13. Sama-sama Mengingatkan

1.7K 155 18
                                    

Matahari bersinar begitu terik, membuat suhu udara menjadi tinggi.
Sesekali Rendra mengusap peluhnya yang sedari tadi berjatuhan.

"Ya Allah. Ini masih di bumi aja panasnya kayak gini. Apalagi di neraka nanti. Na'uzubillahimindzalik. Jangan sampai deh."

"Makanya banyakin ibadah. Biar masuk surga." Sahut Aurel.

"Amin. Iya deh iya.  Makasih udah di ingetin." Jawab Rendra lalu mendudukkan badannya di samping Aurel.

"Minum dong." Pinta Rendra sembari berusaha merebut sebuah botol minuman di tangan Aurel. Dengan cepat Aurel menyembunyikan botol yang ada di tangannya.

"Enak aja. Ini punya Rama! Beli sendiri sana." Rendra mendengus.

"Rama aja terus. Gue kapan di perhatiinnya." Keluhnya

"Udah-udah. Berantem mulu deh." Ucap Rama menengahi. Namun dua manusia itu tidak ada yang menjawab, Rendra sibuk dengan dengusannya semetara Aurel lebih memilih untuk memberikan satu botol minuman kepada Rama. Rama menerimanya lalu tersenyum.

"Makasih ya Rel." Aurel mengangguk.

"Ah.. males ah.. berasa obat nyamuk gue." Ucap Rendra lalu melenggang pergi, membuat Rama tertawa sementara Aurel hanya diam sembari menatap punggung Rendra yang mulai menjauh.

Lebih baik seperti ini---batin Aurel.

"Rel.." panggil Rama. Tapi Aurel masih terdiam.

"Aurel." Panggil Rama lagi. Tapi Aurel belum juga menjawab.

"Aurel." Panggil Rama sekali lagi. Kali ini sembari menepuk bahu Aurel. Membuat gadis itu terlonjak kaget.

"Eh iya.. gimana?" Tanyanya.

"Lo kenapa?"

"Enggak kok. Yaudah pulang yuk." Ajak Aurel. Dan Rama hanya bisa mengangguk. Lagi pula ia juga butuh istirahat setelah lelah bermain futsal.
***

Rendra menatap horor perempuan yang ada di hadapannya. Bagaimana tidak. Ia baru saja masuk ke dalam rumahnya pukul 2 siang setelah lelah mengikuti mata pelajaran olahraga di jam terakhir. Dan ia belum meletakkan tubuhnya yang lelah. Kini ia harus di hampiri oleh gadis yang entah sejak kapan datang.

"Apa?" Tanyanya pada gadis itu.

Gadis itu hanya tersenyum lalu mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu.

"Bang. Nonton yuk." Ajaknya tanpa aba-aba.

Sementara Rendra memutar matanya. Tentu saja. Gadis ini selalu datang hanya saat ada butuhnya.

"Biasanya juga sama Zhafran." Ucapnya lalu ikut duduk berhadapan dengan gadis itu.

"Lah.. sejak kapan Zhafran mau di ajak nonton? Kan biasanya Dinda nontonnya sama abang." Rendra mendengus namun juga membenarkan ucapan Dinda. Memang dari dulu Zhafran paling anti menonton film di bioskop, entah apa alasannya dia juga tidak tau.

"Yaudah gue mandi dulu. Lo tunggu sini. Btw lo tau mama gue kemana?" Tanyanya pada Dinda. Karena ia tau. Dinda pasti tau di mana keberadaan mamanya.

"Iya tadi tante Ghina bilang, katanya mau nemenin om Rendi ke Balikpapan." Benar kan? Dinda tau dimana keberadaan orang tuanya. Kadang Rendra sendiri bingung. Sebenarnya yang anaknya itu siapa? Ia atau Dinda? Mengapa setiap akan pergi yang selalu di beri tau adalah Dinda bukan dirinya.

"Berapa hari di balikpapan?" Tanyanya lagi.

"Tiga hari. Itu kalo urusannya langsung beres. Kalo enggak ya bisa satu minggu."

"Seminggu?" Tanya Rendra terkejut. Dinda mengangguk.

"Nyantai aja kali bang. Iya seminggu. Dan seperti biasa. Lo di titipin ke Umi. Jadi untuk beberapa hari ini lo nginep di rumah gue."

Hexagon LoveМесто, где живут истории. Откройте их для себя