Reizen II : Part 2

2.4K 87 5
                                    

Pagi ini aku memenuhi janjiku kepada Uistean untuk bertemunya di alun – alun kota sebelum aku meninggalkan kota ini besok pagi. Dia akan mengajakku berkeliling kota ini. Kota ini sudah ramai oleh para penduduk sejak pagi. Karena sebentar lagi keluarga dijadwalkan akan tiba siang ini. Para penduduk berdoyong – doyong pergi ke alun – alun. Harusnya kami tidak usah janjian disini. Kan jadi susah untuk bertemu kalau alun – alun kotanya penuh sesak seperti ini. Terlebih lagi aku tidak suka berada dalam keramaian. Karena aku tidak suka dipandangi banyak orang. Tuh kan, sudah banyak orang yang mulai memandangiku. Dimana Uistean? Matahari sudah melewati tembok benteng, seharusnya dia sudah berada disini sekarang.

“ Hei! Vanir!”

Aku mendengar suara Uistean memanggilku. Oh, itu dia, sedang berusaha melewati seorang ibu dan anaknya yang sedang menunggu keluarga kerajaan. Kenapa orang begitu mengagungkan keluarga kerajaan? Menurutku keluarga kerajaan sama saja dengan keluarga tua lainnya. Hanya saja mereka punya kekuasaan lebih. Dan terkadang kekuasaan itu disalah gunakan. Seperti raja bodoh Glend yang memulai perang dengan kaum Nadliský. Kedatangan mereka bahkan membuat kebakaran yang membakar seluruh desa Osilon menjadi masalah kecil. Hanya kedatangan beberapa orang penting saja para penduduk kota ini bisa tidak memerdulikan saudara – saudara mereka yang terbakar di desa Osilon.

“Ah, untunglah dengan tinggi badanmu yang melebihi rata – rata dan rambut pirang kecoklatanmu itu aku mudah menemukanmu. Hehehe, maafkan aku karena kita harus bertemu disini, padahal aku tau alun – alun pasti penuh menyambut kedatangan keluarga kerajaan.” Katanya sambil tersenyum meminta maaf.

“ Yah, baiklah, ayo bawa aku pergi keliling kota. Aku tidak terlalu suka berada dikeramaian seperti ini.” balasku sambil mulai mencari celah dari kerumunan orang – orang yang memenuhi alun – alun kota. Semakin siangsemakin padat saja alun – alun kota ini. Akhirnya kami berhasil keluar dari kerumunan penduduk.

Uistean membawaku keliling kota, mulai dari jalan utama sampai ke gang – gang kecil. Dia menceritakan banyak hal saat dijalan. Mulai dari gossip – gossip yang tersebar di seluruh penjuru kota sampai hal – hal remeh tentang rasa makanan yang dijual di toko makanan di ujung kota ini. Kota Vânt sendiri terlihat sangat indah, dengan kanal – kanal kecil dipinggiran kota yang dipakai sebagai perairan sawah – sawah dan perkebunan. Kami kembali ke jalan utama saat matahari sudah mencapai puncaknya. Uistean memanduku ke restaurant paling enak – menurutnya – dikota ini.

Kami duduk di meja luar, yang langsung mengarah ke jalan utama. Si pelayan wanita datang. Dia menayakan pesanan kami. Aku tidak terlalu pilih – pilih makanan, jadi aku ikut saja apa yang dipilih oleh Uistean. Uistean sedang asyik memilih makanannya. Si pelayan itu memandangku. Aku merasakannya. Urg. Aku benci dipandangi seperti itu. cepatlah memilih Uistean! Agar perempuan ini cepat pergi. Akhirnya Uistean selesai memilih makanan. Dan pelayan itu pergi,

“ Eh, kenapa pedangmu kau bungkus begitu? Sayang kan, padahal bentuknya indah. Oh, ya, kau bisa memanggil nama depanku; Gin.” Uiste-Gin memulai percakapan sambil menunjuk pedangku yang kubungkus dengan kain.

“ Em, yah aku tidak mau membuat orang jadi memandangku karna pedang yang mencolok ini.” Kataku berasalan.

“ Hm, iya sih, oh ya, aku juga punya Belati dengan hiasan yang sama dengan pedangmu.” katanya bersemangat.

Apa katanya? Bukankah hanya elemetal foréa dan pelingdungnya yang memiliki senjata dengan hiasan seperti itu. Tapi punya dia Belati, bukan Panah. Jadi dia bukan seorang elemetal foréa. Berarti dia salah satu pelindung?

“ Ayahku juga mengatakan, kalau aku tidak boleh membawa Belati itu ketempat umum. Ayahku seperti kamu tidak suka hal yang mencolok, mungkin karena itu aku bisa dekat dengan mu. Hahaha”

Elemetal ForéaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang