf!" lalu dia sedikit membungkuk.

" Tidak cukup hanya minta maaf bocah!" Tentara kekar yang mabuk itu berteriak.

Elemetal ForéaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang