8. Terlalu Cepat???

2K 145 25
                                    

Ada yang bilang cinta itu anugerah, ada pula yang bilang bahwa cinta itu musibah. Lalu bagi Zhafran. Akan seperti apa cinta itu?.

Zhafran menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Ia jadi di landa dilema sendiri. Ia pernah berpikir bahwa cinta itu masalah akhir, cinta masalah nanti. Tapi nyatanya sekarang? Cinta itu bahkan datang dengan sendirinya, seolah mengajak Zhafran bermain.

Huh.. ia mendesah.. benar, jika ia memikirkan cinta maka tidak akan ada habisnya. Karena topik cinta itu sendiri pun selalu menjadi topik hangat di setiap harinya dari zaman purba mungkin hingga zaman akhir dunia nanti.

"Lo kenapa sih?? Dari tadi garuk-garuk kepala mulu. Punya kutu ya?" Mendengar kalimat itu. Reflek tangan Zhafran menyentil dahi orang itu. Membuat sang pemilik suara mengaduh.

"Sakit ish.." desisnya.

Bukannya meminta maaf Zhafran malah terkekeh. Membuat orang itu mendengus.

"Din." Panggil Zhafran. Kali ini mereka tengah berada di danau, tempat di mana orang tua mereka sering menghabiskan waktu bersama dulu.

"Hmm.." Dinda hanya bergumam.

Sedangkan Zhafran malah terdiam. Antara bingung dan ragu, apakah ia akan melanjutkan kalimatnya atau tidak.

"Kenapa?" Tanya Dinda karena sedari tadi Zhafran tidak melanjutkan kalimatnya.

"Cuma pengen manggil aja." Jawab Zhafran disertai cengirannya. Membuat Dinda menjadi gemas.

"Din." Panggil Zhafran lagi setelah cukuo lama terdiam.

"Apa lagi?" Tanya Dinda yang kini menolehkan wajahnya menatap Zhafran.

"Lo tau kisah orang tua kita?" Tanya Zhafran yang membuat dahi Dinda berkerut.

"Tau." Jawab Dinda lalu kembali menoleh menatap senja. Sementara Zhafran terdiam.

"Mereka bersahabat sejak kecil. Dan masing-masing pernah memiliki perasaan lebih. Tapi sayangnya Allah tidak mengizinkan. Allah membuat mereka bertemu takdir mereka masing-masing. Umi dengan Ayah. Sedangkan om Syam dengan tante Syania." Jelas Dinda dan Zhafran hanya terdiam. Sejujurnya ia juga tau akan hal itu.

"Terus. Kenapa tiba-tiba lo tanya hal itu ke gue?"

Zhafran yang tadi terdiam pun terkejut dengan pertanyaan Dinda yang mendadak. Ia gelagapan tidak tau harus menjawab apa.

Sedangkan mata Dinda menyipit, memperhatikan Zhafran yang salah tingkah.
"Jangan bilang kalau lo suka sama gue??" Tangan Dinda menunjuk Zhafran sedangkan matanya masih menyipit seolah mengintimidasi Zhafran. Hingga Zhafran semakin salah tingkah.

"Apaan sih Din." Ucap Zhafran sembari menurunkan tangan Dinda yang masih menunjuk padanya.

"Lo suka sama gue?" Tanya Dinda.

Ingin sekali Zhafran berkata  iya gue suka sama lo Dinda. Tapi nyata yangvkeluar dari mulutnya?.

"Suka sama lo? Enggak lah. Mana mungkin." Jawabnya lalu tertawa. Sebenarnya tawanya sumbang. Karena sejenis tawa yang di paksakan. Sementara Dinda mendengus.

"Terus kenapa lo tiba-tiba tanya hal itu?" Zhafran yang berpikir bahwa ia bisa bernafas lega pun sepertinya batal. Kini ia kembali gelagapan.

"Ya.. yaa pengen tanya aja."

"Nggak percaya."

"Serius."

"Lo suka sama gue kan?? Mata lo aja bilang kalo lo suka sama gue. Gue itu cewe peka Zhafran. Ngaku aja kalo lo itu suk..."

"Gue suka Clarista." Dinda terngaga saat mendengar ucapan spontan Zhafran. Sementara Zhafran malah merutuki mulutnya yang asal bicara.

"Serius lo suka Clarista??" Tanya Dinda tak percaya.

Gue seriusnya suka sama lo.

"Ih.. Zhafran..jawab dong!! Serius lo suka Clarista??" Tanya Dinda  lagi. Tapi bukannya menjawab Zhafran malah mengendikkan bahunya. Ia sudah putus asa sekarang. Tidak tau lagi apa yang akan ia lakukan.
***

Lain hal nya dengan Zhafran dan Dinda. Di sisi lain justru Aurel tengah menikmati jalan-jalannya bersama Rendra. Seharusnya bukan hanya mereka berdua. Melainkan bertiga bersama Rama. Hanya saja Rama masih sibuk dengan urusan Rohisnya. Jadilah kini Aurel bersama Rendra berjalan berdua menyusuri mall untuk mencari makan.

"Lo apa nggak capek rel? Baca novel segini banyaknya.?" Rendra mengangkat plastik yang berisikan beberapa novel Aurel yang baru saja mereka beli.

"Enggak lah. Justru semakin banyak novel malah gue semakin seneng."

Rendra menggelengkan kepalanya.
"Ish.. beneran. Namanya juga hobi." Lanjut Aurel lagi.

"Laper nih. Makan yuk.. lo laper nggak?" Tanya Rendra.

"Emm... laper nggak yaa??" Aurel yang pura-pura berpikir langsung mendapat jitakan dari Rendra.

"Tinggal bilang laper aja kok susah." Gerutu Rendra lalu menyeret Aurel menuju salah satu restoran terdekat mereka.

Aurel terkekeh melihat Rendra yang makan begitu lahapnya. Ternyata Rendra begitu kelaparan.

"Lo makan pelan-pelan kali Ren." Ucap Aurel sembari menyodorkan tissu ke hadapan Rendra.

Rendra menatap tissu yang ada di hadapannya.
"Lo suruh gue makan tissu??" Tanya Rendra dengan bodohnya dan membuat Aurel berdecak.

"Ya kali. Emang lo doyan tissu?? Enggak kan?? Lo tuh kalo makan kayak anak kecil ngga bisa bersih. Bersihin dulu gih." Pinta Aurel sembari kembali menyodorkan tissu pada Rendra.

Bukannya mengambil tissu yang di berikan Aurel. Ia malah tertawa.
"Kirain lo minta gue makan tissu."

"Enggak lah. Mana tega gue. Yaudah gih. Bersihin."

"Kok minta gue yang bersihin sih."

"Terus siapa? Masa gue?" Tanya Aurel.

"Ya harus elo lah. Kalo di novel-novel yang lo baca kan biasanya kalo cowoknya makannya nggak rapi pasti yang bersihin ceweknya. Sekarang bersihin doong.." pinta Rendra sembari memajukan wajahnya agar lebih mendekat ke arah Aurel.

Sedangkan Aurel malah salah tingkah sendiri. Pipinya tiba-tiba memanas. Bahkan detak jantungnya pun berlari kencang.

"Nggak mau." Ucap Aurel lalu memyerahkan tissu di tangannya pada Rendra.

"Harus mau dong.."

"Kan lo bukan cowok gue. Ngapain gue bersihin. Bersihun sendiri gih." Ucap Aurel lagi. Sebenarnya sebagai alibi agar kegugupannya tidak terlalu terlihat.

"Pliss... bersihin kek. Anggep aja gue cowok lo."

Perfect. Sukses sudah Rendra membuat jantung Aurel berlari semakin kencang.

"Gue nggak mau Rendraa." Ucapnya penuh penekanan.

"Kenapa??"

Nanti gue baper.
"Elo kan udah gede. Ish.. gitu aja nggak tau." Dan nyatanya pun mulutnya bertolak belakang dengan hatinya.

"Ah elo mah nggak asik." Dengus Rendra lalu mengambil tissu dan membersihkan mulutnya.

Aurel tidak menjawab. Ia hanya tersenyum. Terkadang ia bingung sendiri dengan dirinya. Rendra itu usil, jail, nyebelin, nyusahin. Jika di bandingkan Rama. Maka Rendra akan sangat bertolak belakang dengan Rama. Yang membuat Aurel merasa aneh adalah. Mengapa ia bisa jatuh cinta pada Rendra yang usil, jail dan nyebelin ini. Padahal jika mau, bisa saja ia suka pada Rama yang lebih perfect di banding Rendra. Tapi tetap saja Rendra yang lebih menang di hatinya. Rasa bahagia, senang, gembira. Semua itu selalu ia rasakan saat bersama Rendra. Sebenarnya ia merasakan hal itu juga dengan orang lain. Tapi saat bersama Rendra, rasanya berbeda.

Huh.. cinta sungguh aneh. Tapi benarkah yang Aurel rasakan itu cinta?? Tidakkah ini terlalu cepat??
***

-hks-

Hexagon LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang