20. Cerminan diri

1.6K 148 5
                                    

Dinda baru saja turun dari bus yang membawanya kembali sekolah setelah ia mengikuti olimpiade kimia tingkat kota. Dan kedatangannya langsung disambut oleh Clarista, Aurel dan Rendra.

"Zhafran mana bang?" Tanyanya saat ia tak menemukan Zhafran berdiri disana.

"Lagi ada perlu tadi sama pak Reza. Gimana olimpiadenya?" Tanya Rendra bersemangat begitu pula Aurel dan Clarista yang tampak sangat antusias dengan jawaban yang akan diberikan Dinda.

Tapi Dinda hanya terdiam. Ia merasa tidak enak jika harus menyanpaikan kabar buruk.

"Lo gagal?" Tebak Clarista. Dan ya.. Dinda tidak mengelak ia hanya mengangguk lesu sembari memeluk Clarista.

"Udah santai aja. Menang kalah itu biasa. Jangan terlalu di pikirin." Ucap Rendra menasehati.

"Nih ya, biar gini-gini juga gue pernah gagal. Dulu sebelum gue bisa ikut kejuaraan futsal tingkat nasional pun gue pernah gagal. Bahkan gue nyaris gugur di tahap seleksi untuk masuk tim nasional. Tapi, yaa apapun yang terjadi gue syukuri. Dan setiap kegagalan yang gue alamin itu gue jadiin tombak untuk gue bangkit. Karena gue percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk hambanya. Dan kegagalan itu adalah sebagai ujian untuk kita apakah kita kuat menghadapi atau tidak. Jadi.. jangan sedih. Lo gagal sekarang, besok bisa lo coba lagi, bukan malah nyerah. Dari kegagalan itu harus buat lo bangkit. Harus buat lo lebih maju. Dan satu lagi. Banyakin berdoa. Karena usaha tanpa berdoa akan sia-sia. Masa iya lo usaha doang tanpa meminta kepada Allah. Kan Allah yang ngatur rezeki kita, Allah yang ngatur segalanya. Kalau lo cuma usaha tapi nggak mau minta sama Allah. Ya mana Allah mau ngasih. Dan juga sebaliknya. Kalo lo cuma modal doa pun tanpa lo usaha, semua juga bakal sia-sia. Yakali lo cuma minta doang tanpa usaha. Ya gimana Allah mau kabulin doa lo. Udah.. semangat lah. Jangan terlalu dipusingin."

Adinda hanya mengangguk mendengarkan nasehat Rendra. Benar apa kata Rendra, kegagalan seharusnya membuat ia menjadi semangat untuk mengejar keberhasilan bukan malah menjadikannya menyerah.

Sedangkan Aurel malah tampak takjub dengan Rendra, ia tidak pernah menyangka bahwa pria yang sableng itu bisa berucap sedemikian bijak.

"Ya meskipun bidang kita beda sih, gue di bidang non akademik sementara lo di bidang akademik. Tapi setidaknya pengalaman gue bisa lo jadiin pelajaran bahwa setiap kegagalan adalah awal dari kesuksesan bukan kehancuran." Lanjut Rendra.

Dan kali ini Aurel benar-benar terpukau dengan Rendra. Bahkan ia sampai secara terang-terangan menatap penuh takjub ke arah Rendra.

"Iya Rel, gue tau kalau gue keren. Jadi lo biasa aja dong." Ucap Rendra yang membuat Aurel memutar bola matanya. Tapi ia tak berucap apa-apa karena ia sudah cukup tau watak dari laki-laki di sampingnya ini.
***

Mentari tampak meredup, sebentar lagi hujan mungkin akan turun dengan rintiknya.

Dinda tampak berlari menyeberang jalan berharap hujan turun beberapa saat lagi agar ia tidak basah kuyup. Ia meletakkan tas yang berisi belanjaan kebutuhan rumah titipan Uminya di dekat tempat ia duduk. Sementara laki-laki yang tadi mengantarnya tengah berdiri di sampingnya menanti hujan.

Kali ini Dinda dan Zhafran sengaja pergi dengan menggunakan bus trans daripada menggunakan mobil. Karena Dinda ingin merasakan seperti apa serunya jika bepergian menggunakan bus.

"Lo bawa jaket kan? Buruan dipake, anginnya kenceng banget." Dinda hanya menganggukkan kepalanya saat Zhafran memintanya untuk mengenakan jaket. Lalu ia segera mencari jaketnya yang ia masukkan di tas punggung yang ia bawa. Beruntung tadi sebelum berangkat Zhafran mengingatkannya untuk membawa jaket. Meski awalnya ia enggan membawa, namun karena paksaan Zhafran akhirnya ia membawa jaket juga.

"Kok lo tau sih kalau mau hujan?." Tanya Dinda heran. Sementara Zhafran malah tersenyum.

"Lo lupa kalau gue penikmat hujan?." Dan Dinda pun baru menyadari hal itu. Ia lupa kalau Zhafran sangat peka terhadap hujan.

Dan tak perlu menunggu lama lagi, hujan turun dengan derasnya. Dinda sedikit berpindah ke tengah halte bus, perlahan halte menjadi penuh karena banyaknya orang-orang yang berteduh. Dinda sedikit risih saat ada seorang laki-laki yang duduk sangat dekat dengan dirinya. Akhirnya ia pun memilih untuk bangkit dan berdiri bersama Zhafran.

"Lo duduk aja, nanti basah loh."

Dinda menggelengkan kepalanya. "Gue nggak nyaman. Mas itu duduknya mepet-mepet mulu deh."

Zhafran pun menganggukkan kepalanya saat mendengar penjelasan Dinda.
"Yaudah lo berdiri di belakang gue aja. Jangan ikut-ikutan kayak gue. Nanti lo sakit lagi."

Dinda pun mendengus.
"Apaan sih. Lebay deh.. dulu juga kan gue suka main hujan sama lo. Sama bang Rendra juga kan? Keliling kompleks. Haha."

"Dan elo yang sering banget sakit sehabis hujan-hujanan. Entah itu flu, batuk, ataupun demam."

"Dan elo yang selalu buatin coklat panas sama jahe ke gue. Eh btw.. buatin lagi dong Ran, udah lama kan lo nggak buatin gue coklat panas."

"Iya nanti gue buatin. Udah gih, itu busnya udah dateng. Yuk masuk."
***

"Jadi?" Dinda menanyakan kesimpulan dari pembicaraanya siang ini. Ia bersama Rama, Aurel dan Zhafran tengah duduk di kedai es krim setelah dari toko buku.

"Ya kalau gue sih balik lagi. Semua tergantung pandangan masing-masing orang. Kalau menurut gue sih, boleh-boleh aja mengagumi seseorang. Asalkan rasa kagumnya itu tidak mengalahkan rasa cintanya terhadap Allah."

"Emang lo lagi mengagumi seseorang, Din?." Tanya Aurel yang membuat Dinda hanya mengangguk kaku.

"Curhat saja sama Allah, jangan pernah tinggalin doa disepertiga malam terakhir. Gue juga mengagumi seseorang. yang namanya rasa suka itu pasti ada. wajar sih, tapi caranya juga harus benar. ya saling mendoakan aja disepertiga malam terakhir. Gue percaya kok sama Allah, orang baik pasti dapat orang baik juga yg namanya jodoh itu cerminan dari diri kita sendiri."

Dinda terdiam. Benar apa kata Rama. Jodoh adalah cerminan diri sendiri. Tapi saat mendengar Rama juga mengagumi seseorang. Hatinya langsung bisa menerka siapa 'seseorang' itu. Tentu saja Aurel, dan sayangnya bukan dirinya.

"Tapi kak, kalau orang yang kita kagumi ternyata mengagumi orang lain dan bukan diri kita gimana dong?." Tanya Dinda menyindir dirinya sendiri. Namun tanpa Dinda sadari baik Rama, Aurel maupun Zhafran sama-sama tersentak dengan pertanyaan Dinda. Bukan karena partanyaan Dinda yang salah tapi karena mereka mengalami seperti apa yang dikatakan Dinda.

Rama berdeham. "Gini... kalau menurut gue sih, gue kan yang mengagumi dia tanpa dia minta. Ini perasaan gue tanpa paksaan dari dia. Jadi kalau dia juga merasakan hal yang sama kayak gue ya Alhamdulillah. Tapi kalau ternyata dia mengagumi orang lain dan bukan gue, ya itu hak dia. Kan perasaan dia. Kita nggak bisa dong salahin dia? Jadi kita hanya perlu mendoakan aja. Kalau dia emang jodoh kita. Dia nggak akan lari kok. Dia nggak akan jauh dan yang pasti dia akan kembali."

"Meskipun rasanya sebel banget gitu ya kalau lihat si dia jalan sama orang yang dia sayang dan orang itu bukan kita?." Tanya Aurel seolah mengutarakan apa isi hatinya.

"Kalau gue sih, selagi dia bahagia gue juga bahagia. Meskipun gue juga ngerasain sakit di waktu yang bersamaan."

"Setuju." Sahut Rama menyetujui ucapan Zhafran.

"Kayaknya jadi pada curhat deh. Yaudah yuk pulang aja. Udah sore juga." Ucap Dinda mengakhiri perbincangan sore ini.

Dinda tersenyum. Setidaknya ia sedikit mendapat ilmu bagaimana cara menjaga hatinya. Yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan jangan biarkan nafsu dan rasa cinta kita kepada ciptaan Allah melebihi rasa cinta kita kepada Allah.
***

Assalamu'alaikum.
Hallo readers. Masih di suasana lebaran nih. Taqabbalallah minna wa minkum. Mohon maaf lahir batin yaa.. maafon author kalo banyak salah, jarang update, dan kurang ramah yaa. Maaf lahir batin. Karena manusia itu tempatnya salah dan lupa, serta tempatnya khilaf dan dosa termasuk saya. Maka saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terimakasih

Hexagon LoveWhere stories live. Discover now