26. Mudah Berubah

1.1K 108 22
                                    

"Gimana pendapat lo?."

Zhafran bertanya pada perempuan yang kini tengah menyeruput hot-chocolate yang mulai dingin. Perempuan itu menghela nafas mencoba mencari jawaban dari pertanyaan Zhafran.

"Gini deh. Sekarang ini prioritas lo apa?" Zhafran menatap heran saat perempuan itu menjawab pertanyaan Zhafran dengan pertanyaan yang sama sekali tidak berhubungan.

"Belajar mungkin."

"Kenapa mungkin?"

"Ya kan, gue ini seorang siswa. Jadi ya prioritas gue belajar dan menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya."

Zhafran terkejut saat perempuan dihadapannya menjentikkan jari.
"Nah. Jadi untuk urusan perasaan, cinta-cintaan. Menurut lo belum jadi prioritas kan?. Terus apa yang lo masalahin? Karena itu bukan prioritas untuk saat ini ya lo coba untuk tidak usah terlalu fokus pada hal itu."

"Tapi ya Ta, aneh aja gitu rasanya. Kayak ada yang ngganjel di hati gue pas gue tau kalau gue 'tertolak sebelum bergerak'."

Clarista tertawa mendengar istilah lucu yang disebutkan Zhafran. Kemudian ia berdeham untuk menghentikan tawanya.

"Gini deh Ran, menurut gue ya perasaan itu dapat terjadi dalam empat kemungkinan yaitu. Perasaan ada untuk orang yang tepat tapi waktunya nggak tepat, waktu yang tepat pada orang yang tidak tepat, pada waktu dan orang yang tepat, atau keduanya tidak tepat."

"Ah.. lo ngomong apa dah, Ta?. Tepat-tepat apa gue bingung."

"Gini deh anggap aja perasaan lo ini hadir untuk orang yang tepat tapi waktunya tidak tepat. Misalnya, Dinda itu orang yang tepat buat lo, dia cocok untuk lo. Tapi sayangnya perasaan lo ke Dinda itu hadir di waktu yang tidak tepat. Contohnya sekarang. Jadi yaa.."

"Apa?"

"Memantaskan diri dulu aja deh Ran. Masih belum jadi prioritas juga kan?" Zhafran menganggukkan kepalanya.

Yang dikatakan Clarista memang benar. Ia harus fokus pada prioritasnya sebagai siswa dan hamba Allah. Masalah jodoh, ia akan memasrahkannya kepada Allah meskipun terkadang ia merasa sulit untuk mengendalikan perasaannya.

"Tapi taa..."

"Apa?"

"Emang lo nggak pernah gitu suka sama seseorang?" Clarista terdiam mendengarkan pertanyaan Zhafran. Ada sesuatu yang mengusik hatinya. Namun Clarista segera mengenyahkan hal itu dan mulai berdeham sebelum menjawab pertanyaan Zhafran.

"Gini.. kalo kata mama gue sih. Rasa suka atau cinta itu selalu ada dalam diri manusia karena itu sudah menjadi fitrah yang di anugerahkan oleh Allah. Termasuk juga pada saya. Saya pun pernah mempunyai rasa suka pada lawan jenis. Karna saya normal."

"Terus.."

"Apa lagi?"

"Siapa seseorang itu."

"Adadehhh. Kepo."
***

Rendra menghampiri lima orang yang tengah duduk di salah satu meja kantin. Meskipun masih terasa canggung tapi Rendra berusaha untuk biasa saja. Ia akan bersikap seperti biasanya yaitu Rendra yang sok dekat sok akrab.

"Idiih... makan-makan nggak ngajakin abang ganteng."

"Siapa abang ganteng?" Tanya Aurel yang mulai terbiasa dan tidak merasa canggung lagi.

"Ini yang lagi mau duduk." Jawab Rendra sembari mendudukkan badannya diantara di samping Zhafran.

"Sok kegantengan kalo elo mah, bang." Dengus Dinda.

Hexagon LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang