16. Bukan rasa yang salah

1.8K 151 12
                                    

Hujan selalu membawa kenangan. Benarkah begitu? Lalu kenangan apa yang terlintas saat hujan datang?. Hujan itu datang membawa rahmat bukan kenangan. Karena kenangan hanya ada dalam pikiran seseorang yang mau mengenangnya.

"Gue suka petrichor. Tapi gue lebih suka pelangi." Rama menatap gadis yang kini tengah menghirup aroma tanah yang baru saja terguyur hujan. Ya, petrichor. Begitu gadis itu menyebutnya.

Di tatapnya gadis itu. Matanya terpejam, tangannya merentang lalu ia menghirup udara dalam-dalam.

"Mengapa suka petrichor? Bau tanah sehabis terguyur hujan?" Tanyanya.

Gadis itu berbalik lalu menatapnya.
"Gue mau suka sama lo. Tapi gue rasa belum saatnya. Jadi gimana dong?" Rama tertawa mendengar ucapan gadis itu. Ia memegang dadanya yang berdetak kencang.

"Lo nggak ada niat buat duduk dulu?" Tanya Rama pada gadis itu. Gadis itu pun tersenyum lalu berjalan menuju bangku dan duduk disamping Rama.

"Aroma petrichor itu seperti aroma di pagi hari, segar." Ucap perempuan itu singkat. Rama hanya mengangguk. Lalu keduanya terdiam. Menikmati udara segar karena baru terguyur hujan. Cukup seperti ini. Diam tanpa sepatah kata, asalkan bersama orang di sampingnya, Rama sudah bahagia. Sesederhana itu.

"Ram." Panggil perempuan itu, dan Rama hanya menoleh sebagai jawaban.

"Kita sahabatan sejak kapan?" Rama mengerutkan dahinya saat mendengar pertanyaan itu. Namun tak urung ia juga menjawabnya.

"Tiga tahun lalu."

"Udah lama ya?" Rama hanya mengangguk tanpa bersuara meski dalam hatinya di penuhi tanda tanya.
***

"Lo nggak mau lari?"

Zhafran mendengus saat mendengar pertanyaan yang di ucapkan Dinda.

"Lo ngga lihat gue masih pakai seragam?" Adinda tertawa mendengar respon Zhafran.

"Yaudah sih, lari aja. Mumpung hujannya belum berhenti. Bentar lagi juga pulang."

"Lo nyuruh gue hujan-hujanan tapi kalau nanti gue demam lo yang paling bawel."

Adinda tak menjawab, ia hanya terdiam fokusnya teralih pada dua sosok manusia yang tengah duduk bersama di depan kelas sembari menyaksikan hujan. Bukan-bukan itu yang menjadi perhatian Adinda. Melainkan pada tatapan mata mereka yang begitu dalam. Membuat Adinda diam-diam kembali tersenyum getir menyaksikannya.

Zhafran yang tak mendapati jawaban dan Adinda pun menoleh, menatap Adinda yang kini hanya terdiam menatap lurus, membuat Zhafran turut menolehkan kepalanya ke arah yang menjadi objek pengamatan Adinda.

"Kak Aurel dan Kak Rama." Gumam Zhafran, lalu ia menoleh pada Adinda yang masih terdiam.

"Din.." panggilnya.

"Dinda.."

"Adinda.." panggil Zhafran untuk ketiga kalinya tapi Adinda masih saja terdiam.

Zhafran menggeser tubuhnya ke depan Adinda sehingga sekarang tubuhnya menghalangi pandangan Adinda. Dan tentu saja hal itu membuat Adinda terlonjak kaget.

"Lo apa-apaan sih Ran?" Dengus Adinda.

"Elo yang kenapa? Di panggil daritadi diem aja. Ternyata malah lihatin orang pacaran." Ucap Zhafran yang membuat mata Adinda membulat sempurna.

"Pa..caran? Maksud lo?" Zhafran hanya mengendikkan bahunya, tidak ingin menjawab pertanyaan Adinda.

"Maksud lo..maksud lo kak Aurel sama kak Rama pacaran?"

Hexagon LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang