-100 komen ya?? 100 vote juga! Otw next!-
H A P P Y R E A D I N G
Pak Dodi menatap satu persatu anak muridnya, pria yang menaungi club futsal itu sedang memutuskan siapa yang berhak menggantikan posisi Alan sebagai kapten futsal.
"Hari ini, posisi Alanno sebagai kapten futsal akan tergantikan. Dan sebelumnya kita sudah melakukan seleksi. Saya sudah melihat kemampuan kalian, seberapa baik dan seberapa pantas kalian untuk menduduki posisi kapten," ujar Pak Dodi.
Semua anggota futsal mengangguk mengerti, mereka berdiri dengan kedua tangan di belakang punggung juga kaki sedikit terbuka -istirahat di tempat--.
"Dan saya sudah memutuskan bahwa yang menjadi kapten futsal mengantikan Alanno adalah Alexander," ucapnya.
Suara tepuk tangan terdengar, Mereka memberikan selamat pada Alex yang merupakan siswa kelas X. Alan menghampiri Alex, lelaki itu melakukan tos ala pria seraya mengucapkan selamat.
"Selamat bro," katanya.
Lelaki yang memiliki lesung pipi itu tersenyum, "makasih Bang."
Alan mengambil headband yang memang di siapkan untuk kapten futsal SMA Cakra Buana, memberikan benda itu kepada Alex dan langsung di kenakan oleh sang penerima.
Alex menengadahkan tangannya, diikuti yang lain. Mereka membentuk lingkaran dengan jari kelingking saling bertautan.
"FUTSAL SMA CAKRA BUANA..." teriak Alex.
"WE ARE ONE," jawab yang lain serempak.
---
Setelah resmi hilangnya gelar kapten futsal pada diri Alan, lelaki itu berpamitan untuk pergi lebih dulu. Sedangkan teman-temannya yang lain sudah menuju sebuah restoran untuk merayakan kapten baru. Awalnya mereka memaksa Alan ikut, namun lelaki itu menolak, ia harus mencari pekerjaan sekarang. Jika diundur-undur terus, uang tabungannya akan semakin cepat terkikis.
Ia mengeluarkan handphone dari saku celananya, "Assamualaikum Ta," salamnya.
"Walaikumsalam," jawab gadis di seberang sana.
"Hari ini aku pulang telat, mungkin sampai malam. Titip Laskar ya," ujarnya.
"Kamu mau kemana? Oh, mau ngerayain kapten futsal baru ya?" tanya Tata.
"Aku mau cari kerja," jawab Alan.
"Kamu pulang dulu deh, makan!" titah gadis yang berstatus kekasihnya itu.
"Enggak usah Ta."
"Pulang dulu Lan, pagi tadi kamu belum makan. Cari kerja juga butuh tenaga," tutur Tata.
"Aku nanti beli nasi uduk aja," jawabnya.
Terdengar helaan nafas dari seberang telfon, "ya udah, jangan lupa makan!"
Alan terkekeh, "iya sayang. Doa-in aku ya? Semoga dapet kerjaan."
"Iya, semangat!" seru Tata. Diam sejenak, terdengar grasak-grusuk dari seberang sana, "Laskar, kasih Papa semangat."
"Appa!" Alan sempat kaget mendengar pekikan Laskar, namun tidak lama senyuman terukir di wajah lelaki itu. "Ngat Appa!" (Semangat Papa!)
Senyum remaja berumur 17 tahun itu semakin lebar, "makasih Laskar. Ta, telfonnya aku matiin ya?"
"Iya, bye."
"Da da Appa!" Terakhir yang Alan dengar sebelum sambungan telfon terputus adalah seruan Laskar.
Setelahnya, ia memasuki handphonennya kedalam saku celana. Bersiap menghidupkan mesin mobil, melajukannya dengan kecepatan sedang. Sebelumnya, ia menyempatkan diri mengganti baju olahraganya menjadi kemeja berwarna biru dongker.
Selama lima belas menit Alan hanya memutari kota Jakarta saja. Ia bingung harus memulai dari mana. "Ah, ke cafe deket kampus Admaja aja kali ya?" monolognya.
Alan kemudan berputar arah, cafe yang kata sahabatnya itu sedang membuka lowongan berada tidak jauh dari tempatnya sekarang. Mungkin hanya butuh lima menit untuk sampai di sana.
Saat sudah sampai, Alan menatap pantulan dirinya di kaca mobil, "udah rapi kan ya?" gumamnya seraya membenarkan tatanan rambut. Gugup melandanya sekarang. Pertama kali melamar kerja, dirinya menjadi harap-harap cemas.
"Huft." Alan mengambil nafas panjang sebelum membuka pintu mobil.
Pintu cafe ia buka secara perlahan, pengunjung lumayan banyak hari ini karena kebetulan weekend. Alan menatap sekitar, ia berjalan menuju kasir.
"Permisi mbak," sapanya.
"Ya? Ada yang bisa saya bantu?" Wanita yang Alan panggil 'mbak' itu tersenyum ramah.
"Apa benar di sini sedang membuka lowongan kerja?" tanya Alan hati-hati.
"Oh iya." Wanita itu mengangguk, "mau lamar kerja ya?"
"Iya mbak."
"Sebentar ya," ucap wanita itu, "Win, anterin mas nya ketemu si bos dong." Seorang gadis kira-kira seusianya datang dengan terpogoh-pogoh.
"Ayo aku antar," katanya.
Alan mengangguk, sebelum mengekori si gadis, ia menyempatkan diri melempar senyum pada wanita yang menjaga kasir, sekadar basa basi sebagai tanda permisi.
"Kamu mau lamar kerja ya? Kenalin aku Wina," ujar Wina memperkenalkan diri.
"Gue Alan."
"Namanya bagus," ungkap Wina.
"Dari muka-mukanya kamu masih anak SMA." Sepertinya gadis ini tipe cewek cerewet. Sedari tadi ia terus berbicara tanpa henti.
"Muka lo juga kaya masih anak sekolah," jawab Alan.
"Hehe, kelihatan muda ya? Aku emang baru 16 tahun," katanya, "nah ini dia ruangannya Pak Bos."
Tok
Tok
Tok
Pintu di ketuk beberapa kali, sampai akhirnya mendapat sahutan dari dalam untuk dipersilahkan masuk.
"Selamat sing Pak, ini ada yang berniat melamar kerja."
"Silahkan duduk." Pria yang Alan tebak berumur kisaran 40 tahun menunjuk kursi di hadapannya dengan dagu. "Kamu ngapain berdiri di situ Win? Buruan balik kerja!"
Wina yang berdiri di ambang pintu cengengesan, "iya pak, permisi Alan, aku balik kerja dulu ya."
"Ck, anak itu," decak Pria yang Alan ketahui bernama Leo, ia melihat dari nama yang ada di atas meja.
"Baik, perkenalkan diri kamu," titahnya.
"Nama saya Alanno Bramastha, umur 17 tahun."
"Masih sekolah?"
"Iya Pak."
"Udah punya KTP?"
"Sudah Pak."
"Punya pegalaman kerja?"
"Tidak Pak."
"Terus?"
"Terus apa Pak?" tanya Alan bingung.
"Terus, apa alasan saya harus menerima kamu bekerja di sini?" Alis Pak Leo terangkat sebelah, tangannya bersidekap dada.
"Saya cekatan Pak," jawab Alan cepat.
"Cuma itu?" Pria itu mengangguk beberapa kali, matanya menelisik penampilan Alan, "seberapa besar keinginan kamu untuk bekerja di sini?"
"Saya benar-benar berharap bisa diterima untuk bekerja di sini, saya butuh uang, kedua orang tua sa---"
"Stop, nggak usah curhat," sela Pak Leo.
Alan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, calon bos nya galak sekali. Tatapan mata tajam itu tidak pernah lepas memandangnya.
"Oke, kamu boleh bekerja di sini. Tetapi saya akan melihat hasil kerja kamu terlebih dahulu. Jika buruk, mohon maaf kamu harus saya depak," ucapnya.
"Bener Pak? Terimakasih banyak." Alan tersenyum lebar, ada rasa lega, setidaknya sekarang ia memiliki pekerjaan.
"Ya sudah, tunggu apa lagi? Cepat bekerja. Minta baju ganti sama Teh Santi."
"Baik Pak, saya permisi. Sekali lagi terimakasih."
Pak Leo hanya mengangguk. Alan kemudian berlalu keluar, ia akan bertanya pada Wina siapa itu Teh Santi. Ah, setelah ini kegiatannya akan sedikit berubah, bila biasanya selepas sekolah ia langsung pulang, kini tujuannya berpaling menjadi bekerja.
---
Jam sudah menunjukan pukul 11 malam, sebentar lagi cafe akan di tutup, Alan turut membantu yang lainnya untuk bebersih. Hari ini pekerjaan berjalan dengan lancar, Alan di bantu yang lainnya menjelaskan hal apa saja yang harus ia lakukan.
"Sudah malam, kamu nggak pulang Lan?" tanya Teh Santi, ternyata wanita yang menjaga kasir itu bernama Santi, dia seorang single parent dengan dua anak.
"Bentar lagi Teh, aku bantu bersih-bersih dulu."
"Pulang aja, besok sekolah kan?" Teh Santi tersenyum lembut, Alan bisa merasakan aura ke ibuan yang terpancar dari diri wanita itu.
"Iya. Tapi ini nanggung Teh, kalau udah bersih aku langsung pulang."
"Loh, kamu belum pulang Lan?" Pak Leo tiba-tiba saja datang, sepertinya pria berumur 40 tahun itu sudah akan pulang.
"Belum Pak," jawabnya.
"Jam kerja kamu kan sudah habis, Wina saja sudah pulang," ucap Pak Leo.
"Sebentar lagi Pak, nanggung."
"Ya sudah, kalau begitu saya pulang duluan ya? Mari." Pak Leo berlalu pergi, ternyata bos nya tidak segalak seperti yang ia kira pertama kali.
"Selesai." Alan tersenyum saat melihat cafe sudah bersih. Ia segera mengganti bajunya menjadi kemeja biru donker.
"Sudah mau pulang Lan?" tanya Teh Santi, wanita itu sudah menenteng tas selempang, sedangkan di tangan kanannya terdapat beberapa kunci yang menjadi satu.
"Iya Teh."
Mereka keluar bersama, Alan memperhatikan Teh Santi yang mengunci cafe.
"Teteh pulang duluan ya," pamitnya kemudian. Alan tersenyum seraya mengangguk.
"Alan?"
Alan menoleh saat seseorang memanggil namanya. Ia tersenyum saat melihat seorang gadis yang ia kenal berdiri dengan senyum manis.
"Eh Tamara."
"Kamu ngapain di sini?" tanya gadis itu.
"Aku kerja." Alan menjawab kikuk.
"Wah, deket sama kampus ku. Kos kosan ku juga deket sini."
"Oh ya?"
Tamara mengangguk samar.
"Kamu mau kemana?" tanya Alan.
"Aku lagi cari makan," jawabnya, "kamu pasti belum makan, gimana kalau kita makan bareng?"
"Boleh deh, aku juga laper banget," sahut Alan. Dia kemudian menuntun Tamara menuju mobilnya, mereka akan mencari makan di warung-warung terdekat.
"Aku suka banget sama lalapan di sini," ujar Tamara. Ia menarik Alan masuk dengan tidak sabaran. Mereka duduk di salah satu kursi yang kosong. "Kamu mau apa?" tanya gadis itu.
"Lele deh, satu. Sama jeruk hangat."
Tamar mengangguk, gadis itu memesan dua porsi lalapan lele tidak lupa dengan dua jeruk hangat. Sambil menunggu keduanya saling melempar tanya, membahas beberapa topik agar tidak senyap.
Tiba-tiba handphone Alan bordering, lelaki itu menggeser tombol hijau. "Appa, pan lang?" (Kapan pulang?)
-BERSAMBUNG-
Tuh Lan, di cariin Laskar. Buruan Pulang!
Follow Instagram aku @_sridevina & @heyodepin
Salam tertera;
Sri Devina Myn.