Reizen III : part 4 (Last part)

2.6K 80 7
                                    

Kegelapan mutlak selalu menghantuiku. Aku berlari, berlari dan berlari. Memblokir semua rasa sakit yang mendera di sekujur tubuhku. Aku hanya berharap pada akhirnya aku bisa menembus kegelapan ini. Suara gemirisik zirah dan teriakan - teriakan yang tidak asing bagiku dari si komandan zirah hitam bernomor IV itu dibelakangku kembali terdengar. Membuat seluruh syaraf di otakku menyuruh kakiku untuk bergerak lebih cepat.

Sesuatu yang kutunggu akhirnya datang. Setitik cahaya terlihat dikejauhan sana. Aku berlari menuju cahaya itu. Segera setelah aku mencapai cahaya itu, pemandangan berubah menjadi hutan lebat dengan pohon - pohon besar yang dahan - dahannya mencuat kesegala sisi. Aku melompat dan merunduk untuk sekian kalinya dalam menghindari dahan - dahan yang mencuat. Tenagaku habis hanya untuk berlari. Aku tidak punya keinginan untuk melawan satu batalyon sendirian. Lebih baik aku melarikan diri.

Pohon - pohon kian menjarang. Tanda bahwa hutan ini akan segera berakhir. Aku tidak mungkin melewati sebuah lahan terbuka dengan satu batalyon yang siap membunuhku. Terlalu mudak diincar kalau melewati lahan terbuka. Aku berbelok kekiri. Berlari di pinggiran hutan. Berkas cahaya bulan dan para bintangnya menembus dedaunan yang jarang - jarang. Salah satu bintang itu bersinar terlalu terang hingga menyilaukan mata. Dan semuanya menjadi putih.

Dimana lagi ini? Aku mempertajam pendengaranku. Gemerisik zirah dan suara komandan hitam yang menyebalkan itu sudah tidak terdengar. Aku melihat kesana - kemari. Hingga pada akhirnya mataku berhenti mengedar pada seseorang dibelakangku. Aku memutar badanku dan segera menarik kedua pedangku keluar dari sarungnya. Aku tidak mendengarkan saat dia datang! Aku segera menghadapkan mata pedangku kearah orang itu. Tiba - tiba badanku membeku.

Aku terdiam menatap orang didepanku itu. Tidak bisa bersuara ataupun bergerak. Dan orang itu ternyata seorang perempuan. Dia menggunakan jubah biru tua dengan garis putih disekililingnya. Setengah mukanya tertutup tudung. Hanya menyisakan dari mulut kebawah dan rambut panjang coklat tanah yang tergerai melewati tudung hingga ke dada. Di lehernya yang putih pucat itu tersemat sebuah kalung. Kalung itu tidak terlihat detailnya dari jarak sejauh ini. Yang jelas kalung itu sewarna dengan jubahnya; biru laut. Kalung itu mengeluarkan cahaya biru menyilaukan. Dan berakhirlah dunia mimpiku yang kelam.

Urg. Aku terbangun dengan kepala pusing. Seperti biasa, sehabis mengalami mimpi itu kepalaku langsung pusing. Aku menggaruk dan memijat kepalaku berharap pusingnya akan segera hilang. Gin dan Kítrino sudah tidak ada disekeliling bekas api unggun. Hanya ada satu panci kecil di api unggun dan itu menandakan kalau mereka sudah bangun sedari tadi. Aku tidak tahu kemana mereka, dan saat ini tidak tertarik untuk mencari tahu.

Aku mengambil sebuat botol yang ditaruh tidak jauh dari api unggun, lalu membuka tutup botol itu. Menyiramkan air di dalamnya ke mukaku. Air dingin membuat wajah dan badanku kembali segar. Aku menggelengkan kepalaku. Membuat butiran - butiran air berjatuhan dari rambutku. Aku melepaskan bajuku yang basah oleh air lalu menatap kalung merah rubiku. Aku kembali menggenggam kalung itu dan memerhatikan dengan seksama. Kalung berukiran Phoenix itu terasa mirip dengan kalung yang dimiliki wanita itu.

Lupakan! Aku kembali menggelengkan kepalaku keras - keras. Terlalu banyak misteri. Aku melepaskan kalung itu dan mengambil baju hitam tipis di tas kecilku. Aku tidak merasa sedingin kemarin, jadi aku memutuskan untuk tidak memakai mantel tebal itu lagi.

Perhatianku teralih saat Gin masuk ke gua dengan senyum jenaka yang menghiasi wajahnya. " Akhirnya kau bangun juga pangeran tidur."

" Diamlah."

DIa hanya tertawa kecil menanggapi jawabanku sambil menghampiri panci diatas api unggun. Mengaduk - aduknya , lalu membagi 3 isinya.

" Wajahmu sudah lebih mendingan dari waktu kau bangun tadi." kata Gin sambil memberikanku semangkuk sup hangat. Wanginya sangat menggoda seperti biasa.

Elemetal ForéaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang