17.

1.8K 144 11
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Rama segera bergegas untuk mengambil air wudhu dan bersiap untuk sholat tahajud. Namun saat ia telah menggelar sajadahnya. Ia teringat sesuatu. Kemudian ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi sebuah nomor di panggilan terakhirnya. Lama tak panggilannya tak ada jawaban. Hingga panggilan ke lima barulah ia mendengar sebuah jawaban dari sebrang sana.

Rama tersenyum saat mendengar suara serak khas bangun tidur.
"Udah bangun?" Tanya nya.

"Lagi ngumpulin nyawa." Lagi-lagi Rama tersenyum mendengar suara itu.

"Buruan gih ambil wudhu. Katanya mau tahajud."

"Oh iya. Makasih ya udah di bangunin."

"Yaudah. Langsung wudhu jangan tidur lagi."

"Iya-iya. Ini langsung bangun kok."

"Yaudah Assalamu'alaikum."
***

"Waalaikumsalam." Aurel menutup telfonnya. Lalu ia segera bangun untuk mengikat rambutnya, jam menunjukkan pukul tiga lebih tiga puluh.

Dinginnya air menyentuh kulit Aurel. Namun lama-kelamaan rasa dingin itu berubah menjadi segar. Setelah selesai berwudhu ia segera mengenakan mukenanya dan setelah itu saatnya ia berduaan dengan Sang Penciptanya.

Dalam hatinya begitu besyukur diberi banyak kenikmatan. Namun tetap saja ia manusia biasa yang terkadang lalai, manusia yang serakah yang terkadang tidak pernah merasa puas.

Dan kali ini ia benar-benar bersyukur untuk segala yang ia terima hingga saat ini terlebih lagi ia memiliki sahabat-sahabat yang sangat baik dan bisa membimbingnya menuju kedalam kebaikan.
***

"Sholat jumat dulu gih. Terusin nanti lagi." Adinda membereskan buku-buku yang ada di hadapannya sementara Zhafran segera beranjak untuk bersiap-siap pergi ke masjid.

"Lo nggak pulang dulu?" Tanya Zhafran sebelum ia meninggalkan Adinda.

"Dirumah nggak ada orang. Gue disini aja. Nanti gue sholat bareng tante Syania." Zhafran pun mengangguk lalu pergi meninggalkan Adinda. Sedangkan Adinda memilih untuk memberesi buku-buku pelajarannya. Dan segera menuju dapur membantu Syania memasak untuk makan siang.

Terkadang rumah Zhafran memang menjadi rumah keduanya. Karena baik Syam maupun Syania sama-sama menganggap dirinya sebagai anak. Lantas ia memposisikan dirinya sebagai kakak Zhafran. Ya.. ia lebih suka menjadi kakak Zhafran. Meskipun terkadang menyebalkan tetap saja ia sayang. Dan harusnya Zhafran juga memposisikan dirinya sebagai adik. Seharusnya begitu. Tapi tetap saja. Hati siapa yang tau.

"Masak kesukaannya Zhafran ya tante?" Tanyanya pada Syania yang tengah menumis sayuran.

Wanita paruh baya itu pun tersenyum.
"Kamu makan siang di sini ya Din."

"Emang udah niat mau makan masakan tante kok." Jawabnya cengengesan. Sementara Syania hanya kembali tersenyum.

"Yaudah kamu duduk gih."

"Yah. Kok duduk sih. Dinda kan mau bantuin. Jadi apa yang bisa Dinda bantu?"
***

"Jadi intinya kita harus terus berbaik sangka kan Ram?" Rama mengangguk, mengiyakan pertanyaan Aurel.

"Dengerin tuh. Harus positif thinking. Yakin lo pasti bisa, jangan apa-apa langsung nyerah."

"Jangan lupa, usaha juga disertai doa." Tambah Rama.

Sementara Rendra yang menjadi pendengar hanya menganggukkan kepala.

"Berpikir positif itu penting. Lo tau sugesti kan? Terkadang tanpa kita sadari sugesti juga mempengaruhi keberhasilan kita. Ya walaupun belum pasti juga sih. Setidaknya jika kita menyugesti bahwa kita bisa. Maka kita akan mempunyai semangat dan tekad kuat yang membantu kita untuk mencapai keberhasilan. Beda lagi kalau dari awal kita berpikir bahwa kita 'tidak bisa' maka diri kita jadi malas dan tidak punya semangat untuk mencapai keberhasilan."

Hexagon LoveWhere stories live. Discover now