15. Tidak bisa di paksa

1.9K 163 6
                                    

Mentari tampak bersiap untuk kembali ke peraduannya. Langit yang semula biru lalu berubah jingga dan kini bersiap untuk menjadi hitam. Burung-burung mulai berterbangan kembali ke sarangnya. Suara Azan perlahan menggema sambung menyambung dari masjid satu ke masjid lainnya.

"Sholat dulu Din." Ucap Rendra saat ia baru saja keluar kamar dan mendapati Dinda masih duduk di ruang keluarga. Kemudian di susul Zhafran yang sudah siap dengan baju kokonya.

"Nggak siap-siap? Udah azan loh." Ucap Zhafran. Ya, kedua pria itu untuk satu minggu ini memang tinggal di rumahnya. Karena orang tua mereka tengah pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan.

"Iya, kalian duluan aja. Dinda lagi nggak sholat. Mau jamaah di rumah kan?? Udah di tunggu Ayah." Jawab Dinda, dan dua pria itu pun segera bergegas menuju mushola kecil yang ada di rumahnya untuk menjalankan kewajiban sebagai hamba.
Sedangkan Adinda memilih untuk menuju dapur, menyiapkan makanan untuk makan malam.
***

Angin mendesau lebih kencang seiring dengan jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Tapi tiga orang remaja yang masih asik menatap bintang itu belum juga mau beranjak dari duduknya.

"Lo nggak tidur Din? Udah malem tau." Ucap Zhafran pada Dinda yang masih berdiri di balkon sebelah kamarnya dengan Rendra.

"Iya tuh. Anak cewek nggak baik begadang." Tambah Rendra.

"Gue belum ngantuk bang." Jawab Dinda.

Keheningan kembali tercipta diantara mereka bertiga. Hanya kilauan bintang dan senyuman bulan sabit yang semakin bercahaya menghiasi malam yang sedari tadi mereka pandangi.

"Lo kenapa suka sama Clarista bang?" Tanya Dinda tiba-tiba. Membuat Rendra maupun Zhafran menoleh padanya.

"Kenapa?" Tanya Rendra memastikan.

Dinda hanya diam tak menjawab pertanyaan Rendra.

"Gue juga nggak tau Din. Kenapa gue suka sama Clarista." Jawab Rendra.

Dinda menolehkan kepalanya, melirik Zhafran yang sedari tadi hanya terdiam.

"Kalo misalnya Zhafran juga suka sama Clarista gimana dong bang?" Zhafran menoleh pada Adinda saat mendengar ucapan gadis itu.

"Kok gue?" Protes Zhafran.

"Ya kalo Zhafran suka, terserah dia lah. Perasaan dia juga kan. Bener nggak Ran? Tapi bukannya Zhafran sukanya sama elo ya Din?" Ucap Rendra yang membuat Dinda terkejut.

"Ngaco lagi lo bang, jangan dengerin Din." Ucap Zhafran yang mulai salah tingkah. Ia mendesah pelan. Mengapa ia harus terjebak dalam pembicaraan seperti ini.

"Gue tau kok." Jawab Dinda yang membuat Zhafran dan Rendra menoleh. Sementara jantung Zhafran mulai berdetak tak karuan. Benarkah Dinda tau bahwa ia menyukainya melebihi sahabat? Lalu mengapa selama ini perempuan itu malah berpura-pura dan selalu menggodanya dengan Clarista?.

"Gue tau kalo abang ngaco." Ucap Dinda kemudian. Dan hal itu tanpa sadar membuat Zhafran bernafas lega.

"Udah ah. Dinda mau tidur. Udah malem, besok sekolah." Ucap Dinda lalu masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan dua pria yang masih sibuk dengan pemikirannya.
***

Adinda tengah membawa buku-buku paket untuk di bawa ke perpustakaan saat bel istirahat tiba. Tidak banyak. Karena separuhnya lagi sudah di bawa oleh temannya. Perlahan ia menaiki tangga, karena perpustakaan sekolahnya berada di lantai dua. Ia berjalan mendekati pintu masuk perpustakaan. Baru saja ia akan mendorong pintunya, tapi seseorang telah menarik pintu itu secara tiba-tiba membuat Dinda terjatuh menubruk orang itu, dan sialnya semua buku berhamburan jatuh. Menyadari posisinya yang seperti memeluk orang itu, ia segera menarik dirinya dan segera mengambil buku-buku yang berjatuhan.

Hexagon LoveWhere stories live. Discover now