Reizen VI : part 5 (last part)

2K 79 4
                                    

Vanir's POV

Untung saja malam itu aku bertemu Téchoun di dekat gerbang istana. Kalau tidak aku akan kesulitan mencari mess prajurit. Lebih tepatnya membutuhkan waktu yang lama untuk mencari – cari tempat di malam hari di kota yang sangat besar seperti ini. Kata Téchoun, dia diminta Néir untuk menjemputku di istana atas permintaan Kítrino. Kítrino juga meminta maaf karena tidak bisa mengantarku. Sebenarnya dia tidak harus meminta maaf mengingat kondisinya saat ini.

Awan hitam bergulung – gulung menghiasi langit pagi. Sepertinya hujan akan mengiringi kepergian sang raja. Pintu gerbang istana penuh dengan lautan penduduk yang menggunakan pakaian serba hitam. Aku hanya mengikuti Zurgré, Téchoun dan Gin memasuki istana. Setelah memasuki gerbang, para pelayan memberikan setangkai bunga mawar putih untuk diberikan kepada raja sebagai penghormatan terakhir. Para penduduk bergantian memberikan bunga mawar putih itu di dekat peti sang raja yang diletakkan ditaman depan istana. Akhirnya tiba giliran kami untuk memberikan bunga mawar putih ini. Raja Dôrado sendiri terbalut dengan pakaian berwarna merah dengan benang berwarna emas yang ( katanya) merupakan pakaian resmi setiap raja. Aku menaruh mawar putihku tak jauh dari bagian atas peti.

Setelah semua penduduk memberikan bunga mawar putihnya kepada sang raja, peti mati pun ditutup. Aku yang berada dibarisan paling pinggir, dapat melihat beberapa dari warga menangis saat peti mati ditutup. Betapa raja Dôrado sangat dicintai rakyatnya. Barisan depan yang terdiri dari keluarga kerajaan pun juga berlinangan air mata. Aku melihat Kítrino yang berbalut pakaian serba hitam yang mewah dibarisan terdepan. Tapi dia tidak terlihat sedang menangis. Wanita berambut hitam kebiruan yang berdiri disampingnya pun tidak terlihat menangis. Walaupun matanya sudah sembab.

Setelah pemberian mawar putih kepada sang raja, merupakan acara pemakaman khusus keluarga dan kerabat kerajaan. Hanya Zurgré dan Téchoun mengikuti acara pemakaman lebih lanjut sebagai bagian dari bangsawan yang mempunyai hubungan keluarga langsung dengan keluarga kerajaan. Sementara aku dan Gin pulang ke mess. Sepanjang perjalanan menuju mess, tidak ada toko yang buka walaupun acara pemakaman sudah selesai. Sepertinya seluruh kota benar – benar berkabung untuk raja.

***

Kitrino's POV

Hujan turun tak lama setelah pemakaman selesai. Suasananya sangat mendukung acara pemakaman ini. Aku masih berada di komplek makam keluarga kerajaan saat hujan turun. Keluarga yang lain beserta kerabat kerajaan lainnya sudah meninggalkan kompleks pemakaman keluarga kerajaan tepat sebelum hujan turun. Hanya aku yang tersisa memandang makam ayah. Dan hanya aku saja yang belum memberikan mawar putihku sebagai penghormatan terakhir untuk ayah.

Banyak orang yang menangisi kepergian ayahku. Tapi entah kenapa baik aku ataupun Lacie tidak bisa mengeluarkan air mata saat pemakaman tadi. Lacie sedikit berbeda denganku, walaupun saat pemakaman ia tidak menangis, matanya masih terlihat sembab meski ia mencoba untuk menyembunyikannya.

Aku tidak punya tujuan tertentu kenapa masih tetap berada disini. Hanya memandang hampa makam ayahku.

" Kau akan sakit kalau tetap berdiri di bawah hujan deras seperti ini, Kítrino." Suara Carnosa terdengar dibalik punggungku.

Aku menoleh menghadapnya. Dia sudah membawakan sebuah payung besar untuk menaungi kami berdua. Dia masih menggunakan gaun hitam berlipit yang tadi ia gunakan saat pemakaman.

" Aku tidak akan sakit semudah itu hanya karena hujan seperti ini Carnosa. Tapi, terima kasih sudah membawakan payung untukku." Tadi ia sudah mau membuka mulutnya untuk memprotesku, tapi akhirnya tidak jadi.

Carnosa memandangku beberapa saat. Lalu, dengan tangan masih terbalut sarung tangan, Carnosa mengelap pipiku yang basah.

" Apakah kau menangis bersama hujan? Kalau dari jauh terlihat seperti itu. Dan itu sangat seperti dirimu yang tidak suka terlihat kalau sedang menangis. "

Elemetal ForéaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang