3. Nggak Peka

3.2K 188 11
                                    

Sepertinya matahari telah kalah hari ini. Buktinya ia menyerah dengan datangnya awan-awan yang menghitam. Bahkan langit pun memilih untuk menangis. Zhafran tersenyum menatap hujan yang turun. Bukan karena ia terlampau senang dengan adanya hujan. Hanya saja ia merasa geli saat mengingat perkataan papanya.

"Hujan itu hal yang paling romantis. Selain bisa membuat senyum mamamu menjadi lebih lebar. dia juga masih tetap datang meski sudah jatuh berkali-kali. Seperti papa. Biarpun mama kamu sering buat papa terjatuh. Tapi buktinya papa masih tetap datang ke mama kamu. Sampai akhirnya dia nerima papa dan muncul kamu." Dan setelah itu sebuah cubitan mendarat di lengan Papanya-Syam. Tentu saja cubitan itu berasal dari Syania (mama Zhafran) yang dilakukan karena malu.

Entahlah. Zhafran paling senang saat melihat kebersamaan mama dan papanya. Papanya yang suka menggombal dan menggoda mamanya. Sementara mamanya yang selalu terlihat menggemaskan saat papanya mulai menggoda.
Ia bahkan ingin. Jika nanti sudah saatnya. Ia ingin membina rumah tangga seperti papanya yang tetap romantis seperti anak muda walaupun umur sudah tidak lagi muda.

Zhafran melangkahkan kakinya. Mengabaikan hujan yang terus mengguyur tubuhnya. Ia suka hujan. Mungkin juga karena pengaruh mamanya yang juga suka hujan. Tapi Zhafran tidak terlalubmemikirkan hal itu. Intinya, hujan membuatnya nyaman.

Zhafran berjalan ke arah kanopi tempat parkir sepeda motor guru. Matanya menyipit saat melihat seorang gadis yang masih berseragam SMA lengkap berdiri di sana. Sementara jam pulang sekolah sudah berlalu dua jam lalu. Zhafran mempercepat langkahnya untuk menghampiri perempuan itu.

"Belum pulang?" Tanya Zhafran yang membuat perempuan itu terkejut.

"Zhafran?? Lo kok--"

"Lo kok belum pulang kak?" Potong Zhafran.

Perempuan itu menghela nafasnya.
"Tadi ada diskusi kelompok. Pas mau pulang malah hujan." Jawabnya.

"Diskusi sama Dinda juga?" Tanya Zhafran memastikan.

"Enggak. Dia udah pulang. Lo sendiri?" Tanya perempuan itu.

"Abis futsal. Kakak di jemput? Atau bawa mobil?" Tanya Zhafran lagi. Perempuan itu menatap Zhafran yang sudah basah kuyup. Jujur saja. Ada rasa takut yang mennyelinap dalam hatinya. Takut jika Zhafran akan sakit.

"Lo kok malah hujan-hujanan sih? Nggak dingin?" Bukannya menjawab perempuan itu malah balik bertanya.

"Enak tau hujan-hujanan. Udah ayo pulang. Biar gue anter. Lo pasti belum di jemput kan?" Tawar Zhafran yang jujur saja membuat perempuan itu terkejut.

"Clarista!. Ayo.. apa perlu gue seret?" Tanya Zhafran lagi. Kini ia malah memercikkan air hujan ke arah wajah Clarista.

"Zhafran!! Iih basah! Lo jail banget sih. Pantesan Dinda suka ngomel sama lo."

"Alah. Dia mah emang kerjaannya ngomel..yaudah mau pulang atau enggak? Sekolah udah sepi loh. Kecuali kalo mau disini di temani teman-teman dari dunia lain. Kal--"

"Gue pulang!" Putus Clarista.
***

"Ini bener?" Tanya Zhafran menghentikan mobilnya di depan rumah yang tidak terlalu besar.

"Iya. Mau mampir dulu?" Tawar Clarista. Tapi langsung di jawab dengan gelengan kepala Zhafran.

"Langsung pulang aja deh. Udah basah semua gue." Ucapnya sembari memperhatikan bajunya yang basah akibat hujan-hujanan tadi.

"Salah sendiri hujan-hujanan." Cibir Clarista.

"Gue suka hujan. Makanya gue hujan-hujanan."

"Yaudah. Gue turun ya. dan makasih buat tumpangannya." Ucap Clarista lalu bersiap untuk keluar dari mobil Zhafran.

Hexagon LoveWhere stories live. Discover now