21. Nikah??

1.8K 146 4
                                    

Siang ini Aurel harus menunda kepergiannya bersama mama dan papanya karena ia harus mengikuti les tambahan yang diadakan secara mendadak. Maklum saja ujian semakin dekat maka pemadatan untuk persiapan ujianpun terus dilakukan.

Kali ini Aurel tengah istirahat dengan menghabiskan waktunya untuk duduk di depan kelas bersama Rama sebelum bel masuk untuk jam tambahan berbunyi.

"Belum kepikiran gue mau lanjut kemana." Ucap Aurel sedikit lesu. Antara capek juga sedikit galau memikirkan masa depannya.

"Nanti juga kepikiran. Pelan-pelan, yang penting jangan gegabah dalam memutuskan."

"Kalau lo sendiri Ram?"

Rama menghela nafasnya, sebenarnya ia juga masih bingung.

"Nikah mungkin." Jawab Rama asal dan hal itu langsung saja membuat Aurel menganga lebar. Tak menyangka bahwa jawaban itu yang akan terlontar dari mulut Rama.

"Seriusan?? Lo mau nikah muda?"

Rama terkekeh melihat respon Aurel yang berlebihan. Haruskah Aurel histeris seperti itu saat mendengar bahwa ia ingin menikah muda?

"Gue bercanda kali Rel.."

"Syukurlah.. kaget banget gue. Gue harus segera mengikhlaskan sahabat terkeren gue untuk perempuan beruntung itu." Ucapnya sembari mengelus dadanya. Karena ada rasa tak rela juga sih kalau harus mendengar Rama akan menikah secepat itu. Biar bagaimanapun Rama adalah salah satu sahabat terbaiknya. Tentu saja ia akan merasa kehilangan nantinya jika Rama menikah setelah lulus SMA.

"Gini ya Rel. Kalau gue nikah muda, istri sama anak gue nanti mau gue kasih makan apa? Gue kan apa-apa masih minta orang tua. Lagipula gue juga belum punya calonnya kan? Masih SMA pula."

"Ah tapi tetep aja kan? Buktinya sekarang juga banyak kok yang memilih menikah muda dengan alasan karena nggak mau menambah dosa. Dan menurut gue pun, lo udah mampu. Karena lo juga kan udah punya usaha sendiri yah walaupun cuma toko baju khusus cowok. Tapi itu udah sangat bagus lah untuk kita yang masih anak SMA gini. Tapi ya itu.. gue belum rela kehilangan elo."

Rama hanya tersenyum getir mendengar perkataan Aurel. Semanis apapun yang Aurel katakan padanya. Nyatanya hati Aurel pun tidak pernah berubah untuk dirinya dan masih menetap pada satu nama. Rendra. Karena nyatanya Aurel hanya menganggapnya sebagai sahabat dan tidak lebih dari itu.

"Udah yuk masuk. Bentar lagi bel, gue mau siap-siap." Ucap Rama lalu berjalan memasuki kelasnya meninggalkan Aurel yang belum juga beranjak dari duduknya.
***

"Ada apa abang ajak Rista ke sini?" Clarista menolehkan kepala menatap sekelilingnya. Bagi Clarista ini merupakan sebuah tempat yang pemandangannya lumayan bagus, sebab dari tempatnya duduk ia bisa melihat sawah dengan padi yang masih hijau yang membentang luas. Udaranya juga sangat sejuk. Dan hal itu membuat Clarista sedikit takjub karena Rendra bisa menemukan tempat seperti ini di tengah kota.

"Ya nggak papa.. abang cuma pengen ngajak Rista kesini aja."

Clarista tersenyum. Ia menghargai Rendra meski sejujurnya ia tidak terlalu suka. Bukan karena ia tidak menyukai Rendra hanya saja Rendra hanya mengajak dirinya dan pada waktu yang tidak tepat.

"Rista sih suka sama tempatnya bang, tapi kalau boleh saran. Abang kan mau ujian nih? Fokus dulu lah sama ujiannya." Sarannya yang membuat Rendra hanya bisa garuk-garuk kepala.

"Jadi mau dianterin pulang sekarang nih?." Tanya Rendra berat hati karena ia tau gadis yang berdiri di sampingnya ini merasa tidak nyaman dengannya.

"Iya bang, maafin Rista ya bang, Rista cuma nggak mau ganggu jam belajar abang." Ucap Clarista yang merasa tidak enak hati pada Rendra.

"Iya nggak papa kok. Harusnya abang berterimakasih sama Rista."
***

Hexagon LoveWhere stories live. Discover now